Puisi-puisi Yudhistira Ardi Noegraha Moelyana Massardi (Pikiran Rakyat, 11 Juni 2022)
KUDENGAR SUNYI
.
Kudengar sunyi meneteskan air mata di atas bantal, memohon agar daun jendela dibukakan, kegelapan ditidurkan di depan tungku, menyalakan Cinta.
.
Kudengar nyanyian Cinta menyinari sepuluh jemari, memohon kedua tangan direntangkan, agar bisa memeluk purnama di pangkuanmu
.
Kudengar benih-benih di ladang merangkai tanah dan akar, agar kehidupan menumbuhkan batang dan ranting sehingga dedaun bisa menyelimutkan cahaya matahari kepada bunga: menerbitkan benih-benih bahagia.
.
Bekasi, April 2022
.
.
.
KEPADA WAKTU YANG TAK PULANG
.
Bergandeng tangan musim
Kaubawa usia mengetuk tiap bunyi sunyi
Sebab di sana langkah-langkah menitipkan makna
Menyalami wangi mawar dan bugenvil
Tempat semua janji ditangkupkan
.
Kita pun menonton awan berdansa dengan bulan
Seperti para lansia menarikan kenangan
Bersama cucu memandikan hujan
Hingga kau datang mengalungkan kedua lengan
Di leher yang tak kuat lagi menyangga kerinduan
Sebab pelupuk mata mendambakan pejam
.
Pejam di awal malam
Ketika musim melepaskan genggam
Dan kita lupa mengucapkan “Selamat jalan.”
Kepada Waktu yang tak pulang.
.
Bekasi, April 2022
.
.
.
KETIKA KATA-KATA
.
Ketika kata-kata berhamburan dari layar kaca
Aku tak bisa melindunginya dari sepi, yang bisa membuatnya berduka
.
Ketika kata-kata berhamburan dari layar kaca
Aku tak bisa melindunginya dari dengki, yang bisa menjadikannya belati dan melukai
.
Ketika kata-kata berhamburan
Aku harus menampungnya dalam keranjang kasih sayang
Meletakkannya dalam baris-baris yang terang
Menjauhkannya dari bayang-bayang
Agar kegelapan tidak membuatnya kehilangan harapan
.
Ketika kata-kata berhamburan
Aku harus memberinya tinta berbeda
Sebab hitam-putih berakhir pedih
Sedang Cinta harus diselamatkan
dengan huruf-huruf penuh warna.
.
Bekasi, April 2022
.
.
.
DI CANGKIR KOPIKU
.
Di cangkir kopiku
Agama diaduk menjadi ampas politik yang apek & apes
Menghitamkan sarapan dan makan malam
Menghantui pagi hari dan siang bolong
Menggelapkan mimpi buruk berulang-ulang
.
Di cangkir kopiku
Arabica dan robusta jadi rasa bacin kebodohan dan kebencian
Tanpa gula hanya tersisa pahit dengki dan iri hati
Panas menghanguskan kalbu
Dingin membekukan akal
.
Di cangkir kopiku
Hoax dan fitnah jadi fatwa yang disucikan
Kebudayaan dan tradisi jadi musuh bebuyutan
Demokrasi jadi kebebasan mematikan liyan
.
Di cangkir kopiku
Sudah tak ada lagi Nusantara
Yang berbeda rasa dan aroma
.
Di cangkir kopiku
Residu dan bubuk mesiu dari berbagai jurusan memperingatkan
: Indonesia dalam bahaya!
.
Bekasi, 20 Mei 2022
.
.
.
KETIKA GARAM
.
Ketika garam meninggalkan laut mengawetkan mimpimu
Ketika klorofil meninggalkan daun menghijaukan Cintamu
Ketika cahaya meninggalkan mentari menerangi jiwamu
Ketika Waktu meninggalkan siang mendetaki malammu
Ketika kamu memilihku untuk kehidupanmu
Ketika itu
Tak ada yang bisa melepaskanmu!
.
Bekasi, Mei 2022
.
.
.
AKAN KUAJAK KAUPERGI
.
Akan kuajak kaupergi
Ke tempat batu-batu menumbuhkan bunga
.
Akan kuajak kaupergi
Ke tempat tanah tandus menyanyikan mawar dan hujan
.
Akan kuajak kaupergi
Ke tempat singa dan serigala menangkar kupu-kupu
.
Akan kuajak kaupergi
Ke tempat-tempat yang tak punya waktu mengembalikan
kita kepada tiada.
.
Bekasi, Mei 2022
.
.
.
PAGI ITU
.
Pagi itu membangunkan malam agar melanjutkan
tidur di balik tilam
.
Pagi itu memanggil fajar agar tidak lupa
mengajarkan ilmu kepada alam
.
Pagi itu memainkan musik agar ayam dan unggas
menyanyikan lagu baru untukmu
.
Pagi itu membagikan spektrum warna agar bunga-bunga
mengecat ulang kelopak-kelopaknya
.
Pagi itu menyuruhmu memoleskan Cinta di bola mata
dan sepasang bibirmu
.
Pagi itu menuliskan kenangan tentangmu yang akan
kudongengkan kepada siang dan malam yang nanti
menidurkanku.
.
Bekasi, Mei 2022
.
.
.
AKU INGIN…
.
Aku ingin menyimpan gelombang laut di balik kulit
Tubuhku
.
Aku ingin memekarkan musim semi di bilik jantung dan
paru-paruku
.
Aku ingin menyingsingkan fajar di setiap tarikan napasku
.
Aku ingin memeriahkan setiap malam dengan mimpi
para bidadari melukis pelangi
.
Aku ingin waktu yang mengalir memutar mundur jarum
jam di vena dan aortaku
.
Aku ingin terus berjalan bersamamu menuju pintu-pintu
yang membukakan imaji agar puisi-puisi datang bertamu
.
Aku ingin tidur dan bangun di ranjang kata-kata yang
menyelimutkan semua kisah ke haribaan Cinta.
.
Bekasi, Mei 202
.
.
.
Yudhistira Ardi Noegraha Moelyana Massardi, lahir di Subang, 28 Februari 1954. Selepas sekolah di SMA Taman Siswa, Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan di Akademi Sinematografi LPKJ selama satu semester (1972).
Tahun 1981, mengikuti Konferensi Pengarang Asia di Manila. Tahun 1983, mendapatkan beasiswa dan menjadi tamu di Universitas Kyoto, Jepang. Dari sana, ia diundang mengikuti “International CreativeWriting Program” di Universitas Iowa, Amerika Serikat.
Yudhis pernah menjadi redaktur majalah Le Laki (1976-1978), Tempo (1979-1981), Jakarta Jakarta (1985-1987), majalah Editor (1988-1993), dan Gatra (1995-2006).
Karya-karyanya yang memenangkan penghargaan: novel (Arjuna Mencari Cinta/1977, dan Mencoba Tidak Menyerah/1978), sandiwara (Wot atawa Jembatan/1977, dan Ke/1978), kumpulan sajak (Sajak Sikat Gigi/1976, 99 Sajak/2015, Jangan Lupa Bercinta!/2020, dan Alamatku Menemukanmu/2021).
.
.
Leave a Reply