Puisi-puisi Miftahul Jannah dan Bang Harlen (Republika, 26 Juni 2026)
KEPEDIHAN DI TANAH KAMI
.
Bertahun-tahun hidup
Bersama getaran-getaran mengerikan
Suara-suara yang menggema
Membuat kami trauma
Menghujani setiap sudut tempat kami
Berusaha memburu
Seolah kami adalah mangsa
.
Air mata tanpa dosa
Isak tangis mereka
Yang kehilangan orang tua
Entah di mana jati diri dari keluarga kami
Anak-anak kecil yang malang
Kau habiskan pula
Sungguh buas…
.
Para zionis durhaka
Bagaimana hati mereka bisa bekerja
Tanah kelahiran ini
Tak kukenali lagi
Sungguh tega
Bahkan kami tak punya apa-apa
Hak kami
Di rampas begitu saja
Tanpa ampun
Mereka membantai habis
Semua yang kami miliki
Mereka…
.
Para pembesar dunia
Seolah buta
Menutup mata mereka
Sangat ironis
Dengan percaya diri
Berjalan dengan tinggi hati
Sedangkan kami
Entah air mata ini telah berubah menjadi darah
Sungguh kami tak meminta makan
tapi kembalikan masa kecil kami
.
.
.
Miftahul Jannah, tinggal di Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
.
.
.
HUJAN TAK PERNAH JATUH
.
Hujan tak pernah jatuh
Ia hanya memberi teduh
kepada riuh
sekaligus yang keruh.
Begitu ia reda
Semua kembali seperti sediakala
Mungkin lebih riuh
Mungkin juga lebih keruh
Hujan tak pernah jatuh
Ia senantiasa patuh.
.
.
.
AZAN
.
Akhirnya Dia menegur lewat panggilan,
panggilan yang senantiasa ada,
ada untuk memberi tanda,
tanda bagi seorang hamba,
hamba yang mulai lupa,
lupa karena rayuan dunia,
dunia menjadi Tuhannya,
Tuhannya adalah dunia,
dunia yang fana,
yang fana adalah kita
.
.
.
Bang Harlen adalah anak sulung dari 3 bersaudara. Lahir di Kota Payakumbuh dan besar di Kota Padangsidimpuan. Merupakan alumni kampus Universitas Sumatera Utara. Buku kumpulan puisinya berjudul Kopi dan Panggelong. Selain menulis, kegiatannya sehari[1]hari adalah berdagang dan membangun komunitas literasi bernama Pojok Aksara yang berdomisili di Kota Padangsidimpuan.
.
KEPEDIHAN DI TANAH KAMI
Leave a Reply