Puisi-puisi Sapto Wardoyo (Pos Bali, 02 Juli 2022)
RUMAH
.
sebuah rumah dalam kepalaku
adalah rindang sebuah pohon
bangku kayu dan kupu-kupu
yang terus terbang menandai waktu
.
di pekarangan
aku menanam kata-kata
aku sirami dengan cinta
tumbuh menjadi puisi
menjadi doa-doa di saat senja
.
sebuah rumah di dalam batinku
adalah kamu
menjelma hujan dan kesuburan
agar pohon tetap rindang, dan
sepetak taman di pekarangan
terus menyuburkan kata-kata
.
: tumbuh menjadi puisi dan doa-doa
.
.
.
RUANG TAMU
.
Di dinding terpajang rupa-rupa kenangan
tentang kita atau tentang anak-anak
yang sedang menangis dan tertawa
tertata rapi dalam bingkai masa lalu
.
kita duduk di sebuah sofa tua
dalam diam menatap bingkai-bingkai
kenangan itu tanpa rasa bosan
sampai matamu menciptakan
sungai-sungai, sampai tanganku gemetar
menggenggam butiran waktu
.
Kita sudah sampai di sini, katamu
di ujung waktu yang menuakan kita
waktu telah menjelma samudra
dan kehidupan menjadi perahunya
biarkan anak-anak meninggalkan kenangan
melayari musim-musim yang berlarian
.
Di redup matamu selalu ada rimbun doa-doa
tak pernah alpa menyebut nama mereka
padahal aku tahu, sayangku
setiap kali tanganmu membersihkan
debu-debu pada kenangan itu
aku selalu melihat sebuah bingkai baru
di dalamnya ada sepi dan juga air mata
.
.
.
KAMAR
.
sebuah jam dinding
tak pernah lepas menatap kita
detaknya jadi penanda
kapan kita harus terjaga
sampai di mana usia kita
.
sebuah cermin di bawah jam dinding
memberi kesaksian
tentang waktu dan kehidupan
yang rindu meninggalkan goresan
dan jejak di wajah kita
.
dan di atas ranjang
kita baringkan rasa sakit
dan juga kepenatan
lalu membangun mimpi-mimpi
menjadi tempat persembunyian
dari pahitnya sebuah kenyataan
.
.
.
DAPUR
.
demi sebuah rasa lapar
api itu hampir tak pernah padam
menanak kesabaran
keikhlasan dan ketabahan
.
di bawah cahaya lampu
adalah tangan ibu
gemetar mengusap pilu
di antara panci wajan
dan juga dandang
.
terus bergerak
menuliskan kehidupan
.
RUANG TAMU
480 total views, 2 views today
Leave a Reply