Adhimas Prasetyo, Koran Tempo, Nathanio Chris Maranatha Bangun, Puisi

ADORASI

ADORASI - Puisi Adhimas Prasetyo dan Nathanio Chris Maranatha Bangun

ADORASI ilustrasi Imam Yunni/Koran Tempo

5
(2)

Puisi Adhimas Prasetyo dan Nathanio Chris Maranatha Bangun (Koran Tempo, 17 Juli 2022)

SEPERSEKIAN JAZ DI KOTA YANG MURUNG

(Extended Version)

.

tidak ada bunga-bunga bagi jatuhnya hujan,

tinggal gang sempit yang berlumut dan basah.

.

tidak ada kucing mungil bertaring tumpul,

hanya kaing anjing di tengah malam.

.

tidak ada dongeng manis yang berakhir bahagia,

semua tokoh cuma berharap kisah bisa segera selesai.

.

orang-orang membenci kotanya, membenci

tetangga-tetangga melebihi hari senin.

.

televisi menyajikan iklan pisau dapur, memaksa

ibu membelinya untuk sayur, daging, dan nadinya.

.

pelajar lebih khawatir terhadap angka, dan

menghitung lebih penting ketimbang membaca.

.

daftar kebahagiaan tidak lagi bisa membuat orang

tersenyum menghadapi keresahan akan hari esok.

.

maka ketika anjing menggigit atau lebah menyengat,

kesakitan terasa sebagaimana adanya.

.

di tempat seperti ini, siapa tekun memerhatikan

alun jaz yang merayap di kelok trotoar?

.

setiap hari di kota ini, orang-orang menanam

dan menahan peluru pada mata sendiri.

.

and then they don’t feel so bad.

(baca: dan mereka terpaksa untuk merasa baik-baik saja)

.

.

2022

.

.

Adhimas Prasetyo. Menulis dan membuat ilustrasi. Menyelesaikan studi magister ilmu sastra di UGM. Karya-karyanya telah dimuat di media cetak dan daring. Buku puisinya adalah Sepersekian Jaz dan Kota yang Murung (2020).

 .

 .

 .

ADORASI

.

1/

Mari tuan, duduk

Dedaunan luruh menjemput angin.

Senja tepat terbenam

Di bola matamu,

Mencipta alun pada tepian.

.

2/

Ini jubah, tuan

Pelindung perang setelah tanda salib kau bentuk

Sebab hasrat sewaktu-waktu mengetuk

pintu. Pakaiannya indah.

Tangannya terjulur menawarkan

Wine Romanee Conti.

Sedang pinggang

Terasah pedang siap menebas

Budak-budak halu, katanya:

Baca juga  Semut Merah Jambu

“Mungkin jubah tidak lagi butuh cinta murni”

.

3/

Ini segelas malam, tuan

Silahkan diteguk tanpa tergesa

.

Detik sudah berhenti

menitik. Diam ini suka bersandar di bahumu.

Tak dikenalnya kata “lama”

.

4/

Ini ruangan, tuan

Biasa menyanyikan elegi

Membentang ingatan

Dan senyuman itu adalah titik bentangnya

Enggan beranjak menuju pintu

Dan lesap bersama gerimis.

.

5/

Itu tuan, bersinar

Bulat pipih menatapmu.

Buncah tumpah dalam

Tetesan tirta. Basahi sukma yang mendaraskan

Litani dosa.

.

Bibir bergetar ulangi

kata Yudas pada

tali gantungan depan mata

kata Petrus pada tembok

usai khianati Dia tiga kali

“Mea culpa

Mea maxima culpa”

.

.

Catatan:
  1. Adorasi adalah salah satu aktivitas religius Katolik.
  2. Mea culpa artinya saya berdosa.
  3. Mea maxima culpa artinya saya sungguh berdosa.

.

.

Nathanio Chris Maranatha Bangun lahir di Kabanjahe, 1995. Biarawan Katolik dan mahasiswa S-2 Filsafat di STFT Pematangsiantar, Sumatera Utara, ini gemar menulis puisi dan cerpen. Buku Gunung Tabor: Titian Menata Hati (2021) ia tulis bersama beberapa kawannya.

.

.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!