Sajak-sajak Julia F Gerhani Arungan (Jawa Pos, 06 Agustus 2022)
MULUT JONI
.
Bagi Joni, mulutnya adalah bandar udara. Oleh karenanya setiap pagi dan siang ia loloskan pesawat-pesawat kertas dari balkon lantai tiga dengan meniup-niupnya. Bapak dan Ibu Guru memarahinya karena Joni merobek-robek kertas baru setelah berkata, ia titisan Eyang Habibie yang cendekia.
Bagi Joni, mulutnya adalah markas pemadam kebakaran. Oleh karenanya ia juga sibuk menyembur-nyemburkan ludah sebab tentara negeri api telah menyerang dan ia avatar negeri air yang bertahan. Ludahnya menempel di kaca-kaca jendela, dan Joni tertawa-tawa.
Bapak dan Ibu Guru mengelus dada. Joni berteriak-teriak di kelas tentang pesawat-pesawat Amerika dan Eropa. Pesawat-pesawat kertasnya meluncur merdeka dari balkon lantai tiga. Lalu setelahnya ia letuskan sebaris doa: bagaimana mengubah mulutnya menjadi surga dan neraka, hanya dengan membukanya.
.
.
.
RENCANA PENGAJARAN ILMU SOSIAL
.
Duduklah yang manis, anak-anakku. Ibu Guru harus menyiapkan berkas-berkas. Berkas-berkas sertifikasi. Berkas-berkas pengajaran dan penilaian. Berkas-berkas catatan pegadaian dan berapa mangkuk Tupperware yang dipinjam saat arisan. Tentu saja termasuk rencana pengajaran ilmu sosial. Tolong bedakan, anak-anakku. Ini pelajaran tentang bagaimana kita berlaku sebagai manusia-manusia sosial, bukan makhluk yang oh my God—soooo sial. Iya, gini-gini Ibu juga baca Dewi Lestari dan Laskar Pelangi.
Duduklah yang manis, anak-anakku. Sebentar lagi tukang sayur akan lewat di halaman sekolah kita. Ibu akan permisi sebentar saja, sementara kalian mencatat dari buku paket. Jangan tanyakan kenapa mencatat ulang yang sudah tercetak. Itu melatih memori otak, you know. Nah itu lihat, tulisan tangan kawanmu—Juleha, cantik sekali. Berlatihlah darinya. Ibu hanya akan permisi beli seikat-dua ikat bayam sementara kalian sibuk berebutan pensil dan serutan.
Ya, ibu hanya akan keluar sebentar. Pelajaran ilmu sosial juga termasuk bagaimana berlatih menawar harga sebungkus cabai dan bawang. Tapi kalian tahu itu, kan?
.
.
.
PELAJARAN PANCASILA
.
Pelajaran Pancasila, murid-muridku. Bukan saja tentang menghafal yang mana arti lambang padi dan kapas, dan bedanya dengan kepala banteng. Sebagai gurumu, Ibu harus beri tahu bahwa pelajaran Pancasila juga berarti bagaimana baiknya meminjamkan mainanmu pada kawan sebangku. Meski dia sering kali meler dan tidak bawa tisu. Pelajaran Pancasila juga berarti kalau kalian jajan di kantin, lihat siapa kawanmu yang hanya bisa beli es lilin. Dan traktirlah. Kalau uang sakumu kurang lebih sama dengannya, belilah juga es lilin dan bukan sok ngutang es krim. Itu solidaritas namanya.
Pelajaran Pancasila juga artinya bisa mendengarkan, anak-anakku. Dan tidak hanya bicara. Seperti saat ini, kalau kalian bertanya, Ibu akan senang sekali. Akan Ibu dengarkan sepenuh hati. Boleh kritik, tidak mengapa. Itu namanya demokrasi. Nah seperti itu, Nak Antoni. Terima kasih sudah angkat tangan dan menunggu giliran. Ini pertanda nilai PKn-mu besok tidak akan kurang dari delapan.
Ya, Nak?
Ibu Guru, bolehkah saya bertanya?
Tentu, Sayang, tentu saja. Telinga Ibu terbuka selebar-lebarnya. Ah sungguh Ibu bangga, kalian betul-betul menyimak pelajaran Pancasila
Begini, Ibu Guru. Kapan sih jam makan siang, dan apakah saya boleh permisi pipis sekarang? ***
.
.
JULIA F GERHANI ARUNGAN. Lahir di Lombok, 1982. Menulis puisi, cerpen, dan naskah drama. Menyukai pembacaan sajak dan naskah lakon. Menulis antologi puisi tunggal, Ibuku Mengajari Bagaimana Mengisi Peluru (CV Halaman Indonesia dan Akarpohon, 2021).
.
MULUT JONI.
Leave a Reply