Puisi Widya Mareta dan Vito Prasetyo (Koran Tempo, 03 Juli 2022)
CIOKO
.
Lihatlah meja-meja ini:
meja makan para setan
yang baru saja dibukakan jalan.
.
Di kelenteng-kelenteng,
manusia saling berebut persembahan
untuk dibawa pulang.
.
Sementara di sini,
kita masih bergurau tentang apa pun yang tak ada,
makan bersama walau berbeda meja
dalam batasan waktu yang ditentukan para dewa.
.
Arwah-arwah lapar
diedarkan kembali pada bulan ke tujuh
setelah dipenjara sekian lama
bersama doa-doa yang telah menjauh.
.
Gurihnya asap sesaji
bak tarian ruh
lengkapi warta bagi lapar yang paling mustahil tunai:
lapar yang gagal merdeka,
lapar yang baka.
.
Tapi mari lupakan rasa lapar hari ini
seperti kaulupakan lapar di hari kemarin,
sebab sup ini telah pucat
tiba waktunya untuk sekarat.
Lilin-lilin tak lagi mengingat nasib sumbunya
saat semua kertas terbakar habis
dikepung udara.
.
Kini zat-zat yang larut tak lagi punya nama.
Pada lambungku,
pada lambungmu,
di mana rasa perih telah didentumkan keras sekali
hingga hanya tersisa lenguh.
.
Jarum jam menggelinding dari punggung waktu yang terjal
begitu cepat bagai racun tanpa penawar.
Tunggulah aku pada kesempatan lainnya
bersama mendung yang beredar
menyiarkan kabar:
aku selalu hidup,
walau semua daging terasa abu.
.
.
*) Cioko tradisi masyarakat Tionghoa pada pertengahan bulan 7 kalender lunar. Manusia memberi sesaji kepada para arwah leluhur dan dewa-dewi sebagai bentuk penghormatan.
.
.
Widya Mareta lahir di Tangerang, Banten, pada 1994. Buku puisinya, Puasa Puisi (2021), termaktub dalam 5 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2021. Ia menetap di Tangerang.
.
.
.
MENUJU JALAN FILSUF
.
dan tulang rusuk ini, tempat
mengisah luka
di malam yang pecahkan keberanian
dorong-mendorong
angin hempaskan tangan
menggoncang balok penjagalan
lalu ucapkan: pertemuan kematian
.
karat besi hanya meniru lapuknya kayu
dimana air mata tuntaskan perihnya raga
dan tulang memutih
sebening salju, kaku
tinggalkan aib
menusuk buih-buih sajak kehidupan
.
mari lantunkan kata-kata abadi
.
kereta jalan mengikuti arah pikiran
disitu, malaikat pernah menaruh galaksi
berisi tentang pecahnya saturnus dan jupiter
hingga langit berkubang duka
mengapa kita meng-amini-nya
.
langit, di atas segalanya
ribuan sinar tersisa
memberangus kesesatan
menuju bukit-bukit untuk duduk bertafakur
seperti Isa Almasih mendaki bukit golgota
diiringi lonceng-lonceng
mengalunkan simphoni dari kastil
engkau masih saja bertanya,
: itukah jalan kebenaran
.
kita singkap kembali luka
untuk menerangkan puisi Khalil Gibran
tersimpan rapi di perapian cinta
saat kubabat rumput ilalang
di musim hujan bermandikan salju
dan bayi-bayi kecil ditinggal ibunya
mencari kitab kebenaran
di sepenggal catatan perang, masa tirani
raja-raja bertangan besi
.
petaka angin kembali menggoncang
di bumi, yang tinggal sepertiga zaman
binatang-binatang tak lagi buas
duduk tenang, di singgasana kapitalis
adalah aristoteles telah kehilangan filosofi
.
biarkan puisi ini terbaring
menuju pemakaman angin
karena filosofi tidak selalu benar
di zaman ini
di peradaban baru
.
Malang, 2021
.
.
Vito Prasetyo lahir di Makassar, 24 Februari 1964, dan tinggal di Malang. Ia menulis puisi, cerpen, esai, dan resensi yang disiarkan di berbagai media di Indonesia dan Malaysia.
.
CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF. CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF.
Leave a Reply