Koran Tempo, Puisi, Vito Prasetyo, Widya Mareta

CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF

CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF - Puisi Widya Mareta dan Vito Prasetyo

CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF ilustrasi Imam Yunni/Koran Tempo

5
(2)

Puisi Widya Mareta dan Vito Prasetyo (Koran Tempo, 03 Juli 2022)

CIOKO

.

Lihatlah meja-meja ini:

meja makan para setan

yang baru saja dibukakan jalan.

.

Di kelenteng-kelenteng,

manusia saling berebut persembahan

untuk dibawa pulang.

.

Sementara di sini,

kita masih bergurau tentang apa pun yang tak ada,

makan bersama walau berbeda meja

dalam batasan waktu yang ditentukan para dewa.

.

Arwah-arwah lapar

diedarkan kembali pada bulan ke tujuh

setelah dipenjara sekian lama

bersama doa-doa yang telah menjauh.

.

Gurihnya asap sesaji

bak tarian ruh

lengkapi warta bagi lapar yang paling mustahil tunai:

lapar yang gagal merdeka,

lapar yang baka.

.

Tapi mari lupakan rasa lapar hari ini

seperti kaulupakan lapar di hari kemarin,

sebab sup ini telah pucat

tiba waktunya untuk sekarat.

Lilin-lilin tak lagi mengingat nasib sumbunya

saat semua kertas terbakar habis

dikepung udara.

.

Kini zat-zat yang larut tak lagi punya nama.

Pada lambungku,

pada lambungmu,

di mana rasa perih telah didentumkan keras sekali

hingga hanya tersisa lenguh.

.

Jarum jam menggelinding dari punggung waktu yang terjal

begitu cepat bagai racun tanpa penawar.

Tunggulah aku pada kesempatan lainnya

bersama mendung yang beredar

menyiarkan kabar:

aku selalu hidup,

walau semua daging terasa abu.

.

.

*) Cioko tradisi masyarakat Tionghoa pada pertengahan bulan 7 kalender lunar. Manusia memberi sesaji kepada para arwah leluhur dan dewa-dewi sebagai bentuk penghormatan.

.

.

Widya Mareta lahir di Tangerang, Banten, pada 1994. Buku puisinya, Puasa Puisi (2021), termaktub dalam 5 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2021. Ia menetap di Tangerang.

.

.

.

MENUJU JALAN FILSUF

.

dan tulang rusuk ini, tempat

mengisah luka

Baca juga  Seperseribu Detik Sebelum Pukul 16:00

di malam yang pecahkan keberanian

dorong-mendorong

angin hempaskan tangan

menggoncang balok penjagalan

lalu ucapkan: pertemuan kematian

.

karat besi hanya meniru lapuknya kayu

dimana air mata tuntaskan perihnya raga

dan tulang memutih

sebening salju, kaku

tinggalkan aib

menusuk buih-buih sajak kehidupan

.

mari lantunkan kata-kata abadi

.

kereta jalan mengikuti arah pikiran

disitu, malaikat pernah menaruh galaksi

berisi tentang pecahnya saturnus dan jupiter

hingga langit berkubang duka

mengapa kita meng-amini-nya

.

langit, di atas segalanya

ribuan sinar tersisa

memberangus kesesatan

menuju bukit-bukit untuk duduk bertafakur

seperti Isa Almasih mendaki bukit golgota

diiringi lonceng-lonceng

mengalunkan simphoni dari kastil

engkau masih saja bertanya,

: itukah jalan kebenaran

.

kita singkap kembali luka

untuk menerangkan puisi Khalil Gibran

tersimpan rapi di perapian cinta

saat kubabat rumput ilalang

di musim hujan bermandikan salju

dan bayi-bayi kecil ditinggal ibunya

mencari kitab kebenaran

di sepenggal catatan perang, masa tirani

raja-raja bertangan besi

.

petaka angin kembali menggoncang

di bumi, yang tinggal sepertiga zaman

binatang-binatang tak lagi buas

duduk tenang, di singgasana kapitalis

adalah aristoteles telah kehilangan filosofi

.

biarkan puisi ini terbaring

menuju pemakaman angin

karena filosofi tidak selalu benar

di zaman ini

di peradaban baru

.

Malang, 2021

.

.

Vito Prasetyo lahir di Makassar, 24 Februari 1964, dan tinggal di Malang. Ia menulis puisi, cerpen, esai, dan resensi yang disiarkan di berbagai media di Indonesia dan Malaysia.

.

CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF. CIOKO; MENUJU JALAN FILSUF.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!