Oleh Lutfi Khakim (Pos Bali, 03 September 2022)
KONON nasib sial merupakan bahan bakar paling ampuh untuk membangun cerita. Kita ingat kisah Cinderella. Bukankah nasibnya begitu apes? Setelah ditinggal mati ayahnya, ia tinggal dengan ibu tiri dan saudara tiri yang jahatnya minta ampun. Namun, kita boleh jadi sepakat bahwa karena nasib sialnya itu, kisah Cinderella menarik dan membekas di benak.
Kita ingat juga legenda Sungging Prabangkara yang bernasib tak kalah apes dari Cinderella. Ia diminta Raja Brawijaya untuk melukis permaisurinya nirbusana. Sialnya, di detik-detik terakhir Sungging Prabangkara menyelesaikan lukisannya, terjadi ‘kecelakaan’ yang membuatnya dituduh telah melihat tubuh bagian intim sang permaisuri. Duh, sudah harus menahan kelelakiannya ketika melukis, malah kena tuduh atas hal yang tidak ia lakukan. Dan lebih sial lagi, Sungging Prabangkara pun mendapat hukuman dari raja.
Begitulah, kita tahu bahwa nasib sial merupakan bahan bakar cerita yang dahsyat.
Kisah-Kisah Perihal Sial
Pada buku kumpulan cerpen Perempuan yang Ngidam Buah Nangka karya Kartika Catur Pelita alias KCP, kita menemui cerita para tokoh yang nasibnya tidak kalah sial daripada Cinderella dan Sungging Prabangkara. Karya sastra berupa 20 cerpen memotret pelbagai kehidupan sosial masyarakat.
Pada cerpen berjudul Aku Tidak Percaya Kau Masih Perjaka, bertutur nasib sial seorang perjaka. Si tokoh siswa SMA dituduh menggelapkan uang SPP-nya untuk menyewa perempuan tuna susila. Ia lahir di keluarga yang “rusak”. Ayah dan ibunya sering bertengkar, dan itu membebani hati dan pikirannya.
Nasib sial berumah tangga termaktub pada cerpen Pemantik Api. Damara dan Mai setelah menikah justru mendapati pertengkaran sering mengisi hari-hari mereka. Hal sepele ternyata bisa jadi pemantik pertengkaran, semisal cara memakai odol, meletakkan handuk basah, atau perihal tidak menata celana dalam!
Nasib sial orang miskin terajut pada cerpen Selimut. Demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan ongkos sekolah anak, sepasang suami-istri bekerja sama membuka bisnis pijat plus-plus. Si istri jadi tukang pijatnya, sang suami yang mencari pelanggan.
Pada cerpen Biografi Orang Pilihan, kita barangkali akan sebal disuguhkan sebuah pertunjukan nasib sial. Sulastri, nama tokoh perempuan dalam cerita, mengalami nasib sial bertubi-tubi seakan tidak berujung.
Perdebatan Perihal Ngidam dan Nasib
Kita menemukan sesuatu yang unik pada cerpen utama, Perempuan yang Ngidam Buah Nangka. Berkisah seorang perempuan yang tengah hamil dan ngidam. Sehingga bisa dikatakan bahwa ada dua tokoh dalam satu tubuh, si perempuan ngidam dan si jabang bayi.
Dikisahkan bahwa tokoh si perempuan ngidam buah nangka. Namun karena ia hanya seorang abdi dalem di sebuah kerajaan dan pada waktu itu buah nangka sangat sulit dicari dan harganya mahal, ia terpaksa mengambil nangka sisa makanan raja yang terlarang untuk dimakan. Atas perilakunya ini, ia dihukum dengan cara mengerikan: perutnya dibelah!
.
Judu buku: Perempuan yang Ngidam Buah Nangka
Penulis: Kartika Catur Pelita
Penerbit: Poiesis Indonesia
Terbit: Juni, 2021
Tebal: vi+127 halaman
ISBN: 978-623-97051-69
.
Nasib si perempuan ngidam sungguh tragis. Sisi menariknya adalah pertanyaan-pertanyaan setelah membaca cerita ini. Saya sendiri setelah membaca cerita ini bertanya, seandainya si perempuan tidak ngidam buah nangka (yang merupakan dorongan dari jabang bayinya) apakah hidupnya akan baik-baik saja? Jika iya, maka pertanyaan ini berlanjut ke pertanyaan berikutnya: berarti, gara-gara si jabang bayi, si perempuan itu harus mati? Ya, mungkin tidak sepenuhnya salah si bayi, ada raja yang kejam dan pelit. Tapi bukankah dorongan ngidam dari si jabang bayi? Atau si perempuan yang salah? Mengapa ia nekat jika sudah tahu risiko besar jika ia makan sisa makanan raja?
Saya pikir pembaca lain pun akan berdebat tentang apakah si perempuan ngidam nekat, atau itu adalah sikap seorang ibu yang berani mengambil risiko demi calon anaknya. Namun, kita juga tahu bahwa ngidam itu, konon datang dari si jabang bayi.
Hal ini membuat kita berpikir, bukankah ini salah si jabang bayi, si perempuan ngidam dapat hukuman mati. Namun si jabang bayi kan juga ikut meninggal. Hal ini membuat kita kembali berpikir, jangan-jangan si jabang bayilah yang tidak ingin terlahir ke dunia. Barangkali ia tahu bahwa dunia adalah tempat yang tidak nyaman. Barangkali ia juga tahu bahwa dilahirkan ke dunia adalah nasib sial. Sehingga sebelum itu terjadi, ia memutuskan membuat ibunya mengidam buah nangka dan akhirnya mendapat hukuman mati.
Cerpen Perempuan yang Ngidam Buah Nangka ini seperti menjadi jawaban sekaligus pertanyaan bagi kisah-kisah di cerpen lain yang berisi nasib-nasib sial. Ngidam yang membawa petaka bagi si perempuan ngidam itu barangkali adalah usaha si bayi untuk menghindari nasib sial. Daripada terlahir ke dunia dan harus menghadapi nasib sial sepanjang waktu (sebagaimana nasib sial para tokoh di cerpen-cerpen yang lain di buku ini), bukankah lebih baik tidak pernah terlahir ke dunia saja sebagaimana nasib (pilihan) si jabang bayi.
Pada akhirnya, membaca kumcer Perempuan yang Ngidam Buah Nangka, kita akan dibawa melihat banyak nasib sial menjadi manusia. Namun, pada saat yang sama kita juga diajak merenungkannya, dan meski tidak begitu kentara; penulis seolah ingin mengatakan bahwa nasib sial bukanlah hal yang luar biasa, hal yang menyedihkan, yang memusingkan dan harus dihindari. Nasib sial adalah kawan dekat kita; manusia, sejak kali pertama dilahirkan di dunia. Demikian. Tabik! ***
.
.
Lutfi Khakim, alumnus Fakultas Pendidikan dan Sastra Indonesia, UNS, Surakarta. Penggiat komunitas Akademi Menulis Jepara (AMJ).
.
.
Leave a Reply