Cerpen, Putu Wijaya, Suara Karya

Pengusaha Idealis

Pengusaha Idealis - Cerpen Putu Wijaya

Pengusaha Idealis ilustrasi Istimewa

2.7
(6)

Cerpen Putu Wijaya (Suara Karya, 21 September 2003)

SEORANG pengusaha muda Indonesia (mestinya dia menjadi anggota HIPMI) mencoba merebut peluang dengan gayanya yang sangat khas. Ia menemui seorang pengusaha asing yang konon ingin menanam modal besar-besaran di Indonesia.

“Saya tahu saya ini nekad,” kata pengusaha muda itu.

“Saya tahu Anda akan mengatakan tak punya referensi tentang diri saya. Saya tahu Anda akan melemparkan proposal yang saya bawa ini ke keranjang sampah, sebelum Anda memeriksanya.

“Saya tahu ini semuanya akan sia-sia. Sebab Anda sebelum datang ke Indonesia pasti sudah punya banyak pilihan. Ini semuanya, seperti biasanya, hanya sebuah sandiwara. Tapi tak apa. Tak ada salahnya untuk mencoba.”

Taipan dari mancanegara itu tersenyum. Ia menjabat tangan sang pengusaha muda dengan hangat. “Anda terlalu curiga,” jawabnya dengan ramah.

“Kecurigaan yang sangat tipikal seorang anak muda dinamis yang memiliki energi yang besar. Tapi apakah juga itu berarti potensi yang besar?”

Sang pengusaha muda tersenyum kecut karena merasa kena job. Tapi ia tidak kalah gesit. Ia langsung putar otak dan menjawab dengan kalimat-kaliamat yang tersusun baik.

“Soal potensi, itu tergantung siapa dan bagaimana melihatnya. Seorang yang luar biasa seperti Anda—saya yakin referensi yang saya baca tentang Anda seratus persen akurat—tak akan menghabis-habiskan waktu Anda yang sedikit, untuk menerima seorang yang tidak potensial.

“Kesempatan yang Anda berikan untuk bertemu ini, buat saya, sudah merupakan satu kehormatan besar. Karena itu berarti bahwa potensi saya diperhitungkan. Tapi silakan koreksi saya kalau salah.”

Taipan itu tertawa.

“Jangan terlalu yakin pada asumsi Anda, sebelum ada bukti-bukti konkrit. Saya selalu mencoba untuk realistik, menomorsatukan fakta dan data, karena pekerjaan saya adalah angka-angka.

Baca juga  Menjadi Karet Kebo

Dunia yang kering dimana keterlibatan emosional sangat tidak diperlukan, sebab dapat menghancurkan semuanya. Itu motto saya.

Tapi jawaban Anda amat impresif. Setidak-tidaknya saya bertambah yakin saya berhadapan dengan seseorang yang bisa saya ajak bicara. Itu sudah merupakan awal yang baik.”

Mereka masih berdiri berhadapan.

“Sekarang yang pertama sekali yang akan saya tanyakan,” lanjut Taipan mancanegara itu, “berikan saya satu alasan yang bagus, mengapa saya harus mengorbankan waktu saya untuk Anda, sementara banyak sekali orang lain yang sekarang antre ingin menjadi partner saya.”

Pengusaha muda itu mengangguk.

“Oke. Pertama sekali, tentu saja karena saya punya sebuah proposal yang bagus. Tapi itu memerlukan waktu untuk menjelaskannya.

Lagipula Anda pasti sudah punya sikap skeptik, karena sebuah proposal memang selalu penuh dengan bullshit.

Walhasil, proposal yang saya bawa ini, betapa pun kerennya, pasti tidak ada gunanya. Tapi ada satu hal lain, yang saya miliki, yang harus menjadi pertimbangan Anda.

Yang harus membuat Anda memilih saya menjadi partner Anda dan bukannya orang lain, meskipun secara finansial mereka lebih kuat. Anda lihat saja saya langsung. Terus terang, saya memang tidak memiliki sumber dana yang kuat, meskipun tidak berarti sama sekali tidak memiliki.

Tapi apa yang lebih potensial dari kejujuran? Saya kira Anda mengerti apa yang saya maksudkan. Dan saya tidak usah menjanjikannya, karena saya biasa melaksanakannya.”

Taipan itu tersenyum mengerti.

Excellence,” pujinya.

Sang pengusaha muda melanjutkan kenuturannya.

“Kedua. Saya masih muda, berjiwa progresif. Saya juga agresif dalam merebut peluang-peluang usaha. Dan saya memiliki idealisme yang tidak dimiliki pengusaha-pengusaha besar lain yang sudah mapan.

Mereka bekerja untuk menumpuk uang, untuk menjadi lebih kaya. Saya bekerja, dengan cita-cita untuk ikut membangun negeri saya agar makmur seperti negeri Anda, setidak-tidaknya memiliki GNP yang layak dalam satu dasawarsa berikut ini.

Baca juga  Hujan yang Indah

Saya kira itulah tipikal partner yang Anda butuhkan untuk investasi Anda yang amat berbahaya itu. Kenapa saya bilang berbahaya?

Karena terlalu besar dan bagus. Terlalu banyak musuh-musuh Anda, justru karena rencana investasi itu begitu menggairahkan. Siapa yang tak ingin merampok atau menggagalkan rencana Anda, karena ingin menggantikan posisi Anda?”

Taipan itu tertawa.

Tentu saja tertawa seorang taipan yang sulit ditebak. Lalu ia mengulurkan tangan.

Very good,” ulangnya sekali lagi. “Performance Anda amat impresif. Saya punya kesan khusus untuk Anda.

Saya yakin Anda akan menjadi pengusaha hebat di masa yang akan datang. Saya merasa beruntung kalau masih sempat menyaksikannya.”

Taipan itu mengulurkan tangannya. Sang pengusaha muda jadi grogi, belum sempat duduk, dia sudah diusir. Tetapi apa boleh buat, dia terpaksa menyambut.

“Anda seorang idealis sejati,” kata sang Taipan sambil mengguncang tangan anak muda itu.

“Tapi kalau boleh saya beri nasihat sebagai orang yang lebih tua, lebih baik kaya dulu, baru menjadi idealis. Bukan idealis dulu.

Karena idealis tidak akan pernah membuat Anda menjadi orang kaya. Selamat siang.”

Pertemuan pun berakhir.

Sang pengusaha muda, suka atau tidak suka, keki atau tidak keki, terpaksa ngacir.

Calon-calon partner lain yang lebih mapan dengan penampilan yang lebih profesional dan backing finansial yang lebih solid, satu persatu masuk, menjajakan proposalnya dengan kiat masing-masing.

Sang pengusaha muda pulang kandang. Ia merasa sudah gagal total. Tapi secara tak disengaja, ia bertemu kembali dengan Taipan itu di sebuah pesta (mestinya pesta yang diselenggarakan oleh HIPMI).

“Hallo idealis,” tegur Taipan itu terlebih dulu.

Sang pengusaha muda sempat grogi, tapi cepat ambil posisi.

Baca juga  Cinta Tak Ada Mati

“Saya sudah berhenti jadi idealis, setelah bertemu dengan Anda beberapa hari lalu,” jawabnya kemudian tanpa ditanya.

Taipan itu tetawa.

“O ya? How come?”

Pengusaha muda utu tersenyum.

“Karena saya ingin menjadi idealis.”

Taipan itu mengernyitkan alisnya.

“O ya?”

Sure!”

Taipan itu mengangguk-angguk. Ia nampak sangat terkesan.

“Oke fine. Saya belum mendapatkan seorang partner yang cocok. Bagaimana kalau Anda besok datang ke office saya? Bisa?”

Mestinya pengusaha muda itu menjawab ya. Karena pucuk dicinta ulam tiba.

Tapi ternyata dia menjawab lain. “Maaf,” kata pengusaha muda itu sambil tersenyum ramah.

“Saya kira tidak ada gunanya menjadi partner kalau kita sudah tidak sepaham dalam filosofi dasar kita.”

Taipan mencanegara itu tercengang. Ia—sekadar mengingatkan: diantre seabrek pengusaha kakap yang melamar jadi partnernya—membelalakkan mata. Semua juga tahu, kalau seorang taipan berekspresi seperti itu, artinya fatal.

Tapi apa yang terjadi? Taipan itu kemudian memilih anak muda itu menjadi partner-nya.

Kenapa?

Kalau seorang anggota HIPMI seperti Anda tidak tahu jawabnya, kebangetan sekali. ***

.
Pengusaha Idealis. Pengusaha Idealis. Pengusaha Idealis. Pengusaha Idealis.

Loading

Average rating 2.7 / 5. Vote count: 6

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. motivasi yang membangkitkan diri

Leave a Reply

error: Content is protected !!