Cerpen, Kompas, Seno Gumira Ajidarma

Malamnya Malam

Malamnya Malam - Cerpen Seno Gumira Ajidarma

Malamnya Malam ilustrasi GM Sudarta/Kompas

4
(6)

Cerpen Seno Gumira Ajidarma (Kompas, 08 Januari 1984)

HUJAN sepanjang hari akhirnya berhenti. Bulan muncul perlahan-lahan dari balik ranting. Orang-orang berjalan sepanjang trotoar yang basah sehabis hujan membasahi segenap genting-genting dan teras-teras tak beratap di kota itu.

Hujan yang airnya memenuhi selokan menggenangi halaman membuat gang-gang kampung yang sempit menjadi becek sehingga anak-anak dan ibu-ibu terpeleset jika kurang hati-hati. Angin datang dan pergi dan bertiup mengembus jendela dan menyibakkan gorden dan membasuh hati setiap manusia yang kecewa dan meliuk-liuk dan berkelok di gang-gang kampung menawarkan dingin sebagai ganti kesedihan yang siapa tahu sedang menimpa seseorang agar jadi mengantuk dan agak nyaman tidurnya dalam angin yang bertiup setelah hujan baru saja berhenti.

Gedung-gedung kuyup dalam malam yang semakin kelam dan semakin dingin dan semakin menggigil bersama daun-daun yang memberat karena embun. Lampu-lampu jalan menyala dengan sepi dan terasing dalam kabut yang tampak terang karena cahaya yang membias dan mengambang di udara dan bila mobil-mobil pada malam itu melesat uap melompat-lompat dari bekas roda dan meninggalkan bunyi yang aneh tapi tidak mengganggu dan lembut seperti nyanyian yang merayu dengan sedikit sentakan empuk pada malam yang dingin dan sepi sehabis hujan seperti itu.

Di trotoar yang kini telah menjadi kosong kadang terlihat seorang lelaki berjaket tebal berjalan sendiri dengan kepala tunduk serta kadang-kadang lelaki semacam itu merokok dengan asap yang dihirup dalam-dalam bagai menyerap suasana ke dalam lubuk hatinya yang barangkali saja merana berkepanjangan ketika ditinggalkan seseorang yang tetap saja melekat mengiris-iris perasaannya dalam kenangan.

Seorang perempuan turun dari taksi yang mengerem dengan decit keras yang membuat orang-orang menoleh dan segera masuk rumah setelah pintu dibuka dan taksi pergi dan langkah sepatu tingginya meninggalkan bunyi tertentu yang membangkitkan rasa ingin tahu siapa saja yang mendengar jika ada yang mendengar dalam malam yang dingin serta sepi sehabis hujan seperti itu.

Dan dari jendela yang membuka tiba-tiba terdengar suara merdu tapi nyaring memanggil tukang bakmi tik-tok-tik-tok yang lewat dengan harap-harap cemas dagangannya tak laku dalam malam yang dingin dan sepi sehabis hujan yang deras yang telah menghanyutkan gubuk-gubuk gelandangan di tepi sungai di dalam kota yang tiba-tiba naik permukaannya dalam hujan yang sepanjang hari menderas sampai senja dan baru berakhir sebelum malam.

Baca juga  Domino

Air menetes dari talang dari pucuk daun dari kawat listrik dan dari langit. Sisa-sisa hujan dari langit menitik dalam gerimis sangat tipis dan kabur dalam embusan angin sehingga titik-titik air itu tampak bagus dalam cahaya lampu kuning di jalanan dan suara air mengalir di tepi jalan mengejar selokan terasa tetap, mesra dan bersahaja dan justru karenanya lantas memberi perasaan rawan.

Itulah soalnya kini bila aku harus menemuimu lagi.

Langit-langit bergeser dan hatiku yang gelisah bersama resah bar dan lampu-lampu muram terbata-bata bersama lagu penyanyi yang tak henti mengalun. Kutahu dirimu sedang melayang dalam mabuk dalam sepi dalam keasingan yang jauh ketika aku sia-sia saja menantimu di bar ini dalam asap dan suara-suara yang menenggelamkan diriku bersama perempuan-perempuan wangi bagai dalam mimpi dalam remang-remang ruangan yang sesekali tampak seram di tengah sejumlah orang tak kukenal yang tak henti-hentinya tertawa entah sungguh-sungguh gembira entah pura-pura bahagia.

Aku menunggu malam berakhir di tempat ini.

Malam yang masih saja tak pergi bagai lagu yang panjang sekali bagai percakapan dan gumam yang tiada habisnya mengambang di bar itu dalam mabuk bir dan whisky-cola dalam cumbu dan rayu perempuan yang wangi dan ramah dan baik serta selalu siap jatuh cinta entah dari mana asalnya entah pula siapa ayah ibunya.

Wajah-wajah yang rela dibawa ke mana saja dalam malam yang sepi dan dingin sehabis hujan. Wajah-wajah yang selalu kulihat di perkumpulan malam manapun yang hingar-bingar maupun yang sunyi-sepi yang juga selalu terlihat di hotel-hotel tempat diriku bertemu denganmu tanpa seorang pun di dunia ini yang tahu.

Sepi merayapi aspal yang basah dan bayangan lampu-lampu kuning jalanan membiaskan cahaya lampu mobil yang lewat dengan cepat mendesah membawa orang-orang entah siapa namanya entah bagaimana perilakunya dan entah mengapa berada di sana melesat hilang di tengah malam yang sungguh-sungguh terasa kelam dalam segenap cahaya neon yang sia-sia mencerahkan perasaan.

Baca juga  Lelaki Tua dan Sebuah Seragam

Sepi tak peduli pada sesak bar pada jerit perempuan penghibur pada gelinjang di ranjang hotel-hotel kelas dua yang mesum dengan karpet kotor serta seprei yang masih memperlihatkan bercak-bercak sisa orang-orang yang main cinta di ranjang itu malam-malam yang lalu.

Di emper-emper toko gelandangan dan orang gila bergelimpangan tak mendapat tempat karena masih ada penjaga malam dan tukang-tukang pukul memerlukan tempat untuk main judi dan ngopi sepanjang malam yang basah dan dingin sehabis hujan ketika kabut tampak terang berbias cahaya lembut dan empuk membuat siapa pun lantas terkenang pada sanak keluarga di kampung halaman yang serasa betapa jauhnya, betapa jauhnya, betapa jauhnya.…

Dan dua perempuan keluar dari bar yang memperdengarkan suara menghentak-hentak sejenak sebelum pintu tertutup kembali dan penjaga parkir sejenak melihat asap rokok dan orang-orang yang berdesakan dalam cahaya merah dan ungu dengan mata sayu karena kebanyakan minum meski tetap terus menerus tertawa-tawa dan tertawa-tawa dan tertawa-tawa.

Dan malam yang sudah semakin sunyi di luar menyaksikan dua perempuan entah siapa orang tuanya di kampung tersaruk-saruk diseret mabuk dengan mulut meracau sepanjang jalan dan mengigau ke mana suami-suami mereka pergi. Dan mereka berdua saja saling berpelukan sepanjang jalan menyeret nasibnya ketika embun semakin memberat di daunan pohon mangga.

Dan tanah basah dan semut keluar semuanya dan segerombol terinjak sepatu mereka yang mulai melangkah masuk gang yang sempit tempat mereka mondok dari bulan ke bulan selama masih bisa membayar dengan uang maupun dengan tubuh mereka sendiri.

Mega-mega bergerak ditiup angin menyergap bulan yang baru terlihat sebentar dan suhu semakin turun menggigilkan penjaga parkir yang terkenang kamarnya di rumah yang hangat dan berkasur empuk meskipun kapasnya telah mulai keluar tempat anak dan istrinya tidur berpelukan dan kedinginan tanpa selimut tanpa kain tanpa sarung tanpa apapun selain sesuatu seperti pakaian yang melekat di badan. Sisa hujan menetes dari segala benda dan tempat yang bisa meneteskan air.

Dan kamukah di ujung jalan itu berjalan cepat-cepat bagai takut dirampok orang karena memang pada malam yang dingin dan sepi sehabis hujan seperti ini bisa saja kamu bahkan diperkosa ketika orang-orang melihatmu berjalan sendirian di jalan yang sepi di pinggir toko-toko yang lampu etalasenya masih menyala memamerkan barang-barang yang selalu kita mimpikan.

Baca juga  Mati Setelah Mati

Betul kamukah itu melangkah cepat-cepat mendekap tas kecil dan bau wangi dari rambutmu yang hitam dibawa angin sampai kemari menyentakkan aku dari lamunanku dan membuat hatiku berdebar-debar entah kenapa karena mengenalimu.

Apakah kamu yang keluar dari hotel itu?

Dan angin mendesis-desis dan mobil malam mendesah lewat berkelebat dalam sunyi yang asing dan sendirian bersama tiang-tiang listrik dan tembok-tembok dan pagar besi dan reklame jalanan raksasa yang warna-warni sunyi sendiri ditelan kabut dan gelap yang ungu dan biru dalam malam yang makin jauh dalam mimpi-mimpi yang bercumbu dengan mimpi-mimpi yang lain lagi.

Lampu reklame kerlap-kerlip sepanjang jalan dengan gambar perempuan yang bibirnya terbuka dengan tubuh yang sintal yang bibirnya merah yang matanya bagai mengerjap mengundang.

Aku harus merelakanmu untuk bercinta di kamar-kamar hotel yang pengap dan tinggal sendiri saja menulis puisi-puisi sepi seorang penganggur yang terdampar di kota besar yang tak pernah akrab dan mesra seperti kota kecilku dulu yang kini tak ada lagi karena telah juga menjadi kota besar yang megah, angkuh, dan tak peduli.

Sunyi dan dingin malam melanda dan menjauhkan aku darimu dan kakiku pun berat rasanya untuk mengejarmu hanya bisa memandangimu saja dari tempat ini bahkan kamu pun mungkin sudah tak mengenali aku lagi.

Malam tambah sunyi dan berat setelah gerimis turun ketika di ujung jalan itu kudengar suaramu menjerit dan kamu tak kulihat lagi dan aku berlari mencari tempat yang terlindung dan kehilangan jejakmu dan tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa mendengar suara hujan yang menderas tanpa tanda-tanda akan segera mereda sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali memasuki sebuah bar.… ***

.

.

Jakarta, 1982–1983

.

Malamnya Malam. Malamnya Malam. Malamnya Malam. Malamnya Malam. Malamnya Malam.

Loading

Average rating 4 / 5. Vote count: 6

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. ditgans

    wuuuahahahhh baguss bangeetttttttsssszzz!!!!!!!?!!?

Leave a Reply

error: Content is protected !!