Puisi Acep Zamzam Noor (Majalah Sastra Pusat Edisi 21/2022)
MENJADI MAWAR
.
Cinta telah menitipkan setangkai duri
Untuk kuterjemahkan menjadi mawar
Cinta menggulirkan setetes embun pagi
Untuk meneguhkan hatiku yang gemetar
Lalu tanganku bergerak menuliskan puisi
Yang disampaikan surya lewat sinarnya
.
Cinta telah mengirimkan sepucuk surat
Untuk kuselami maknanya bersama senja
Cinta menghempaskan ombak ke tengah selat
Untuk mengusik kerinduanku yang lama reda
Lalu langkahku beranjak menuju kaki langit
Di mana semua warna lebur menjadi sepi
.
2020
.
.
.
JARAK MENDUNG DENGAN HUJAN
.
Setiap mendengar
Kokok ayam yang pertama
Aku paham bahwa subuh adalah saat
Di mana kita khusyuk merindu
.
Setiap memandang
Gunung yang tertutup awan
Aku menduga bahwa keterpisahan kita
Hanya sejauh jarak mendung dengan hujan
.
Setiap mengingat
Rembang yang memancarkan sinar
Aku percaya bahwa bintang-bintang di langit
Semuanya berasal dari pantulan matamu
.
2021
.
.
.
MENDENGAR KEMBALI SUARAMU
.
Mendengar kelepak elang
Dari arah yang tak pernah terduga
Ibarat mendengar kabar buruk
Sebelum rembang petang
.
Waktu membentuk komposisi
Dengan warna-warna kematian
Pada lengkung yang kusam
Pada kanvas langit yang lapang
.
Ayam berkokok ke arah fajar
Saat posisi bulan masih cukup berjarak
Di ufuk barat. “Aku akan pergi sebelum azan
Membangunkan kenangan,” katamu
.
Mendengar kembali suaramu
Dari sudut yang tak akan terbayangkan
Ibarat menerima telegram duka
Sebelum gempa bumi terjadi
.
2021
.
.
.
HARIBAAN TAKDIR
.
Pengembaraan yang dikobarkan rindu
Entah kapan akan sampai pada titik akhir
Di haribaan takdir. Aku hanya seutas sumbu
Yang menjadi perantara bagi kobaran api
Tapi sesungguhnya engkaulah minyak
.
Ketabahan bukan sekadar bilangan angka
Tahun-tahun yang lepas dari almanak
Membusuk bersama jarak. Aku masih bernapas
Karena engkau telah menjadi udara murni
Yang kuhirup sepanjang penantian ini
.
2021
.
.
.
SELEMBAR KERTAS
.
Di tengah udara yang ditaburi cahaya
Aku membayangkan waktu menghampar luas
Seperti samudra. Kematian sekadar noktah kecil
Perahu yang berlayar dari pantai ke pantai
Dan menorehkan jejak pada telapak air
.
Kadang ingin tenggelam bersama sunyi
Atau pasrah mengikuti gelombang
Yang menabrak karang. Aku membayangkan
Waktu berputar seperti angin limbubu
Dan ajal hanyalah selembar kertas
.
2021
.
.
Acep Zamzam Noor kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat. Sehari-harinya bergiat di Sanggar Sastra Tasik dan Komunitas Azan. Kumpulan puisi terbarunya “Gema tanpa Sahutan” (Diva, 2022).
.
.
Leave a Reply