Acep Zamzam Noor, Majalah Sastra Pusat, Puisi

MENJADI MAWAR

MENJADI MAWAR - Puisi Acep Zamzam Noor

Acep Zamzam Noor/dokumentasi Majalah Sastra Pusat

5
(2)

Puisi Acep Zamzam Noor (Majalah Sastra Pusat Edisi 21/2022)

MENJADI MAWAR

.

Cinta telah menitipkan setangkai duri

Untuk kuterjemahkan menjadi mawar

Cinta menggulirkan setetes embun pagi

Untuk meneguhkan hatiku yang gemetar

Lalu tanganku bergerak menuliskan puisi

Yang disampaikan surya lewat sinarnya

.

Cinta telah mengirimkan sepucuk surat

Untuk kuselami maknanya bersama senja

Cinta menghempaskan ombak ke tengah selat

Untuk mengusik kerinduanku yang lama reda

Lalu langkahku beranjak menuju kaki langit

Di mana semua warna lebur menjadi sepi

.

2020

.

.

.

JARAK MENDUNG DENGAN HUJAN

.

Setiap mendengar

Kokok ayam yang pertama

Aku paham bahwa subuh adalah saat

Di mana kita khusyuk merindu

.

Setiap memandang

Gunung yang tertutup awan

Aku menduga bahwa keterpisahan kita

Hanya sejauh jarak mendung dengan hujan

.

Setiap mengingat

Rembang yang memancarkan sinar

Aku percaya bahwa bintang-bintang di langit

Semuanya berasal dari pantulan matamu

.

2021

.

.

.

MENDENGAR KEMBALI SUARAMU

.

Mendengar kelepak elang

Dari arah yang tak pernah terduga

Ibarat mendengar kabar buruk

Sebelum rembang petang

.

Waktu membentuk komposisi

Dengan warna-warna kematian

Pada lengkung yang kusam

Pada kanvas langit yang lapang

.

Ayam berkokok ke arah fajar

Saat posisi bulan masih cukup berjarak

Di ufuk barat. “Aku akan pergi sebelum azan

Membangunkan kenangan,” katamu

.

Mendengar kembali suaramu

Dari sudut yang tak akan terbayangkan

Ibarat menerima telegram duka

Sebelum gempa bumi terjadi

.

2021

.

.

.

HARIBAAN TAKDIR

.

Pengembaraan yang dikobarkan rindu

Entah kapan akan sampai pada titik akhir

Di haribaan takdir. Aku hanya seutas sumbu

Yang menjadi perantara bagi kobaran api

Tapi sesungguhnya engkaulah minyak

.

Ketabahan bukan sekadar bilangan angka

Tahun-tahun yang lepas dari almanak

Baca juga  Jonker Walk

Membusuk bersama jarak. Aku masih bernapas

Karena engkau telah menjadi udara murni

Yang kuhirup sepanjang penantian ini

.

2021

.

.

.

SELEMBAR KERTAS

.

Di tengah udara yang ditaburi cahaya

Aku membayangkan waktu menghampar luas

Seperti samudra. Kematian sekadar noktah kecil

Perahu yang berlayar dari pantai ke pantai

Dan menorehkan jejak pada telapak air

.

Kadang ingin tenggelam bersama sunyi

Atau pasrah mengikuti gelombang

Yang menabrak karang. Aku membayangkan

Waktu berputar seperti angin limbubu

Dan ajal hanyalah selembar kertas

.

2021

.

.

Acep Zamzam Noor kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat. Sehari-harinya bergiat di Sanggar Sastra Tasik dan Komunitas Azan. Kumpulan puisi terbarunya “Gema tanpa Sahutan” (Diva, 2022).

.

.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!