Cerpen, Koran Tempo, TA Rahman

Gulai Ayam

Gulai Ayam - Cerpen TA Rahman

Gulai Ayam ilusrasi Ima Yunni/Koran Tempo

3.4
(5)

Cerpen TA Rahman (Koran Tempo, 01 Januari 2023)

DULU ketika kakak perempuan ibuku (kami memanggil beliau Nyakku) masih hidup, setiap kali ada yang memasak gulai ayam di rumah, beliau pasti kesurupan dan meminta untuk diberi gulai ayam. Tidak hanya di rumah kami, kejadian serupa juga menimpa beberapa anggota keluarga lain di gampong* kami. Beberapa orang tua sebaya Nyakku akan kesurupan ketika ada yang memasak gulai ayam di rumahnya.

Kedengarannya lucu. Sama seperti kalian, aku juga awalnya menganggap kejadian ini seperti guyonan. Bagaimana bisa orang-orang tua yang giginya sudah goyang itu kesurupan setiap kali ada yang memasak gulai ayam di rumahnya.

Namun kejadian-kejadian itu malah jadi mengerikan ketika aku menanyakan kepada ibu alasan di balik semua itu terjadi, selepas Nyakku meninggal.

Kata ibu, arwah yang merasuki Nyakku adalah teman sekolah Nyakku ketika remaja dulu. Orang-orang tua lain yang sering kerasukan di gampong kami juga teman sekolah dari arwah yang gentayangan tersebut.

Alasan arwah tersebut gentayangan sebetulnya sederhana, hanya karena beliau meninggal ketika istrinya sedang memasak gulai ayam di rumah. Namun alasan beliau meninggal cukup mengerikan.

Pada era 60-an, seperti di daerah lain pada umumnya, pemerintah “militer” sedang melakukan upaya pemusnahan kader-kader PKI, termasuk di kampung kami. Salah satu orang yang dicurigai sebagai kader PKI adalah arwah yang gentayangan tersebut.

“Sepertinya tidak mungkin ada kader PKI di gampong sepelosok ini,” komentarku mendengar cerita ibu.

Lagi pula pengaruh PKI di Aceh juga lemah. Barangkali beliau hanya simpatisan, atau bisa jadi korban fitnah dari orang-orang yang sakit hati, dan kebetulan saja namanya ada di daftar penerima bantuan pertanian PKI. Pikirku tanpa berani kuutarakan lagi karena melihat raut ibu sudah masam lantaran cerita beliau kupotong.

Baca juga  Laila

Lanjut ibu, (mendengar cerita Nyakku) beliau memang terkenal pintar ketika sekolah. Sering juga semasa hidup arwah tersebut berorasi tentang pergerakan di kampung kami. Hingga suatu hari, ketika istrinya sedang memasak gulai ayam, tepat ketika gulainya mendidih tinggal dihidangkan, aparat mendobrak paksa rumahnya dan langsung menghajar beliau di tempat hingga tewas. Mayatnya diseret entah ke mana.

Kebetulan hari ini ibu masak gulai ayam. Ketika sedang lahap menyantap hidangan, tiba-tiba saja aku teringat kejadian Nyakku yang sering kesurupan belasan tahun lalu. Iseng-iseng kutanyai ibu nama arwah yang gentayangan itu, namun ibu malah menghardik.

Hussthana get ta bahas gop yang ka hana lee.”

Koen hana peu, gop nyan pih cuman ditudoh PKI,” jawabku.

Setelah beberapa saat mengalihkan pembicaraan, aku kembali menanyai ibu nama arwah tersebut.

Nan asli gopnyan ka tuwoe Nyak, cuman awak gampong biasa hoei Bakonin…,” jawab ibu.

Beberapa saat, aku merasa familier dengan nama itu. Tapi tak kuambil pusing. Selepas makan dan membersihkan alat makan, aku masuk kamar untuk menamatkan buku kiri yang kucuri dari pustaka kampus berjudul God and State. ***

.

.

Keterangan:

gampong: kampung dalam bahasa Aceh

hana get ta bahas gop yang ka hana lee: tidak baik membicarakan orang meninggal

Koen hana peu, gop nyan pih cuman ditudoh PKI: kan tidak masalah, beliau pun hanya dituduh PKI

Nan asli gopnyan ka tuwoe Nyak, cuman awak gampong biasa hoei Bakonin: nama asli beliau sudah lupa ibu, tapi orang kampung biasa memanggilnya Bakonin

.

.

TA Rahman adalah seorang mahasiswa. Ia merupakan anak dari pasangan petani dan guru agama.

.

.

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!