Cerpen Fajar Irawati (Suara Merdeka, 29 Desember 2022)
DONI sangat kecewa ketika dia harus memperbaiki skripsinya kembali setelah berkali-kali dia menghadap Pak Widi, dosen pembimbingnya. Sudah tidak terhitung berapa kali dia harus menghadap beliau untuk bimbingan skripsi. Padahal, dia sudah memperbaiki sesuai permintaannya. Namun, setelah dia perbaiki dan diajukan kembali, masih ada saja yang disalahkan.
Padahal, dia ingin sekali segera mendapatkan gelar sarjana tahun ini sehingga bisa membahagiakan ibunya yang selama ini membesarkannya seorang diri. Ayahnya meninggal sejak dia berumur lima tahun, sementara ibunya belum menikah lagi. Untuk biaya hidup sehari-hari, ibu Doni membuka warung makan dan toko baju.
Untuk mengobati kekecewaannya, Doni bertandang ke rumah Galih—sahabatnya—untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya. Dia merasa lega apabila ada masalah lalu dia ceritakan kepada sahabatnya itu. Setelah dia memarkirkan motor di halaman rumah Galih, dia segera menemui sahabatnya. Di ruang tamu, Doni menceritakan kekecewaannya kepada sahabatnya tentang tugas akhirnya yang belum kelar juga.
“Dasar dosen killer! Berkali-kali aku memperbaiki skripsiku, tapi selalu saja ada yang salah. Apa sih maunya!?”
“Kamu baru datang kok malah ngomel-ngomel, sih? Nih, diminum!” kata Galih sambil menyodorkan segelas air putih untuk Doni.
Doni menerima gelas berisikan air putih itu, lalu meneguknya. Kemudian, dia kembali mengungkapkan semua kekecewaannya kepada Galih, sementara sahabatnya hanya mendengarkannya saja. Ketika Doni sedang berkeluh kesah kepada sahabatnya, tiba-tiba dari pintu terdengar suara perempuan mengucapkan salam.
“Assalamuíalaikum.”
Di depan pintu, berdirilah seorang gadis cantik berpakaian gamis warna ungu dan hijab panjang dengan warna senada.
“Wa ‘alaikumsalam, eh, Nita. Silahkan masuk! Cari Yuli, ya?” kata Galih.
“Iya. Yuli ada, Mas Galih?”
“Iya, ada. Sebentar saya panggilkan. Duduk dulu, Nita!”
Galih masuk ke dalam untuk memanggil Yuli, sementara Doni dan Nita berada di ruang tamu berdua. Doni memandang gadis itu dan dia terpesona dengan keanggunannya. Selama ini, belum ada gadis yang membuatnya terpesona seperti ini. Sebenarnya, dia ingin menyapanya. Namun, dia merasa malu. Dia berharap suatu saat Galih akan mengenalkan gadis itu kepadanya. Ketika Doni sedang terpesona dengan kecantikan gadis itu, tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara Yuli, adik Galih.
“Hai, Nita. Kita ke halaman belakang saja, yuk!” ajak Yuli.
“Iya, Yul.” Nita berdiri dan mengikuti Yuli.
Tanpa sadar, mata Doni mengikuti gadis itu.
“Hei! Tundukkan pandanganmu, Don!”
Suara Galih membuat Doni kaget dan malu.
“Siapa, itu, Lih?” tanya Doni
“Nita, teman adikku. Dia adik kelas kita kok.”
“Oh, ya? Kok aku nggak pernah lihat di kampus, ya?”
“Jelaslah. Kamu kan hanya fokus di skripsimu yang nggak kelar-kelar juga. Ha-ha-,” canda Galih.
Wajah Doni kembali muram mendengar kelakar sahabatnya.
***
Setelah pertemuannya dengan Nita di rumah Galih, Doni merasa penasaran dengan gadis itu. Entah mengapa wajahnya selalu saja dalam ingatannya. Dia memohon kepada Galih untuk mengenalkannya dengan Nita. Namun, Galih selalu menolaknya dengan alasan agar dia fokus dulu di skripsinya. Galih berjanji akan mengenalkan Nita kepadanya apabila dia sudah menyelesaikan skripsinya.
Suatu hari, Doni sedang mencari buku referensi untuk skripsinya di perpustakaan kampus. Di sana, dia melihat Nita sedang mencari buku. Dengan hati berdesir, dia mencoba mendekati gadis itu dan menyapanya.
“Ma-ma-maaf, kamu Nita, kan?” kata Doni terbata-bata karena menahan degup jantung yang berdebar kencang.
“Iya, saya Nita,” jawab Nita tersenyum manis.
“Saya Doni,” kata Doni sambil mengulurkan tangannya.
Nita mengatupkan kedua tanggannya dan menarik ke dadanya. Dia tidak mau bersalaman dengan Doni.
“Ups, maaf.” Doni menarik tangannya kembali lalu melanjutkan perkataannya.
“Dulu kita pernah bertemu saat kamu main ke rumah Yuli, dan saya ada di sana.”
“Oh, iya. Saya ingat. Emmm, maaf Mas Doni, saya mau ke kelas dulu, ya. Sebentar lagi ada kuliah,” kata Nita.
“Oh, silahkan,” kata Doni agak kecewa dengan sikap Nita yang kurang hangat ketika dia mengajaknya berkenalan. Hal ini membuat Doni semakin penasaran dengan Nita.
***
Suatu malam di rumah, Doni sedang mengerjakan tugas skripsinya. Kemudian, ibunya mendekatinya dan berkata kepada Doni.
“Bagaimana skripsimu, Don? Ibu ingin sekali melihat dan mendampingi kamu di acara wisuda.”
“Doakan semoga cepat selesai, Bu. Doni janji, maksimal dua bulan lagi, Doni harus selesai.”
Doni tidak mau bercerita tentang dosen pembimbingnya yang selalu menyusahkan dalam menyelesaikan skripsinya. Dia tidak mau menambah beban pikiran ibunya.
“Don, ibu mau bilang sama kamu.”
“Bilang apa, Bu?”
“Ibu kan sudah lama sendiri. Emmm, boleh tidak kalau ibu menikah lagi?”
Doni tersentak dengan ucapan ibunya. Sebelumnya, ibu tidak pernah mengatakan ingin menikah lagi. Selama ini, dia juga tidak pernah melihat ibu dekat dengan seorang pria.
“Ibu akan menikah lagi dengan siapa?” tanya Doni.
“Dua bulan yang lalu, ketika ibu ke rumah Pakde Adi, beliau mengenalkan ibu dengan duda beranak satu. Setelah kami berkomunikasi jarak jauh, kami merasa cocok.”
“Terserah, Ibu saja, deh. Kalau Ibu bahagia, Doni pasti ikut senang,” kata Doni.
Wajah ibu Doni nampak berseri mendengar jawaban putranya.
“Hari minggu besok, calon suami ibu akan kemari dengan keluarga besarnya untuk melamar ibu dan juga ingin berkenalan lebih jauh dengan keluarga besar kita.”
***
Hari Minggu yang dinanti tiba, keluarga besar Doni bersiap menyambut calon pendamping hidup ibu Doni. Sambil menunggu kedatangan calon pendamping ibunya, Doni mengetik tugas skripsi di kamarnya. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu. Dia sangat berharap skripsinya segera selesai.
Ketika Doni sedang mengetik, dia mendengar keramaian di ruang tamu dari dalam kamarnya. “Sepertinya, tamunya sudah datang,” ujarnya dalam hati.
Doni segera bergegas menyimpan data dan mematikan laptopnya. Setelah itu, dia menuju ke ruang tamu untuk ikut serta menyambut keluarga besar calon suami ibunya. Ketika Doni sudah berada di ruang tamu, dia melihat beberapa tamu sudah duduk di kursi masing-masing. Tiba-tiba, dia sangat terkejut melihat Pak Widi, dosen pembimbingnya dan juga Nita, gadis yang dia kagumi turut hadir di acara ini.
“Duduk di sini, Doni!” pinta Ibu.
Doni mengangguk lalu duduk di kursi sebelah ibunya. Hatinya bertanya mengapa Pak Widi dan Nita hadir di acara ini.
Setelah semua hidangan tersaji di meja, Pakde Adi memandu acara lamaran. Lalu, beliau mempersilahkan Pak Widi untuk berbicara. Kemudian, Pak Widi memperkenalkan diri dan keluarganya, serta menyampaikan maksud kedatangannya kemari.
Doni kembali terkejut setelah mendengar bahwa maksud Pak Widi datang kemari adalah untuk melamar ibunya dan Nita gadis pujaannya adalah putri Pak Widi. ***
.
.
Cilacap, 25 Desember 2021
Fajar Irawati, alumnus Universitas Muhammadiyah Purwokerto, FKIP Bahasa Inggris, Guru SMP Negeri 4 Cilacap. Pernah menjadi sutradara English Mini Drama Competition 2016 dan sutradara Festival Teater Ngapak 2017.
.
Sebuah Misteri Cinta. Sebuah Misteri Cinta. Sebuah Misteri Cinta. Sebuah Misteri Cinta.
Leave a Reply