Agus Dermawan T, Cerpen, Koran Tempo

Josua dan Kisah Sepasang Patung

Josua dan Kisah Sepasang Patung - Cerpen Agus Dermawan T

Josua dan Kisah Sepasang Patung ilustrasi Imam Yunni/Koran Tempo

4.9
(7)

Cerpen Agus Dermawan T (Koran Tempo, 05 Maret 2023)

DI sepojok warung, pada Juli 2012, Josua tampak asyik menyantap bubur ayam.

“Yang paling gurih dari semua elemen bubur ini adalah cakwee,” kata pemuda yang sangat bercita-cita menjadi polisi itu.

Sebagai penggemar penganan, Josua mengamati berbagai macam cakwee yang dijual di Indonesia. Ada cakwee Galaxy yang sangat besar ukurannya, ada cakwee Minion yang pendek membulat bentuknya. Ada cakwee Melambai yang panjang menjuntai formatnya.

“Tapi semua itu berasal dari satu, yakni cakwee Hui-Wang,” kata saya.

Cakwee apa lagi, tuh?” Josua bertanya.

“Itu cakwee yang ada hubungannya dengan kecemburuan, pembunuhan, konspirasi, dan skandal pengadilan di institusi pemerintahan. Kau ‘kan calon polisi, baik apabila tahu cerita itu.”

“Hah?” Josua terperanjat. Ia meminta saya segera menceritakannya.

Maka, sambil bersantap, kalimat demi kalimat saya embuskan di sela kepul uap bubur nikmat.

“Syahdan pada 1103 di Hangzhou, lahir seorang bayi yang dinamai Yue Fei. Sang ayah yang petani miskin gembira dengan kemunculan bayi lelaki itu. Dan kegembiraan bertambah ketika pada saat persalinan ia melihat ada rajawali yang terbang rendah dan melintas anggun di atas rumah. Ini pertanda, Yue Fei akan menjadi lelaki sangat berguna. Isyarat rajawali itu diingat terus oleh ayah dan ibunya. Maka, sejak saat itu, bocah Yue Fei dididik menjadi orang baik, terampil, dan punya jiwa kesatria. Yue Fei pun menjadi prajurit kerajaan yang dipimpin Kaizar Zou Gou. Karier Yue Fei merayap meyakinkan, sampai akhirnya ia menjadi panglima garis depan.”

“Aha, itu mengingatkanku pada judul novel silat Pendekar Pemanah Rajawali karya Jin Yong!” Josua menyela.

“Tidak salah, sobat! Itulah petikan kecil fiksi sejarah sang hebat. Berbagai pertempuran memang berhasil ia selesaikan dengan kemenangan. Spirit bela negara Yue Fei ini juga didorong oleh keluarganya. Bayangkan, ketika Yue Fei menunda maju perang lantaran ibundanya sedang gering, sang ibu malah mendorong agar Yue Fei segera memimpin pasukan di medan genting. Bahkan sang ibu menorehkan tato di tubuh putranya: Jinzhong baoguo! Melayani negara harga mati! Kaisar pun takjub pada si perkasa ini. Karena itu, Yue Fei digadang-gadang menggantikan kedudukannya sebagai raja. Sahibulhikayat bilang, dari kelindan gadang-gadang itu, muncullah nama Qin Hui, seorang inspektur utama pasukan keamanan dalam negeri. Ia sangat iri dan sangat khawatir apabila kursi kekaisaran yang ia idamkan jatuh ke Yue Fei. Ia lantas mengatur siasat. Merancang muslihat.”

Baca juga  Pemanggil Air

“Ah, kesuksesan selalu dihadang keculasan? Seperti keniscayaan….” Josua menyela.

“Tidak selalu begitu! Meski memang itu yang akhirnya terjadi. Syahdan Qin Hui, dengan dibantu istrinya yang bernama Wang, lantas mengatur politik adu domba sehingga menghasilkan perang dengan negeri tetangga. Tujuan Qin Hui dan Wang adalah agar Yue Fei tewas dalam pertempuran.”

“Gugurkah dia?” Josua bertanya.

“Tentu saja tidak karena pasukan Yue Fei selalu menang. Melihat kenyataan betapa Yue Fei selalu unggul, Qin Hui bingung dan Wang bagai dibelit puting beliung. Lalu pasutri ini buru-buru merancang akal busuk baru, yakni dengan mengarang dokumen keuangan palsu. Dalam dokumen bodong itu, Qin Hui menulis: Anggaran belanja negara habis hanya untuk perang. Rakyat banyak yang mati dan miskin. Sedangkan perang itu hanyalah rekayasa Yue Hui. Karena itu, Yue Fei harus dipanggil pulang dari medan laga. Dan harus dihadapkan ke pengadilan negara.”

“Kaisar Zou Gou yang mendadak merasa tertipu lantas gusar. Yue Fei dipanggil, lalu diadili oleh jaksa dan hakim yang tak lain adalah kaki tangan Qin Hui dan Wang. Yue Fei pun dimasukkan ke bui dan disiksa agar segera mati. Namun mantan panglima ini bertahan!”

“Kemudian?” tanya Josua tak sabar.

“Syahdan pada suatu hari, di tepi danau nan indah, Qin Hui dan Wang duduk menyaksikan matahari terbit di depan jendela timur rumahnya. Sambil minum teh seruni, pasutri itu mengatur siasat anyar dengan rapi. Ia menulis surat rahasia kepada jaksa yang jadi komplotnya. Surat itu melampirkan bukti tambahan perkara dengan skenario yang baru dicipta. Dengan skenario itu, hakim bisa punya alasan menjatuhkan hukuman lebih berat. Surat itu diselipkan di bawah parsel jeruk ponkan yang dikirim kepada jaksa….”

“Alamak! Bisuk songon ulok mereka!” tukas Josua. (Bahasa Batak: cerdik seperti ular).

“Siasat Qin dan Wang sukses, lho. Yue Fei akhirnya dieksekusi pada 1142 di usia 39 tahun. Dan lantaran dianggap berdosa terhadap negara, Yue Fei dikuburkan seadanya, tanpa upacara. Bahkan peti matinya tidak boleh didekati keluarga.”

Baca juga  Maria dan Toko Baju

Wajah Josua tampak semakin marah.

“Sabar, sabar. Tak ada kejahatan yang tidak bobol, Bro. Asisten rumah tangga yang diminta untuk mengantar parsel jeruk ponkan itu ternyata melihat Qin dan Wang saat menyisipkan surat rahasia. Ia mencuri dan membacanya. Hanya sayang, isi surat siasat itu terlambat dibabar, sehingga skandal Qin Hui dan Wang juga telat terbongkar.”

“Haaa, aku ingat, kisah surat rahasia itu dikenal dengan julukan Dong Chuang Moulue atau Siasat dari Jendela Timur,” Josua cepat menimpali.

“Benar sekali! Kejujuran asisten rumah tangga itulah yang membongkar segala kebusukan! Lalu keadaan dengan cepat berbalik. Oleh Gaozong, kaisar berikutnya, Yue Fei direhabilitasi namanya dan dihormati sebagai pahlawan besar Dinasti Song. Sedangkan Qin Hui dan Wang dipurukkan sebagai pemfitnah dan pembunuh kawan. Mereka juga dianggap sebagai pengkhianat negara karena telah merusak nama baik institusi angkatan keamanan Kaisar Zou Gou.”

Josua terpana, dan kemudian sedikit terharu. Sebelum ia terhanyut lebih dalam, saya melanjutkan cerita.

“Sejarah Tiongkok mencatat bahwa pada 1163 makam Yue Fei dipindahkan ke dekat Xi Hu, danau nan indah. Pada 1221, makam ini direnovasi dan dibangun megah. Lalu pada jauh kurun kemudian, makam itu dihiasi patung Yue Fei yang gagah, dengan imbuhan prasasti bertulis: Hay! Kembalikan Gunungku dan Sungaiku Kepadaku! Di sekitar makam dan patung terdapat pagar tinggi dari logam.”

“Legalah aku….” kata Josua sambil mengurut dadanya.

“Tunggu, belum selesai, nih! Alkisah, pada beberapa tahun kemudian, pagar logam itu dibedol dan dicuri orang. Penjaga keamanan tentu sibuk memburu maling itu. Apalagi ketika setiap penduduk yang ditanya selalu memberikan petunjuk yang berbeda-beda. Lalu beberapa minggu kemudian terjadi peristiwa menghebohkan di kompleks makam. Bayangkan, di hadapan patung Yue Fei tiba-tiba terpasang empat patung pesakitan, yang menggambarkan manusia sedang berlutut, menunduk tak berdaya dengan tangan terikat. Setelah diselidiki, patung pesakitan tersebut ternyata dibikin oleh rakyat dari besi pagar yang dibedol itu! Dan figur yang dipatungkan adalah Qin Hui dan Wang, serta komplotannya: Moqi Xie dan Zhang Jun! Menarik, warga Tiongkok tak sudi menyebut nama-nama mereka. Qin Hui dan Wang dinista dengan panggilan emo ren, manusia iblis!”

Baca juga  Ular Randu Alas

Rasain kau, emo ren! Ah, aku jadi ingin melihat patung itu!” kata Josua bersemangat.

“Sebaiknya memang ke sana, Bro. Apa yang bakal kau lihat akan luar biasa! Beberapa tahun lalu, saya mengunjungi makam itu. Setelah takjub dengan kegagahan patung Yue Fei, saya beringsut dan menatap benci patung-patung penjahat Qin Hui, Wang, dan konco-konconya. Dan saya melihat betapa orang-orang yang menghampiri patung-patung itu boleh menempeleng, menjitak, dan memukul semaunya ke tubuh dan kepalanya. Bahkan tak sedikit yang ingin meludahinya. Kata orang, tradisi menghujat Qin Hui dan Wang telah berlangsung ratusan lamanya!”

Josua terperangah. “Tapi, kembali ke laptop, apa hubungannya dengan cakwee di bubur ayamku ini?” tanya Josua mengingatkan asal-muasal cerita.

“Begini. Syahdan beberapa abad setelah makam Yu Fei dibangun, seorang penduduk di Hangzhou menciptakan penganan dari tepung terigu. Adonan terigu itu dipotong panjang, kemudian dijadikan dua bilah yang masih berdempetan. Bilah tepung yang berdempetan itu—yang melambangkan sejoli jahat Qin Hui dan Wang—lantas digoreng. Kue lantas dinamai youzhahui, dari kata Hokian yang artinya hantu yang digoreng. Youzhahui dilafalkan oleh lidah Melayu jadi cakwee.”

“Astaga naga-naga, sepasang emo ren berada di panas neraka selama-lamanya!” tukas Josua.

“Ya begitulah. Dan kata mitos, dan ternyata telah dibuktikan oleh sejarah, peristiwa keji yang dilakukan suami-istri seperti itu akan terjadi setiap 88 tahun sekali! Ingat kejadian menggemparkan di Istana Gitaliano pada Juli 1934. Itu yang ke-99,” jelas saya.

Josua membuka telapak tangannya dan menghitung-hitung sesuatu dengan jari-jarinya. “Berarti kejadian yang ke-100 akan meletup pada Juli 2022. Aha, sepuluh tahun lagi, dan aku pasti sudah jadi polisi!” ***

.

.

Kelapa Gading, Februari 2023.

Agus Dermawan T adalah pengamat seni rupa, penulis cerpen, penyair, dan penulis buku-buku budaya dan seni. Kumpulan cerpennya, Odong-odong Negeri Sulap, terbit pada November 2022.

.
Josua dan Kisah Sepasang Patung. Josua dan Kisah Sepasang Patung. Josua dan Kisah Sepasang Patung.

Loading

Average rating 4.9 / 5. Vote count: 7

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. YUSRON ARDYANSYAH

    Sejarah yang di kombinasi dengan masa kini lebih epik sih menurutku.

Leave a Reply

error: Content is protected !!