Cerpen, Dody Widianto, Solopos

Persatuan Duda Indonesia

Persatuan Duda Indonesia - Cerpen Dody Widianto

Persatuan Duda Indonesia ilustrasi Hengki Irawan/Solopos

5
(2)

Cerpen Dody Widianto (Solopos, 08-09 April 2023)

SATU gambar di atas kertas membuat bibir Hans sedikit monyong. Memiringkan kepalanya ke kiri membentuk sudut delapan puluh derajat.

Ia masih belum cocok dengan gambar yang diajukan salah satu peserta. Ia meletakkan kembali kertas itu di meja. Tegas menggeleng.

Hanya ia yang terus berdiri di depan hadirin rapat. Sorot matanya tajam, mirip mata kucing yang sedang ingin menangkap buruan. Sebentar lagi deadline.

Enam orang di depannya yang senasib sepenanggungan duduk bersisian. Tiga di kanan, tiga di kiri. Mata mereka lebih serius. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang berwajah tirus. Rambut kelimis dengan dagu rata-rata agak menggembung satu inci. Perut mereka lebih maju sekitar sepuluh sampai lima belas senti.

“Benar, Pak Burhan, saya kurang sreg dengan dua gambar pisau di kanan-kiri. Memang benar, misi kita adalah wujud partisipasi aktif yang dilandasi keberanian berpendapat dan ketajaman berpikir. Tetapi, gambar itu agak aneh. Ingat, kita bukan mau membuat logo acara memasak, kuliner, atau berencana membuka restoran. Apalagi membuat gambar bendera gerombolan begal. Kita sangat paham, setelah istri-istri kita tidak ada, kita dituntut lebih bisa memasak untuk diri sendiri dan anak-anak. Tetapi, bentuk lambang dua pisau di kanan-kiri itu malah mirip tanduk. Background-nya juga merah begitu, apa nanti kita tidak dituduh plagiat? Itu mirip logo partai sebelah. Kita tak mau berurusan dengan hukum bukan?”

Salah satu dari mereka tiba-tiba mengacungkan tangan memberi saran. Hans serius mendengarkan.

Harum wangi aroma parfum Aigner yang ia pakai tiba-tiba mengambang di awang-awang. Ruangan rapat serasa jadi kebun lavender. Ia salah satu peserta rapat. Roby namanya. Seorang duda yang ditinggal mati istrinya karena kecelakaan. Ia punya anak dua, laki-laki dan perempuan.

Hans menggeleng. Antara geli bercampur marah. Ia menerima saran itu, tetapi tidak dengan nama Burhan. Berkali-kali ia bilang jika ia lebih senang dipanggil nama belakangnya saja.

Dengan tambahan huruf “s” di akhir, nama itu seolah bernyawa. Pengikutnya di Instagram jadi banyak setelah ia ganti nama. Walau tidak pakai acara selamatan bubur merah putih, setidaknya ia berusaha agar namanya lebih mudah diingat. Juga lebih menjual ke khalayak.

Hans dipercaya jadi pemimpin partai baru jika semua berjalan lancar. Tinggal menunggu pengesahan akta notaris dan pengumpulan kader dari seluruh keterwakilan wilayah di 38 provinsi.

“Menurutmu gambar apa yang cocok mewakili aspirasi kita? Visi partai kita untuk perikemanusiaan, kebebasan, kemakmuran, keadilan, dan cinta. Gambar padi, kapas, dan bintang biru sudah dipakai partai sebelah. Gambar rantai emas memang melambangkan kemakmuran dan keadilan, tetapi saya tidak suka jika nanti malah diartikan sebagai pengekang. Partai kita adalah partai baru menuju kebebasan berdaulat yang berdasar norma dan tata krama. Mau pakai gambar burung atau lambang bunga itu juga sudah umum. Kita bukan papa-papa gemes yang genit, tidak cocok pakai lambang bunga. Cewek zaman sekarang lebih senang mendapat hadiah kunci mobil atau kunci apartemen ketimbang bunga mawar. Sebagai yang senasib dan sepenanggungan, kita memang merasakan setelah jadi single-parent, kebebasan dan kesepian hanya berjarak satu perawan. Namun, kita masih punya harga diri yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Sebagai barang bekas, kita juga tak sudi dicap murahan. Mobil klasik saja harganya akan selalu naik. Onderdilnya akan susah dicari dan semakin langka. Hal-hal lebih itu yang akan kita interpretasikan dari logo partai kita. Sebuah gambar yang bisa mewakili semua keinginan dan harapan para duda di seluruh Indonesia. Tentunya yang simpel, menarik, dan mudah diingat. Kamu ada ide baru?”

Baca juga  Bendera Piala Dunia

Pandangan Hans melesat ke seseorang yang duduk di bangku paling belakang sebelah kanan. Dipanggil dengan mata tajam seperti itu, Chris salah tingkah. Duduknya jadi tak tenang. Padahal, hanya dia satu-satunya ahli desain grafis di rapat itu.

Hanya dia yang bisa diandalkan. Namun, ia belum menemukan logo yang cocok. Selalu ada saja yang tidak pas. Entah itu dari warna, dari bentuknya, dari arti simbolnya, selalu saja ada yang dirasa kurang dengan visi misi mereka.

Chris yang sebenarnya belum sepenuhnya menyandang status duda, masih dibuat bingung. Kemarin baru sidang perceraian kedua di pengadilan. Ia belum punya anak. Umurnya belum genap kepala tiga.

Yang paling membedakan dari ketujuh orang di ruangan itu, hanya dia yang punya mata minimalis. Dengan mata segaris itu, kadang teman-temannya yang lain jadi tidak tahu, ia benar-benar sedang mendengarkan rapat atau tertidur. Namun, sebagai wakil dari kaum mata sipit, Chris meyakinkan ia tak akan tidur.

Ini bagian dari rapat penting demi kepentingan rakyat nantinya. Tidak tahu diri jika ia sengaja tidur saat rapat. Rakyat tidak butuh wakil yang seperti itu.

Ia diajak oleh Roby ke sini demi bisa terbebas dari yang namanya perempuan. Ia sering curhat ke Roby tentang istrinya.

Bagi Chris, perempuan itu pengekang. Ada saja tingkahnya. Minta ini, minta itu. Skincare-nya harus yang mahal kalau mau istrinya tetap cantik. Kalau tidak cepat-cepat log-out keranjang di aplikasi belanja, pulang kerja jadi tidak disapa. Giliran Chris yang mohon-mohon minta fullset alat pancing yang paling murah saja, istri Chris bisa marah sampai berhari-hari. Apa-apa serbamahal hari ini. Harus berhemat jika mau hidup makmur.

Baca juga  Serbuk Ragi

Bingung sudah, maunya perempuan bagaimana? Baju, sepatu, tas yang mahal sudah dibelikan. Ia yang biasanya jadi orang bebas dan petualang akhirnya mengajukan gugatan.

Sebagai seorang sahabat, Roby sudah sering menasihati. Di situlah indahnya sebuah pernikahan. Juga uniknya tingkah perempuan. Namun, Chris tetap kekeh ingin berpisah. Satu alasan yang Roby tak tahu, Chris pernah melihat istrinya bermain cinta di kafe langganannya bersama pria lain.

Dari gerak-geriknya, Chris tahu jika pertemuan itu bukanlah pertemuan klien. Ada gelagat aneh dari keduanya. Ia akhirnya mengajukan gugatan perpisahan.

Dan hari ini, ia yang dipercaya sebagai tukang desain andal. Hans memintanya untuk membuat logo partai yang akan menaungi para duda di Indonesia agar bisa lebih bersemangat menjalani hidup dan lepas dari cap kegagalan.

“Saya ada saran seperti ini, Pak. Sudah saya konfirmasikan dengan Tinus. Wakil desainer dari Makassar. Kita berdua sepakat, tetapi tetap saja, segala keputusan ada di tangan Bapak.”

Chris membelokkan laptop di depannya menuju arah pandangan Hans. Enam mata tertuju ke layar. Sebagian dari mereka alisnya mengerut, sebagian lagi sedikit menampilkan garis senyum di bibir. Wajah Hans tetap serius.

“Definisi politik adalah siasat untuk sebuah kemenangan. Saya rasa gambar ini cocok mewakili harapan dan cita-cita seluruh duda di Indonesia. Kita berharap tidak lagi dicap sebagai barang bekas yang murahan dan tak punya tujuan hidup. Simbol dua sayap putih di kanan kiri ini melambangkan sebuah cita-cita demi membantu sesama dengan niat suci. Sesuai yang tertuang dalam visi dan misi. Di tengah, gambar satu tongkat warna ungu ke atas dengan ujung bintang warna kuning melambangkan jika tingkah laku kita harus dilandasi nilai-nilai ketuhanan yang kuat. Gambar lidah ular di bawah tongkat ungu ini adalah lambang “bisa”. Bisa adalah kata homonim di dalam bahasa Indonesia yang punya beragam makna. Bisa ini dapat digunakan untuk melindungi diri. Bisa ini berarti dapat digunakan untuk menghadapi musuh atau lawan politik yang lebih ganas. Bisa juga berarti mampu melakukan segala sesuatu dengan baik. Bisa juga berguna untuk obat. Penyembuh bagi mereka-mereka yang telah ditinggalkan oleh perpisahan atau kematian. Para duda di negara ini sudah saatnya bergerak bersama menuju Indonesia baru yang maju. Berusaha melepaskan diri dari belenggu kesedihan dan terus bersemangat menggapai cita. Entah predikat itu akan dipakai selamanya, atau hilang setelah ia menikah lagi, setidaknya pernah ada status “lajang bekas” yang pernah menempel di KTP-nya. Kita bukan kaum menye-menye yang terus larut dan tenggelam dalam kepedihan. Bisa di sini melambangkan mampu karena memang kita bisa melewati segala takdir yang ada dengan penuh semangat.”

Baca juga  Pengabdian

“Mohon maaf saya sela. Gambar lidah bercabang ini bukankah malah melambangkan jika kita tidak punya pendirian. Warna ungu juga melekat sebagai predikat warna janda. Memang, sudah ada 30% keterwakilan janda di dalam partai kita. Namun, sekali lagi, cita-cita awal partai kita akan menaungi seluruh duda di Nusantara ini. Memang tidak menutup kemungkinan, suatu saat nanti partai kita akan menjadi gabungan dari duda dan janda. Itu bisa saja terjadi. Namanya jadi partai PDJI. Tetapi untuk yang sekarang, pikirkan saja yang sekarang. Kita selesaikan partai ini dulu. Kalau terus meluas, rapat ini tidak akan selesai-selesai. Hanya tersisa sebulan lagi logo ini bisa diajukan dan partai baru kita mengantongi SK Kemenkumham.” Seorang pria berkacamata tebal yang duduk di sebelah Roby memberi saran. Ia wakil dari kader cendekiawan, guru, pengajar, dan anggota terdidik lainnya.

“Menurutmu warna apa yang mewakili predikat duda?”

Semuanya terdiam. Hingga keheningan selama tiga detik itu buyar oleh benda bergetar dan berbunyi nyaring di dalam saku Hans. Lagu Kisah Kasih di Sekolah dari vokal asli Obbie Messakh keluar dari sana.

Semua baru paham dari balik wajah sangar Hans, hatinya melankolis. Gegas ia mengeluarkan benda hitam pipih itu lalu menempelkannya di telinga. Di kejauhan, Hans mendengar seseorang mengabarkan sesuatu. Wajah Hans tiba-tiba memucat, mirip irisan jeruk nipis yang sudah diperas sarinya.

Ia mematikan panggilan itu dan dengan cepat membuka e-mail di ponselnya. Sebuah logo baru telah disahkan di kantor perwakilan Makassar dengan nama pemimpin partai tertera di sana. Namun, bukan namanya.

Hans menelan ludah. Tangannya sedikit bergetar. Terus saja memandang tak percaya. Matanya nyalang, sama seperti saat ia baru memulai rapat. Ia terus memandang logo baru itu. Kepalanya menggeleng. Sebuah logo ia tafsirkan jika politik memang selalu penuh tipu muslihat. ***

.

.

Dody Widianto lahir di Surabaya. Pegiat literasi. Karyanya banyak tersebar di berbagai antologi penerbit dan media massa nasional. Akun IG @pa_lurah.

.
Persatuan Duda Indonesia. Persatuan Duda Indonesia. Persatuan Duda Indonesia. Persatuan Duda Indonesia. Persatuan Duda Indonesia.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!