Sajak Tjahjono Widijanto (Jawa Pos, 18 November 2023)
ASU BUNTUNG
(Di bawah bulan tua kaukah yang melolong sepanjang malam?)
.
pada sejarah semua memang harus pasrah.
kefanaan yang merayap, bergelantungan,
hidup yang lebih kejam dari seribu kematian,
kehilangan yang perlahan-lahan dilupakan
di jejak cakar lakon membeku dalam sejuta ngilu,
menafsir kutukan dan takdir yang tinggal misteri.
bersama ingatan-ingatan kecut serupa pecut
.
aku si terkutuk dengan jiwa nelangsa
menunggu si jagal mematahkan tulang-tulang
maut yang akan mengecup mesra
menunjuk arah jalan pulang
.
rumpil dan basah,
berakhir pada tanah
atau suwir-suwir kecil
rempah-rempah yang berakhir
di lidah para proletar.
.
Ngawi, 2023
.
.
CANDI ASU SENGGI
.
Sebut aku asu, bukan nandini.
di tatahan itu semua cahaya surut.
namaku namamu pun terlupa ditutup kabut
di pahatan pinggulku Sungai Tlingsin
membandang menggelontorkan airnya
menyimpan matahari
sebentar tinggal bayang-bayang
bahasa gunung mengantarmu pada kebisuan.
hening yang terbaring di dasar candi
menjagaku selalu dalam samar
bersama mereka yang tergagap
mengulang mengeja mantram
timbul tenggelam bersama
semesta yang terus bergerak
.
Aku asu, bukan nandini
makhluk suci tunggangan langit
cuma pahatan samar
gempil secuil-cuil
dirajam dingin angin gunung
di pinggulku maut bersiutan
mengucapkan apa kabar
sebelum tubuh dihajar
rindu terbanting pilu
dari puncak candi
bersama relief-relief terbakar
dan dengarkan lolongku menyayup:
.
“rindu memang selalu samar dan gemetar!”
.
Magelang, 2023
.
.
KERBEROS
.
Tak ada arwah yang dapat lari dari jeratku
dari puncak persemayaman angkara
aku serupa roh kehilangan bayang-bayang
ke ufuk paling asing lolongku nyalang mengawang
melanglang bersama irama tembang berburu gerhana
berkepala tiga dan mulut yang menyembur api
kodrat sempurna setia di tepi danau Stygian
tak pernah bisa bosan menunggui Pluto
tempat di mana rindu Typhon dan Echidna
terpenjara dalam kidung-kidung yang ganjil
.
bersama Herdes, aku
menembang jerat birahi
melacak arwah-arwah yang melayang
melarikan diri dari dunia Tatarus yang gaduh
Iblis dari Liang menggiring calon-calon pengantin
untuk dinikahkan langit dalam pembakaran sempurna
lalu dipahat pada kubur-kubur bukit batu
lubang yang menjelma rumah boneka-boneka mungil
kematian dan kehidupan dilukiskan
dalam kelembutan sekaligus kegarangan
suatu akhir yang harus siap diterima
bagi setiap kelahiran yang memandang hidup
sebagai homor yang mengisahkan kematian tanpa cedera
.
bersama Herdes, aku
serupa orang-orang khusyuk
membawa ranting-ranting dan batang kayu
menyalakan hutan dari lidah api berkobar-kobar
nama arwah-arwah mati diwariskan bayi-bayi
silsilah-silsilah pecah akan terus diunggah
mengambang melayang pada takdir pamungkas
perjalanan yang dilepaskan dengan hebat dan gegap gempita
para pengiring terus memandang lurus ke depan
.
di tepi telaga Stygian, bersama Herdes
aku menggumam aksara-aksara suci
mengucapkan selamat jalan
yang meriah bersama hening
yang datang dan pergi seperti
cahaya yang saban hari angslup
dalam suram mendingin perlahan-lahan.
.
Cepoko, 2023
.
.
Tjahjono Widijanto. Penyair kelahiran Ngawi, Jawa Timur. Buku-bukunya, antara lain, Penakwil Sunyi di Jalan-jalan Api (2018), Eksotika Sastra: Kumpulan Esai Telaah Sastra (2017), dan Wangsit Langit (2015). Penerima penghargaan Sutasoma 2019.
.
ASU BUNTUNG.
Leave a Reply