Ahmad Z Ujung, Cerpen, Suara Merdeka

Menyantet Omicron

Menyantet Omicron - Cerpen Ahmad Z Ujung

Menyantet Omicron ilustrasi Nugroho DS/Suara Merdeka

3.7
(3)

Cerpen Ahmad Z Ujung (Suara Merdeka, 21 Maret 2024)

PARDI begitu terkejut, sebab tanpa sengaja dia mendengar percakapan lelaki berkacamata dengan Pak Kades di balai desa tadi siang. Saat itu Pardi hendak pergi ke kebun. Diam-diam Pardi bersembunyi di balik jendela kantor balai desa. Pardi begitu penasaran ingin mengetahui siapa lelaki berkacamata itu. Sebab sejak Pardi dilahirkan empat puluh lima tahun yang lalu, baru kali ini dia melihat lelaki itu.

‘Jadi, makhluk itu penyebab musibah ini, Pak?’ tanya Pak Kades.

‘Bisa jadi seperti itu, Pak,’ jawab lelaki berkacamata dengan nada tegas.

Belum selesai mereka bicara, Pardi langsung pergi dengan terburu-buru. Ingin rasanya dia segera menyampaikan informasi penting ini kepada tim pencari fakta yang mereka bentuk seminggu lalu. Terlebih lagi Pardi ditunjuk sebagai intelijen yang bertugas sebagai detektif untuk membongkar kasus ini sampai selesai. Tim yang mereka bentuk dan beranggotakan lima orang ini bermarkas di sebuah gubuk reot di tengah ladang jagung milik seorang anggota. Syukuran sederhana pun dilakukan sebagai tanda pembentukan tim dengan memasak ayam yang mereka utang dari warung Mbak Wati.

Rencana Pardi ke kebun untuk menyadap getah karet segera dibatalkan. Padahal waktu Pardi akan berangkat ke kebun, istrinya berpesan agar getah karet itu langsung dijual. Bayaran kredit periuk yang dicicil istrinya sudah tiga bulan menunggak. Penjual periuk sudah wanti-wanti bila saja hari ini tidak dibayar. Periuk itu akan disita dan dikembalikan ke kantor untuk menjadi aset yang nantinya akan dilelang di desa sebelah.

Belum lagi putra sulungnya selalu merengek untuk dibelikan sepatu sekolah. Maklum, sepatu yang belum pernah diganti semenjak masuk sekolah sampai anaknya telah duduk di kelas tiga sudah menunjukkan tanda-tanda penuaan akut. Bagian depan sepatu sudah menganga seakan berteriak bahwa dia sudah tidak layak lagi berada di muka bumi ini.

Namun, semua itu Pardi kesampingkan. Kepentingan rakyat desa dia letakkan di atas kepentingan pribadinya. Hati Pardi benar-benar mulia.

Tanpa mengetuk pintu, Pardi langsung masuk ke ruang rapat tim pencari fakta. Di sana teman-temannya sudah berkumpul sambil menikmati sepiring pisang rebus yang mereka curi dari ladang tengkulak yang berada di seberang markas mereka.

Baca juga  Panggung Sisyphus

‘Saya sudah tahu pelakunya,’ kata Pardi dengan nada meninggi.

Suasana ruangan tiba-tiba hening. Semua anggota tim pencari fakta serius mendengar informasi yang disampaikan Pardi.

‘Siapa pelakunya?’ tanya Tono dengan rasa tidak sabar.

‘Makhluk yang telah meneror desa kita dan membuat para warga mengalami demam tinggi bernama…,’ jawab Pardi menunda pembicaraannya.

Belum selesai Pardi melanjutkan penjelasannya suara ambulans tiba-tiba terdengar dari arah desa.

‘Kurang ajar, ada korban lagi,’ kata Parmin sambil mengepalkan tangan.

‘Kita harus bertindak tegas, jangan sampai desa kita berubah nama menjadi desa demam sekampung,’ kata Pardi.

‘Makhluk halus harus dilawan oleh makhluk halus lagi,’ tambah Pardi sengit.

Semua anggota tim pencari fakta diam seribu bahasa saat Pardi mengucapkan kata makhluk halus.

‘Maksud kamu, di desa kita ada yang memelihara santet?’ desak Jono.

‘Sekarang, ayo kita ke rumah Mbah Timin! Nanti akan saya ceritakan semuanya di sana,’ jawab Pardi.

***

Mbah Timin adalah seorang dukun yang sangat terkenal di desa tempat Pardi tinggal. Kemasyhuran Mbah Timin sudah tidak diragukan lagi. Walau beberapa minggu belakangan rasa percaya para pengguna jasanya mulai luntur dan kedukunannya mulai dipertanyakan. Pasalnya, pernah suatu waktu Mbah Timin gagal menghalau hujan saat acara sunatan massal yang diadakan di desanya. Hujan turun begitu deras, sehingga acarapun berantakan. Mbah Timin bersembunyi di balik jubah merah jambunya saat warga menuduh Mbah Timin dukun palsu yang belum mempunyai sertifikasi profesi dalam ilmu perdukunan.

‘Jadi, begitulah yang terjadi kampung kami, Mbah,’ Pardi menjelaskan.

‘Omicron?’ baru kali ini saya mendengar makhluk halus bernama Omicron,’ tanya Mbah Timin dengan wajah penasaran.

Ruangan praktik Mbah Timin mulai gaduh oleh penjelasan Pardi. Teman-teman Pardi di tim juga mulai mengembalikan ingatan mereka jauh ke belakang, sampai saat mereka masa anak-anak dulu. Mereka mengingat cerita-cerita misteri yang pernah diceritakan oleh orang tua mereka. Saat melarang bermain kelereng waktu magrib tiba.

Tetapi semua anggota tim tidak pernah mendengar hantu bernama Omicron termasuk Mbah Timin. Baru kali ini dia mendengar nama hantu tersebut. Padahal mengingat masa kerja perdukunannya sudah menjalani 30 tahun. Sudah barang tentu Mbah Timin akan menghafal nama-nama hantu dari semua jenis hantu. Bahkan bisa saja Mbah Timin sudah mengenal pribadi mereka secara komplet. Mulai dari makanan kesukaan, minuman kesukaan, sampai pada drama Korea kesukaan mereka. Mbah Timin pastinya sudah hafal. ‘Ayo, Mbah! Tunggu apa lagi? Langsung santet saja atau musnahkan hantu pembawa sial itu,’ desak Pardi.

Baca juga  Merawat Ayah

‘Apakah kalian membawa foto hantu Omicron itu?’ tanya Mbah Timin sambil memandang Pardi.

‘Aduh! Ya tidak ada, Mbah,’ jawab Parmin seraya mengusap-usap kepalanya.

Kembali Pardi menjelaskan sekali lagi hal ihwal mengenai kecurigaannya pada hantu bernama Omicron.

‘Sekali lagi saya ceritakan ya, Mbah. Tadi siang saya hendak ke kebun. Saat melintas di belakang kantor kepala desa, saya melihat ada tamu Pak Kades. Saya penasaran, Mbah. Soalnya saya belum pernah melihat lelaki tersebut,’ tutur Pardi.

‘Ayo teruskan! Tadi saya kurang menyimak penjelasanmu, soalnya saya mengantuk. Dari tadi pagi saya belum minum kopi,’ kata Mbah Timin.

‘Saya dengar dari lelaki berkacamata itu, bahwa penyebab demam massal di kampung kita itu diduga bernama Omicron,’ jawab Pardi menjelaskan.

‘Apakah kamu tidak mendengar penjelasan lainnya mengenai hantu Omicron itu, Pardi?’ sela Jono.

‘Tidak, saya takut ketahuan oleh Bapak Kepala Desa atas investigasi yang sedang saya lakukan. Saya langsung pergi dan menuju markas kita,’ jawab Pardi.

‘Ayo, Mbah! Langsung eksekusi saja hantu bernama Omicron itu. Tidak harus pakai foto, sebut nama saja,’ desak Parmin.

Tanpa basa-basi lagi Mbah Timin memulai ritual untuk meneror hantu Omicron. Dupa mulai dibakar dan kembang tujuh rupa mulai diaduk-aduk dalam baskom yang sudah mulai berkarat. Wangi dupa mulai menyeruak memenuhi ruangan. Mulutnya mulai sibuk komat-kamit, entah apa yang dikatakan. Bisa jadi, Mbah Timin sedang mendendangkan lagu-lagu nostalgia zaman 70-an, saat dia masih remaja, atau bisa saja Mbah Timin sedang menghafal resep tapai ketan kesukaannya. Apapun yang dikomat-kamitkan Mbah Timin, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Sesekali Mbah Timin mengucapkan kata popcorn sambil memercikkan air di dalam baskom ke arah pardi dan teman-temannya.

‘Kok, popcorn?’ bisik Jono ke telinga Pardi.

‘Kamu diam saja, jangan berisik!’ jawab Pardi dengan sedikit nada meninggi.

Popcorn itu kan jenis makanan yang dibawa Rudi selepas dia pulang dari kota,’ sela Jono.

Baca juga  Bagaimana Aku Bertemu dan Berpisah dengan Siluman Babi

‘Kamu tenang saja, bisa jadi nama hantu yang sebenarnya itu popcorn. Mungkin aku salah dengar tadi siang. Lagian Mbah Timin sudah lebih paham nama-nama hantu,’ jawab Pardi pelan.

Belum selesai Mbah Timin melakukan ritual tiba-tiba pintu diketuk. Mbah Timin mengisyaratkan Pardi untuk membuka pintu. Sejenak ritual dihentikan oleh Mbah Timin. Saat pintu dibuka, tampak Pak Kades dan beberapa wanita berpakaian putih-putih sudah berada di depan pintu. Dalam rombongan itu, ada juga lelaki berkacamata yang Pardi lihat tadi di balai desa.

‘Selamat sore, Pak Timin!’ sapa kepala desa dengan ramah.

‘Sore, Pak! Ada apa ya, ramai-ramai ke rumah saya?’ jawab Mbah Timin seraya bertanya.

‘Perkenalkan, Pak, ini teman-teman dari petugas Satgas Covid-19 kecamatan. Ada ibu-ibu bidan dan bapak yang pakai kacamata ini adalah Dokter Roy. Mereka akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah kita sudah terjangkit Covid-19 varian baru yang bernama Omicron itu atau tidak,’ ujar Pak Kades menjelaskan pada Mbah Timin.

‘Pak, Covid-19 sama Omicron itu sama?’ tanya Pardi.

‘Iya, Pak Pardi! Omicron adalah Covid-19 varian baru. Warga desa kita diduga ada yang terkena wabah virus Covid-19 varian Omicron, berawal dari laporan pihak karantina di kabupaten,’ jawab Pak kades.

‘Bagaimana bisa?’ tanya Parmin keheranan.

‘Jadi begini, Bapak-Bapak. Minggu lalu Rudi pulang dari ibu kota saat liburan kampus. Waktu pemeriksaan di posko kabupaten, Rudi dinyatakan positif terjangkit Omicron. Saat dikarantina, Rudi melarikan diri dengan membobol jendela ruangan. Saat melewati posko kecamatan, Rudi lewat melalui gorong-gorong jadi bisa sampai ke desa kita,’ jelas Pak Kades.

Mbah Timin dan tim pencari fakta saling berpandangan. Mereka tidak tahu, bagaimana nasib Omicron yang mereka santet. Tiba-tiba saja badan Pardi demam tinggi, wajahnya tampak pucat pasi. Jangan- jangan, Pardi kena santet Omicron. ***

.

.

Ahmad Z Ujung. Seorang Guru SD. Tulisannya berupa puisi dan cerpen tersebar di beberapa surat kabar.

.
Menyantet Omicron. Menyantet Omicron. Menyantet Omicron. Menyantet Omicron. Menyantet Omicron. Menyantet Omicron.

Loading

Average rating 3.7 / 5. Vote count: 3

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!