Esai Endry Sulistyo (Kaltim Post, 17 Maret 2024)
TEATER adalah wajah kehidupan yang diimajinasikan dengan berbagai perangkat seni. Teater itu sendiri merupakan karya sastra (yang berbahan dasar naskah/teks) yang telah dibumbui beragam (lintas) seni. Dunia sosial yang mengitari pertunjukan teater itu tidak luput mendapatkan perhatian dan kajian oleh sosiologi teater.
Oleh karena itu, teater juga menjadi sebuah fenomena sosial, gambaran situasi, pertemuan sosial atau kerangka kerja sosial tertentu yang di dalamnya memiliki hak, di mana aktor-aktornya pun menjadi bagian integral dari masyarakat.
Teater senantiasa dipicu oleh aktivitas sosial penontonnya. Hal ini juga dipertegas oleh Schucking (1966) yang berpendapat bahwa kajian sosiologi teater perlu memerhatikan pandangan sosial penonton, sutradara, dramawan, dan seluruh aktor yang terlibat.
Di Eropa pada pertengahan abad kesembilan belas, teori sastra tidak saja disebabkan oleh keadaan politik dan sosial, tetapi juga oleh lahirnya generasi para penulis yang memiliki kesadaran sosial. Pandangan ini menyusup ke Rusia—dan muncullah tulisan-tulisan yang menunjukkan kecenderungan yang semakin besar ke arah pentingnya realisme dan keadaan sosial. Para kritikus ini mencari realitas empiris, saat dalam sejarah, kebutuhan nasional dan sosial, dan tanggung jawab pengarang terhadap semuanya itu. (Sapardi Djoko Damono, 1978: 28)
Di kalangan pelaku teater, Brecht adalah nama yang tidak asing. Brecht dikenal sebagai seorang ahli sosiologi drama, yang mencoba memaparkan teorinya melalui dialog antara filsafat, dramawan, dan penonton. Ia sesungguhnya hendak menyatakan bahwa teater memang layak sebagai studi sosiologis.
Menurutnya, teater adalah sebuah visi pengasingan dunia sehingga teater lebih empati pada sesuatu peristiwa khusus. Pengasingan tersebutlah yang membuat suatu hal yang biasa menjadi sesuatu khusus atau unik. Peristiwa sehari-hari yang sudah basi dilepaskan dari sifat membosankan sehingga penonton teater akan semakin betah menyaksikan pertunjukan.
Berpijak pada pandangan Brecht itu pula yang melatarbelakangi penulis membuat catatan pendek ini setelah menyaksikan pementasan The Bear karya Anton Chekov tahun 1988 (kemudian disadur dan diberi judul Orang Kasar oleh WS Rendra pada tahun 2010) yang dibawakan oleh Lanjong pada 31 Januari 2024 lalu.
Jika kita melihat Orang Kasar dengan cara pandang masyarakat saat ini, maka ketidaklogisan pastinya akan muncul. Ketidaklogisan Orang Kasar dalam cara pandang zaman sekarang semisal terkait sikap si penagih utang (Baitul Bilal) yang semula begitu kasar, dalam waktu singkat tiba-tiba jatuh cinta kepada Nyonya Martopo yang ditagihnya, kesedihan Nyonya Murtopo yang ditinggal mati suaminya hingga berbulan-bulan mendekam di dalam rumah dan tidak keluar bersosialisasi dengan tetangganya, atau bahkan penampilan si penagih utang zaman sekarang tentu berbeda dengan masa Chekhov hidup.
Salah satu cabang dari sosiologi teater adalah mempelajari hubungan antara isi (terutama jenis) teater dengan sistem sosial. Naskah drama yang dibuat Checkov pada 1990-an tentu punya kesejarahan dan sosilogi masyarakat yang berbeda dengan saat ini. Orang Kasar bercerita tentang seorang penagih utang yang kemudian jatuh cinta kepada yang berutang tidak bisa didekati dengan fenomena kekinian semata.
Realitas yang digambarkan dalam karya sastra ditentukan oleh pikiran penulisnya (Caute, via Junus, 1986:8).
Realitas yang digambarkan dalam karya sastra sering kali bukanlah realitas apa adanya, tetapi realitas seperti yang diidealkan pengarang. Dalam hal ini penciptaan karya sastra (naskah Orang Kasar) dapat terlihat pula bahwa campur tangan Chekhov sangat menentukan.
Penulis melakukan beberapa penelusuran dan membuat catatan kecil untuk melihat Orang Kasar dari sisi sosiologi masyarakat saat naskah itu dibuat serta latar belakang kehidupan Anton Chekhov itu sendiri. Anton Checkov lahir 29 Januari 1860 dan meninggal pada 15 Juli 1904, naskah Orang Kasar dibuat oleh Checkov saat usianya 28 yakni pada 1888.
Kondisi sosial politik masyarakat di Rusia saat itu sedang berkecamuk konflik dan perang. Checkov sendiri lahir pasca berakhirnya Perang Krimea pada 1853–1856 di era pemerintahan Kaisar Nikolai II. Rusia saat itu merupakan sebuah monarki absolut, berada di bawah sistem otokrasi kaisar. Runtuhnya sistem kekaisaran dan munculnya revolusi di Rusia jelas sangat memengaruhi kondisi masyarakat saat itu.
Kajian terhadap pengarang merupakan salah satu kajian sosiologi sastra yang memfokuskan perhatian kepada pengarang sebagai pencipta karya sastra. Pencipta karya sastra merupakan makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat, ideologi yang dianutnya, posisinya dalam masyarakat, juga hubungannya dengan pembaca.
Dalam catatan beberapa sumber, Anton Checkov adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari keluarga miskin di kota Taganrog. Ayah Chekhov merupakan mantan budak yang berprofesi sebagai pedagang kecil. Seorang ayah yang sangat berdisiplin dan fanatik dengan menuntut semua anaknya sedari kecil untuk mengabdikan diri kepada Gereja Ortodoks Timur.
Ibu Checkov, Yevgeniya, adalah seorang juru cerita yang hebat dan Chekhov diduga memperoleh bakatnya untuk bercerita dan belajar membaca serta menulis. Kecintaan Checkov pada dunia drama atau teater sudah tampak saat dia berusia 13 tahun. Ia banyak menyaksikan pertunjukan drama di sela-sela aktivitas sekolahnya.
Pada 1875 ketika ayahnya terancam bangkrut, keluarganya terpaksa melarikan diri dari kejaran para kreditur atau penagih utang hingga ke Moskwa, tempat kedua anak sulungnya belajar di universitas. Selama beberapa tahun berikutnya keluarganya hidup dalam kemiskinan.
Dari kilasan sejarah dan latar belakang keluarga maupun sosial masyarakat Rusia saat itu sangat dimungkinkan memengaruhi Checkov dalam membuat naskah Orang Kasar. Ada beberapa hal bisa dijadikan catatan terkait kesesuaian antara naskah Orang Kasar dan kondisi sosiologi masyarakat saat itu. Pertama, naskah Orang Kasar yang bercerita tentang tokoh penagih utang punyai kesesuaian dengan kondisi yang dialami keluarganya. Saat itu ayahnya pernah ditagih utang hingga terpaksa harus pindah ke kota lain. Kedua, tokoh si penagih utang merupakan seorang (mantan) tentara yang mempunyai kesesuaian dengan latar sosiologi masyarakat Rusia saat itu yang sedang berkecamuk perang. Banyak tentara yang jemu dengan perang yang tak berkesudahan, akhirnya memilih mundur dan beralih profesi. Perihal si penagih utang adalah seorang tentara dapat disimak dalam kutipan saat Bilal berdialog dengan Nyonya Martopo.
“Nyonya, saya merasa terhormat untuk memperkenalkan diri saya. Mayor Lasykar Rakyat di zaman revolusi, sekarang mengundurkan diri dan menjadi pengusaha perkebunan, adapun nama saya: Baitul Bilal.”
Ketiga, Checkov yang hidup dalam keluarga miskin dengan tekanan disiplin dan sikap fanatik dari ayahnya serta kondisi masyarakat Rusia yang chaos saat itu akibat perang dan krisis ekonomi, menjadikan masyarakat bersikap kasar, tak peduli, dan lebih mementingkan diri sendiri.
Teater merupakan produk akumulasi masyarakat. Berbagai kejadian sosial selalu diangkat dalam teater. Itulah eksistensi sosial dalam teater. Sebaliknya, teater juga berada pada lintasan sosial. Chekhov menciptakan drama yang realistis dengan cara yang sangat tidak biasa untuk abad ke-19, dengan mengabaikan “hukum drama”. Selain naskah Burung Camar (The Seagull), naskah Orang Kasar karya Chekhov juga menjadi titik balik dramaturgi dunia.
Pandangan sebelumnya dalam drama, detail yang semula dianggap tidak penting, hal-hal sepele sehari-hari, dan hal-hal remeh-temeh, justru oleh Chekhov menjadi pusat perhatian dan dijadikan sebagai elemen drama yang independen dan sama pentingnya. Pun wajar jika Japi Tambajong atau lebih dikenal sebagai Remy Sylado dalam Dasar-dasar Dramaturgi (1981) mencatatkan nama Anton Chechov sebagai tokoh realisme dalam teater dalam kurun teater modern saat ini. Dan apa yang disajikan Lanjong saat ulang tahun ke-22 lalu adalah bagian dari merawat ingatan dan eksistensi sosial melalui teater agar terus hidup. ***
.
.
Endry Sulistyo. Penulis kelahiran kota Jogja yang sempat merantau ke Jakarta (2007-2018). Sejak akhir 2018 hijrah dan menetap di Samarinda, Kalimantan Timur. Kini bergiat di Komunitas #Sejangkauan Tangan Indonesia dan Komunitas TerAksara. Masih aktif menyiarkan tulisan ke beberapa media. Dapat dihubungi melalui surel: penyintasrimba@ gmail.com atau IG: @akurimbajati.
.
Menelisik Checkov melalui Kacamata Orang Kasar. Menelisik Checkov melalui Kacamata Orang Kasar. Menelisik Checkov melalui Kacamata Orang Kasar. Menelisik Checkov melalui Kacamata Orang Kasar.
Leave a Reply