Budi Darma, Cerpen

Salipan

Salipan - Cerpen Budi Darma

Salipan ilustrasi Agung Budi/Bentang

1
(1)

Cerpen Budi Darma (1973)

SETELAH yakin hujan tidak akan turun, Salipan memasang baju, lalu pergi ke toko buku terdekat. Pemilik toko buku yang sudah mengenal mengangguk dan tersenyum, lalu mengajak Salipan pergi ke bagian belakang. Salipan melihat sebuah buku baru dan sebuah majalah baru tergeletak di atas meja, seolah-olah khusus disediakan untuk dirinya.

“Kau boleh ambil cuma-cuma,” kata pemilik toko.

Tanpa dipersilakan Salipan menarik kursi, lalu duduk. Salipan mengambil buku, lalu mencium buku itu. Menyenangkan baunya. Lalu, secara sembarangan Salipan membuka-buka buku. Sesuai dengan dugaannya Salipan menemukan orang-orang yang tak lain dan tak bukan adalah dirinya sendiri, istrinya, iparnya, dan pengarang Tontowi. Begitu juga ketika Salipan membuka majalah.

“Kemarin Tontowi datang ke sini,” kata pemilik toko. “Seperti biasa tangan istrimu menggandol tangan Tontowi seperti pengantin baru yang belum bosan kawin.”

Salipan berdiri, lalu berjalan meninggalkan buku dan majalah di tempat semula. “Kau tidak mau mengambil buku dan majalah ini?”

Salipan menggeleng.

“Mau ke mana?”

“Jalan-jalan.”

“Mengapa tak kau cerai istrimu?”

Salipan berjalan terus. Pemilik toko yang berusaha mengantarkan Salipan sampai di pintu luar berhenti karena ada seseorang masuk.

Salipan berjalan ke arah taman. Di taman Salipan bertemu dengan laki-laki tua ompong yang pernah dikenal entah di mana.

“Mau ke mana kau, Anak Muda?” kata Laki-laki Tua Ompong.

Salipan memperlambat langkah sambil melihat ke arah Laki-laki Tua Ompong.

“Duduklah di sini, Anak Muda.”

Salipan duduk.

“Mengapa kau sering melewati taman ini, Anak Muda?”

Salipan diam.

“Ketika masih muda saya bekerja keras,” kata Laki-laki Tua Ompong, “saya tidak mempunyai banyak waktu untuk jalan-jalan.”

Mata Salipan memandang puncak pohon tinggi di sebelah sana.

“’Apa kau belum kawin, Anak Muda?” kata Laki-laki Tua Ompong. “Kau selalu berjalan sendirian. Ketika saya semuda kau saya sudah mempunyai dua atau tiga anak, Anak Muda.”

Salipan berdiri, lalu pergi tanpa mengucapkan apa pun. Laki-laki Tua Ompong melihat Salipan sampai Salipan membelok di pojok sana.

Salipán berjalan terus sampai akhirnya melihat trem bercat luntur mendekat. Salipan mempercepat langkah, sementara trem memperlambat kecepatan karena memasuki perempatan jalan. Salipan lari-lari kecil, lalu berhasil melompat ke pintu. Setelah melewati perempatan, trem menambah kecepatan. Salipan menggelantung di pinggir pintu, lalu berjalan ke dalam dengan menerobos beberapa saf orang. Akhirnya, Salipan mencapai bagian tengah perut trem, lalu duduk di pinggiran kursi. Laki-laki di kursi yang merasa terdesak Salipan minggir untuk memberi kesempatan kepada Salipan. Salipan melihat langit-langit trem yang tampak bergetar. Beberapa laki-laki di sebelah Salipan memandang wajah Salipan.

Baca juga  Ketika Listrik Padam

“Rupanya saya pernah mengenal kau,” kata laki-laki di sebelah Salipan.

“Entahlah,” kata Salipan.

Salipan tetap memandang langit-langit.

“Kau ke mana?”

“Entahlah.”

Salipan berusaha melihat ke luar jendela. Tampak gedung gedung tua di luar. Tampak juga tukang-tukang becak bertopi lebar menggenjot becak mereka. Dan, di sebelah sana tampak gedung tinggi yang belum jadi dan dibiarkan tidak jadi. Di sebelah sana tampak juga pohon-pohon asam gundul. Lalu, tampak toko-toko tua. Beberapa kali laki-laki di sebelah Salipan memperhatikan Salipan. Trem berjalan terus sampai akhirnya mencapai perempatan Salipan berdiri.

“Akhirnya saya ingat,” kata laki-laki di sebelah Salipan, “kau mempunyai hubungan dengan pengarang Tontowi?”

Salipán berjalan sambil menyibak-nyibakkan orang-orang yang berdiri memenuhi perut trem. Begitu trem berhenti di seberang perempatan, Salipán mencapai pintu trem. Salipán melompat, lalu berjalan ke arah penjual rokok. Beberapa penumpang lain meloncat dan beberapa orang di bawah naik trem. Ketika Salipán mengambil satu bungkus rokok, trem bergerak lagi. Setelah Salipán menyadari bahwa uangnya terbatas, Salipan mengembalikan bungkusan itu, lalu membeli rokok eceran. Salipán langsung menyulut rokoknya dengan korek api milik penjual rokok.

Salipán menuju depan bioskop, membelok ke kanan, berjalan terus, lalu membelok ke kiri. Bagi Salipán tidak sulit untuk menemukan rumah Tontowi meskipun sebelumnya Salipán tidak pernah ke sana. Rumah itu besar dengan pekarangan luas dan bagus. Pohon-pohon rendah di taman itu memperbagus keadaan pekarangan. Begitu juga kolam ikan di tengah pekarangan. Salipán berdiri di tepi kolam, lalu melempari ikan dengan batu-batu kecil dari sekitar kolam. Tidak ada satu batu pun yang mengenai sasaran. Beberapa ciprat air melompat ke udara, lalu menggampar pakaian Salipán. Salipán membuang puntung rokok ke dalam kolam. Jauh di atas sana terdengar bunyi geludug lambat-lambat.

Salipán berjalan menuju pintu tengah, lalu menekan bel. Beberapa kali Salipán menekan bel, tapi tidak mendapat jawaban. Salipán berusaha untuk membuka pintu, tapi tidak berhasil. Setelah beberapa saat duduk di kursi bagus dekat pintu, Salipán berdiri, lalu berjalan ke pekarangan samping.

Baca juga  Grup Whatsapp

Di pekarangan samping Salipán menemukan pintu masuk ke rumah. Salipán membuka pintu yang tidak terkunci itu. Salipán masuk, lalu duduk di kursi merah. Enak rasanya, Salipán berdiri lalu berjalan ke meja kecil dekat tembok. Setelah mengambil rokok, Salipán merokok. Enak rasanya. Salipán berjalan-jalan dalam rumah. Salipán melihat mesin tulis di sana, lalu botol minuman di sebelah sana. Salipán melempar rokok yang belum habis ke lantai, lalu mengambil botol dan gelas. Salipán minum. Enak rasanya. Asap rokok di lantai membulir-bulir ke atas. Beberapa kali Salipán minum, lalu mengambil rokok lagi dari tempat lain.

Akhirnya, Salipán berjalan ke ruang depan. Salipán berbaring di kursi panjang sambil merokok. Di bawah kursi Salipán menyediakan botol minuman dan gelas kecil. Salipán merasa mengenal rumah ini.

Salipán bangkit, membuang rokok yang belum habis secara sembarangan, lalu menuang minuman. Sambil membawa gelas dan botol, Salipán berjalan ke kamar samping.

“Saya tahu apa yang ada di dalam,” kata Salipán.

Tangan kiri Salipán memegang gelas dan botol. Dengan tangan kanan Salipán membuka pintu. Gelas kecil meluncur dari tangan kiri ke bawah, menyentuh celana, turun ke lantai, menyentuh lantai, lalu pecah. Salipán membalik tubuh lalu, menendang gelas yang sudah pecah itu. Gelas tersampar ke arah kursi, lalu berhenti di babut di bawah kursi. Pecahan itu sempat mengangguk-angguk sebelum akhirnya berhenti dan diam.

Salipán membalik tubuh, lalu masuk ke kamar, lalu menutup pintu. Mata Salipán menelusur dua ranjang besar, satu meja besar dengan mesin tulis di atasnya, dua meja kecil, dua lampu gantung berwarna merah dan biru, lemari buku di tembok dan tumpukan kertas di sebelah sana, dan gambar gambar di tembok. Salipán berjalan ke arah meja kecil. Ada botol minuman, beberapa gelas dan rokok di atas meja. Salipán minum, merokok, minum lagi, dan merokok lagi.

Sementara itu, geludug menyalak-nyalak di kejauhan. Langit yang mula-mula terang menjadi sedikit gelap. Awan hitam bergerak ke arah sini. Tontowi dan istri Salipán masuk pekarangan dengan langkah biasa. Istri Salipán mendempetkan tubuhnya di tubuh Tontowi. Setelah melampaui kolam ikan, Tontowi mencium sesuatu. Dan, setelah melangkah beberapa tapak lagi, istri Salipán juga mencium sesuatu. Tontowi mempercepat langkah dan istri Salipán ikut mempercepat langkah.

Baca juga  Kunjungan Mak Gejik

Tontowi mengambil kunci, lalu membuka pintu depan. Tontowi masuk diikuti istri Salipán. Mata Tontowi melihat bangkai-bangkai rokok dan pecahan gelas terbaring di bawah. Tontowi lari ke kamar diikuti istri Salipán. Begitu pintu terbuka Tontowi dan istri Salipán tertampar asap dan bau kasur terbakar. Tampak Salipán terkapar di atas kasur yang sebagian terbakar dan mengeluarkan asap pekat. Untuk beberapa saat Tontowi dan istri Salipán berdiri terkesiap.

“Kita apakan dia?” kata Tontowi.

Tontowi keluar kamar diikuti istri Salipán. Tontowi menutup pintu kamar. Tontowi berjalan ke ruang tengah diikuti istri Salipán. Tontowi mengambil botol minuman. Istri Salipán mengambil botol minuman, lalu minum. Tontowi mengambil rokok, lalu merokok. Istri Salipán mengambil rokok, lalu merokok. Mereka merokok, minum, merokok lagi, minum lagi, merokok lagi.

“Marilah kita mandi,” kata Tontowi.

“Mari,” kata istri Salipán.

Tontowi berjalan sambil membawa beberapa botol minuman. lstri Salipán mengikuti Tontowi sambil merokok. Tontowi membuka pintu kamar mandi, lalu masuk ke kamar mandi. Istri Salipán ikut masuk, lalu menutup pintu kamar mandi. Tontowi meletakkan botol-botol minuman dekat bibir bak dan istri Salipán melempar rokok yang belum habis. Rokok mencium air di pinggir kamar mandi, mendesah halus, lalu mati. Asap membulir ke atas. Tontowi melepas pakaian satu-satu dan istri Salipán melepas pakaian satu-satu. Tontowi membuka keran, dan membulirlah air deras ke perut bak. Tontowi naik ke bibir bak di sebelah kiri. Istri Salipán naik ke bibir bak di sebelah kanan. Sementara itu, air terus membulir deras. Setelah beberapa saat memandang ke perut bak, Tontowi dan istri Salipán bersama-sama melompat ke perut bak. Air bak memberontak, lalu berlompatan ke lantai. Gemuruh bunyinya. ***

.

.

Tambangboyo 198, Surabaya

.

.

Loading

Average rating 1 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Udin

    Cuma maestro yang boleh menulis seburuk ini.

Leave a Reply

error: Content is protected !!