Cerpen Fitri First Nova Butar Butar (Suara Merdeka, 06 Juni 2024)
PADA suatu hari ada seorang anak perempuan yang bernama Anisa.
Saat ini dia berumur 15 tahun. Dia adalah seorang anak yatim piatu, orang tuanya sudah meninggal sewaktu dia masih kecil dan saat ini dia tinggal bersama neneknya.
Belakangan ini dia sedang menginginkan sepatu baru karena sepatu sekolahnya sudah rusak dan koyak, namun dia tak kunjung dibelikan sepatu oleh neneknya karena tidak mempunyai biaya.
Tetapi di balik itu semua dia tidak merasa kesal ataupun marah, justru dia semakin semangat membantu neneknya berjualan kue di pasar agar dia bisa mendapatkan uang dan membeli sepatu baru.
Lalu keesokan harinya dia hendak pergi ke sekolah, ketika Anisa sedang memasang sepatunya neneknya merasa sedih melihat sepatu cucunya yang sudah rusak.
“Anisa, maafkan Nenek ya karena belum bisa membelikan sepatu baru untukmu,” kata nenek Anisa dengan perasaan yang sedih.
“Enggak papa, Nek. Sepatunya masih bisa aku pakai kok. Nenek tenang saja,” jawab Anisa meyakinkan neneknya agar tidak merasa khawatir.
“Nenek janji, nanti setelah mendapatkan uang yang cukup Nenek akan membelikan sepatu baru untukmu.”
“Betul ya, Nek. Aku benar-benar menantikan sepatu baru itu,” jawab Anisa dengan antusias.
Lalu nenek Anisa pun mengangguk sambil tersenyum ke arah cucunya kemudian mengusap kepala Anisa.
Setelah sampai di sekolah Anisa langsung masuk ke kelasnya. Semua mata tertuju kepadanya, namun Anisa sudah biasa akan hal itu, karena banyak teman-temannya yang mengejek Anisa akibat sepatunya yang sudah rusak.
“Hei, Nisa, sepatumu lucu ya. Masa bisa punya mulut begitu. Hahaha….” sorak tawa dari teman-teman Anisa di kelas.
“Apalagi kalau Anisa sedang jalan mulut di sepatunya langsung terbuka gituu Hahaha….”
“Heee kalian semuaa stop ya menertawakan Anisa seperti itu!! Kalian semua teman-teman yang jahat suka sekali menghina teman yang sedang kesusahan,” teriak Reni, sahabat dekat Anisa yang merasa tidak terima karena mereka sudah mengejek sahabatnya.
“Udahlah, Ren, gak usah marah-marah seperti itu. Aku gak papa kok. Lagian aku udah biasa diejekin teman sekelas kita,” kata Anisa yang menyakinkan Reni bahwa dia tidak apa-apa.
“Gak, Nis. Kamu itu kenapa sih selalu sabar dan mengalah, mereka itu udah jahat sama kamu. Kita harus laporin kelakuan mereka ke kepala sekolah dan wali kelas,” jawab Reni yang sudah hilang kesabaran.
Lalu Renipun langsung menarik tangan Anisa pergi ke ruang guru untuk melaporkan kelakuan teman-teman mereka. Karena Reni merasa bahwa ini semua sudah keterlaluan dan sudah masuk ke dalam tindakan bullying.
Sesampainya di ruang guru mereka langsung mengetuk pintu dan memasuki ruangan tersebut. Dan mereka langsung menemui wali kelas mereka yaitu Ibu Ika.
“Permisi, Bu, ada yang ingin kami sampaikan,” kata Reni kepada Ibu Ika.
“Ada apa itu, Nak. Tumben sekali kalian pagi-pagi datang ke sini?” Tanya Ibu Ika dengan heran.
“Jadi begini, Bu. Maksud kami datang ke sini ingin menyampaikan bahwa teman-teman kami di kelas sudah mem-bully Anisa, Bu. Mereka sering sekali mengejek Anisa dikarenakan sepatunya sudah koyak dan rusak. Jadi saya sebagai sahabat Anisa merasa tidak terima sama perlakuan mereka, Bu,” jelas Reni kepada Ibu Ika.
“Apakah benar yang dikatakan Reni tadi, Anisa?”
“Benar, Bu. Tapi saya gak papa kok, Bu. Ibu jangan menghukum ataupun memarahi mereka ya Bu.”
“Anisa apa yang sudah mereka lakukan itu sudah tidak baik, seharusnya mereka membantu kamu bukan mengejek kamu seperti itu. Baiklah, nanti di kelas ibu akan memberikan peringatan kepada teman-teman kalian. Dan sekarang kalian boleh masuk ke kelas ya, karena sebentar lagi bel akan berbunyi.”
“Baik, Bu, kami permisi. Terima kasih, Bu.”
Lalu mereka keluar dari ruang guru tersebut dan pergi ke kelas karena sebentar lagi bel akan berbunyi dan pelajaran akan segera dimulai. Sesampainya di kelas mereka langsung duduk di bangku mereka masing-masing.
Lalu wali kelas mereka Ibu Ika memasuki ruang kelas untuk memulai pelajaran.
“Selamat pagi, Anak-anak,” sapa Bu Ika.
“Selamat pagi, Buu….”
“Baiklah, Anak-anak, sebelum memulai pelajaran, ada sesuatu yang ingin ibu sampaikan ke kalian semua. Tadi Reni dan Anisa datang ke ruangan ibu dan menyampaikan bahwa kalian telah mem-bully Anisa. Ibu sangat kecewa dengan perbuatan kalian. Seharusnya kalian semua tidak boleh seperti itu kepada teman sendiri.”
“Walaupun kalian mempunyai barang-barang yang bagus bukan berarti kalian boleh menghina Anisa seperti itu. Dia adalah teman kalian dan di kelas ini kita semua adalah keluarga. Jadi ibu berharap buat kedepannya kalian tidak boleh mengejek Anisa lagi ya.”
“Iyaa, Buuu, kami tidak akan mengejek Anisa lagii….” seru teman-teman Anisa.
“Baiklah. Ibu senang mendengarnya. Oke mari kita lanjutkan pelajaran kita minggu lalu.”
Lalu mereka melanjutkan pembelajarannya. Hingga bel sekolah pun berbunyi menandakan pelajaran telah selesai.
“Anisa kami meminta maaf ya karena telah mengejekmu tadi,” kata teman Anisa yang merasa bersalah.
“Iya, kami juga, Anisa, meminta maaf sama kamu ya. Kami sudah banyak salah. Tidak seharusnya kami seperti itu.”
“Sudahlah, teman-teman, gak papa. Aku sudah maafin kalian semua kok,” balas Anisa dengan senyum ramah.
Lalu mereka pun saling berpelukan dan pulang bersama ke rumah mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah Anisa melihat neneknya sedang duduk di ruang tamu dan Anisa langsung salim ke neneknya.
“Nisa kamu suadah pulang?”
“Sudah, Nek.”
“Ya sudah. Kamu ganti baju dan langsung makan ya….”
“Iya, Nek.”
Lalu keesekokan harinya ketika Anisa hendak berangkat ke sekolah, dia melihat neneknya berdiri di depan kamarnya.
“Ada apa, Nek?”
“Selamat ulang tahun ya cucuku, tidak terasa sekarang kamu sudah besar, semoga kamu sehat selalu, semakin rajin di sekolah dan tentunya selalu menjadi orang yang baik dan tetap rendah hati ya.”
“Nenek ingat ulang tahunku? Terima kasih ya, Nek.”
“Dan ini, Nenek ada hadiah buatmu,” lalu nenek Anisa memberikan sebuah kotak sebagai hadiah ulang tahunnya.
“Apa ini, Nek?” tanya Anisa dengan rasa penasaran.
“Buka saja, itu hadiah spesial buat kamu,” Anisa langsung membuka kado tersebut dan dia kaget melihat isi dari kado tersebut.
“Wahhh hadiahnya bagus sekalii. Nenekk aku senang bangett,” ucap Anisa kegirangan karena dia mendapatkan hadiah sepatu baru dari neneknya.
“Iya, Nisa, semoga kamu suka yaa. Nenek kasihan melihat kamu memakai sepatu yang sudah rusak dan nenek juga mendengar kabar bahwa di sekolah teman-teman kamu sering mengejek kamu karena sepatumu sudah koyak. Dan bersyukurnya semalam kue nenek habis terjual jadi nenek langsung membelikan sepatumu.”
“Nenek, terima kasih ya buat sepatunya. Aku suka sekali dengan sepatu ini. Makasih banyak yaa, Nek. Aku sayang sama nenek,” lalu Anisa langsung memeluk neneknya.
“Iya, sama-sama, nenek juga sayang sama kamu. Karena sekarang kamu sudah punya sepatu baru, semoga kamu semakin rajin dan semangat belajar ya. Agar kelak cita-cita kamu tercapai dan bisa menjadi orang yang sukses.”
“Iya, Nek. Aku akan semakin rajin belajar biar aku bisa membanggakan Nenek.”
Lalu mereka pun saling berpelukan untuk menyalurkan kasih sayang mereka satu sama lain.
Sepatu baru adalah suatu hal yang sangat dinanti-nantika oleh Anisa. Dan berkat kesabaran dan kemurahan hatinya, akhirnya dia mendapatkan sepatu baru tersebut dan dia sangat berterima kasih kepada neneknya.
Begitupun di sekolah dia sudah berteman baik dengan teman-teman sekelasnya bahkan sekarang mereka sudah sering bermain dan pulang bersama-sama.
Anisa sangat bahagia dengan itu semua, karena semakin besar kita bersabar maka semakin besar pula kebahagiaan yang Tuhan siapkan untuk kita. ***
.
.
Fitri First Nova Butar Butar, penulis tinggal di Deli Serdang.
.
.
kromatika
kok bisa cerpen kayak begini terbit di koran sastra?
Maryono Sucipto
remeh temeh mubazir