Cerpen, Fajar Irawati, Suara Merdeka

KK

KK - Cerpen Fajar Irawati

KK ilustrasi Muji Konde/Suara Merdeka

4.5
(2)

Cerpen Fajar Irawati (Suara Merdeka, 14 Juli 2024)

AKHIR-AKHIR ini, topik KK selalu menjadi buah bibir di masyarakat. Suatu saat, aku pernah mendengar ada seorang ibu muda dengan bangganya bercerita bahwa nama anaknya sudah dicantumkan di KK neneknya yang rumahnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari sekolah negeri.

Suatu hari, saat aku sedang memilih sayuran di pasar, aku mendengar perbincangan hangat beberapa ibu tentang sekolah zonasi dan KK.

“Alhamdulillah, anakku sudah kumasukkan di KK neneknya yang dekat dengan sekolah. Biar besok tahun depan tidak usah repot mendaftar,’’ucap seorang ibu dengan bangganya.

“Loh, emang bisa, Bu?’’ tanya seorang ibu lainnya.

“Lah, namanya ikhtiar, Bu. Bismillah.’’

Aku heran, bukankah itu suatu tindakkan menghalalkan sebuah kebohongan? Mengapa harus menyebut nama Tuhan untuk melakukan ikhtiar yang tidak dibenarkan. Aku hanya tersenyum dalam hati. Sampai segitunya mereka berusaha untuk memindahkan nama anaknya ke KK lain keluarga demi bisa menyekolahkannya di sekolah negeri.

***

“Ibu, lihat nih! Ulangan Matematika Reza nilainya 85!’’ ucap Reza riang sambil menunjukkan kertas hasil ulangan hariannya.

“Wah, Ibu ikut senang, deh. Selamat, ya.’’

“Besok lagi Reza harus mengalahkan Nata. Nata nilainya 100. Nata hebat, ya, Bu.’’

“Reza juga sudah hebat, kok. Makanya kamu harus tambah rajin belajar, ya, Nak! Biar kamu nanti jadi orang hebat. Ok!’’

“Ok,’’ kata Reza sambil menautkan kedua ujung jari telunjuk dan ibu jarinya sambil menyunggingkan senyum.

Rumahku jauh dari sekolah negeri. Apakah Reza dua tahun lagi akan bisa melanjutkan sekolah di sekolah negeri? Terbesit suatu gelebah pemikiran untuk memindahkan nama Reza di KK adikku yang rumahnya tak jauh dari sekolah negeri.

Baca juga  Madah Duka Lara

Namun, pemikiran itu tersaduk dengan penolakan batinku yang mengatakan “Jangan’’. Tapi, nanti Reza sekolah di mana kalau dia tidak diterima di sekolah negeri? SMP swasta pun juga jauh dari rumahku dan bahkan yang aku dengar, biaya sekolahnya sebesar jatah bulananku dari suamiku. Aku tersenyum kecut. Kalau gitu, nanti keluargaku makan apa? Sementara aku hanya ibu rumah tangga. Kepalaku pening. Sudahlah, Reza juga masih dua tahun lagi lulus dari SD. Siapa tahu aturan berubah.

***

Perasaan belum lama aku memikirkan untuk memindahkan nama Reza di KK adikku yang rumahnya tak jauh dari sekolah negeri. Namun, tak terasa sekarang Reza sudah kelas 6 SD. Beberapa bulan lagi, dia harus menamatkan sekolah dan melanjutkan ke SMP.

Saat ini, kekhawatiranku lebih hebat dibandingkan sebelumnya. Kuputuskan untuk berkeluh kesah dengan guru kelas Reza tentang kekhawatiranku.

“Maaf, Bu. Gimana, ya, Reza. Rencana mau melanjutkan ke sekolah negeri, tapi tempat tinggal kami jauh.’’

“Kan tidak harus jalur zonasi, Bu. Selain jalur zonasi, ada jalur prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua. Mungkin Reza bisa daftar lewat jalur prestasi, tapi kalau nggak salah jalur prestasi kuotanya memang lebih sedikit. Semoga saja Reza bisa masuk lewat jalur prestasi.’’

Aku hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan Bu Sri, guru Reza. Semoga saja Reza bisa masuk ke sekolah negeri lewat jalur prestasi. Kalau tidak? Akh, aku tidak mau membayangkannya.

***

Tibalah hari pendaftaran Reza ke sekolah negeri. Sesampainya di sekolah yang kami tuju, tumpah ruah orang tua dan anaknya untuk mendaftar di sekolah itu.

“Ibu mau mendaftarkan putranya?’’ tanya seorang guru yang mungkin melihatku bingung.

Baca juga  Salipan

“Pak. Saya mau mendaftarkan anak saya.’’

“Mau daftar jalur apa, Bu?’’

“Prestasi, Pak.’’

“Oh, silakan Ibu ke ruang sana. Nanti Ibu menemui petugas pendaftar di sana.’’

“Terima kasih, Pak.’’

Aku bergegas menggandeng tangan Reza ke ruang sesuai arahan pak guru tadi.

“Permisi,’’ kataku.

“Oh, silakan. Ibu mau mendaftarkan putra Ibu? Silakan putra Ibu saja yang masuk, biar Ibu menunggu di luar,’’ kata Ibu guru petugas pendaftar ramah.

Saat aku duduk menunggu Reza, aku mendengar perbincangan beberapa orang tua yang juga sedang menunggu anaknya mendaftar di ruangan.

“Saya ketar-ketir, loh, Bu. Semoga anak saya bisa diterima di sekolah ini.’’

“Iya, saya juga, Bu. Putra Ibu nilainya berapa?’’ tanya seorang ibu satunya.

“Rata-rata rapotnya 92, kalau Ibu?’’

“Alhamdulillah, anak saya rata-ratanya 91 dan ada tambahan piagam prestasi.’’

Hatiku semakin ciut mendengar perbincangan mereka karena nilai rata-rata Reza cuma 87 dan tidak ada piagam prestasi. Apakah mungkin bersaing dengan anak-anak mereka?

“Eh, gimana putranya, Bu. Jadi daftar zonasi?’’ Seorang Ibu bertanya kepada seorang pendaftar yang tiba-tiba lewat di depan kami. Mungkin mereka sudah saling kenal.

“Iya, alhamdulillah. Jaraknya cuma 300 meter dari sekolah.’’

“Rata-rata nilainya berapa, Bu?’’ Aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Rata-rata nilainya, nggak tinggi, sih. Cuma 78 koma berapa gitu. Tapi saya yakin anak saya pasti diterima di sekolah ini lewat jalur zonasi. Jaraknya kan dekat,’’ kata Ibu itu dengan merekahkan senyum.

“Rumah Ibu di mana?’’ tanyaku lebih lanjut.

“Rumah saya sebenarnya sih di batas kota. Cuma saya punya KK di sini. Kan aturannya yang penting alamat KK yang buat pedoman mendaftar.’’

Baca juga  Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi

Deg, jantungku terasa berhenti. Mulutku seolah tidak bisa terkatup mendengar jawaban Ibu itu. Hatiku menjerit. Reza, apakah kamu akan marah sama Ibu dan Ayah jika kamu tidak bisa diterima di sekolah ini? Haruskah Ibu meminta maaf? Adilkah ini? ***

.

.

Cilacap, 22 Juni 2024

Fajar Irawati, lahir dan domisili di Cilacap, Jawa Tengah. Pengajar Bahasa Inggris di SMP Negeri 4 Cilacap.

.

.

Loading

Average rating 4.5 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Najwa Rahila

    Halo kak Fajar Irawati, saya sangat tertarik dengan cerpen berjudul “KK” yang kak Fajar tulis ini. Jadi, saya ingin menganalisis cerpen kakak ini. Namun ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada kakak. Untuk itu bolehkah saya mengetahui akun sosial media kakak? Agar bisa mengobrol lebih lanjut. Terima kasih

Leave a Reply

error: Content is protected !!