Puisi Faris Al Faisal (Republika, 21 Juli 2024)
HARUM CENGKIH DI CANGKIR TEH
.
Kau telah merebus fajar hingga mendidih
Menyeduhkan daun teh dan sesendok gula
Diraihnya bunga cengkih
Dilemparnya dengan menakjubkan
.
Secangkir kemegahan itu berasap-asap
Baunya menggelitik bulu hidung
Susut oleh gurauan burung berjambul kuning
Pagi yang mengalir hangat
Menjatuhkan embun di keningmu
Campur aduk dengan bedak
Juga secoret lipstik
Membekas di bibir cangkir
.
Aku tak tahu bagaimana memotret momen ini
Saat tenang-tenangnya hari berseri
Lingkar bening matamu sejernih kristal
Kutatapi dengan tak berkedip bayanganmu
.
.
.
CANGKANG MERAH KEPITING
.
Dari perut tambak kuikat dua capitnya
Kumasukkan dalam tabung kembu
Sebelum bertemu api di tungku batu
.
Kujerang air di dalam periuk
Setelah memanggulnya dari lubuk Cimanuk
Seujung sendok garam dapur pun lebur
.
Kepiting-kepiting terbakar
Sebentar lagi cangkangnya memerah
Seperti pipi kekasihku
.
Tutup tungku melonjak gembira
Bunyi uap panas mengudara
Dan asap rebusan menabrak hidung
.
Oh, kubayangkan ia dalam mangkuk
Punggungnya perlahan kusibak
Mengintip rahasia di balik cangkang
.
Gelimang telurnya yang jingga bagai senja
Tak pernah ragu kuberikan padamu
Begitu hendaknya akan sebuah ketulusan
.
Aku memecah capit dan memetik dagingnya
Menyuapkan untukmu dengan kehangatan
Bersama sisa waktu kita mencecap sunyi tambak
.
.
.
IKAN BELANAK TERBUNGKUS DI DAUN PISANG
.
Ikan belanak
Terbungkus di daun pisang
.
Daun kemangi
Terperangkap di dalamnya
.
Arang kayu asam
Membara dengan nyala
.
Aroma daun terbakar
Liat kelihatan berminyak
.
Harum bumbu pepes
Memanggil gemericik tetes liur
.
Perlahan sebagian daun gosong
Dibalik seperti telapak tangan
.
Tak ada yang ingin segera dijumpa
Kecuali butir-butir nasi
.
Sambal yang ditumbuk di cobek batu
Menemani irisan timun dan kol
.
Setelah diangkat dari perapian
Di meja makan kau tampak menawan
.
Tangan-tangan kelihatan gemas
Mencubit gurih daging
.
Aku terus mendedah
Menyuarakan isi di hati
.
Sajak ikan belanak
Meninggalkan jejak di lidah
.
.
.
LAPIS MANIS
.
Aku masukkan:
Tepung beras
Tepung kanji
Sedikit garam
Gula
Vanili
.
Tanganku mengaduknya
Sampai semua bercampur
.
Perasan kelapa seputih susu sapi
Merasuk sampai menjadi adonan
Terasa licin dan berminyak
.
Dua loyang membagi:
Satu dibiarkan tanpa warna
Dua dibubuhi air perasan pandan
.
Sebuah loyang untuk mengukus
Disiapkan setelah diolesi minyak kelapa
Sekelilingnya telah panas
.
Aku tuangkan adonan pertama
Kutunggu sampai mengeras
.
Adonan kedua kutuang
Sudah tampak lapisan
.
Aku ulang hingga beberapa lapis
Sampai seperti pelangi di langit
.
Di meja setelah diiris-iris kecil pada piring cantik
Aku menguyah lapisan manis tepung beras
.
Setiap habis lapis pertama
Kunikmati lagi lapis kedua
.
Seakan bahagia pun berlapis-lapis
Manakala kulihat pelangi di matamu
.
.
.
PIRAMIDA POCI KETAN
.
Piramida-piramida kecil
Adonan tepung ketan dan santan
Dibungkus daun pisang
.
Dikukus pada anyaman bambu
Dalam dandang tembaga
.
Pada ruang sempit kerucut
Tubuhnya mengalami kematangan
.
Poci-poci ketan
Dengan isi enten-enten
(parutan kelapa dan gula merah)
Meminta ditelanjangi
Sudut-sudutnya begitu lancip
Digigit sedikit demi sedikit
Memecah manis lumer di lidah
.
Pada ritus pengantin
Ia dihidangkan sebagai puncak impian
Mendaki bahagia
.
.
.
KELEPON HIJAU
.
Tepung ketan
Disiram air perasan pandan
.
Dibuat bola-bola kecil
Berisi gula merah
.
Menggelinding dalam kukusan
Mewarnai hijau sore
.
Parutan kelapa
Bertaburan bagai hujan salju
.
Potongan-potongan daun pandan
Sesekali tersenyum di sela bulatan hijau
.
Aroma harum daun
Rimbun mekar di hidungku
.
Dipungut sebiji-sebiji
Seperti memetik butir tasbih
.
Di dalam mulut
Gula merah memecah
.
Meninggalkan kenangan manis
Mirip lalumu di bibirku
.
.
Faris Al Faisal, penyair. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Indramayu dan Ketua Lembaga Basa lan Sastra Dermayu. Ia bisa dihubungi di ffarisalffaisal@gmail.com.
.
HARUM CENGKIH DI CANGKIR TEH.
Leave a Reply