Arwin Andrew, Cerpen, Kaltim Post

Duka Anggrelia

Duka Anggrelia - Cerpen Arwin Andrew

Duka Anggrelia ilustrasi Jumed/Kaltim Post

4.2
(5)

Cerpen Arwin Andrew (Kaltim Post, 28 Juli 2024)

ANAK perempuan itu berlari menyusuri taman sembari menyunggingkan senyum. Balon hijau dalam genggamannya melambai mengikuti kaki yang melangkah ke arah tempat perosotan. Matanya tertuju ke arahku, memancarkan rona wajah memerah. Tak lama, seorang perempuan datang menghampirinya.

“Ia sangat mirip denganmu,” kataku mencoba menyapa.

Perempuan itu tak banyak berubah sejak terakhir kali aku bersua dengannya beberapa tahun silam. Bedak tipis yang melapisi wajahnya dan rambut pirang cokelat yang memantulkan sinar langit sore itu menatapku dengan sorot matanya yang tajam.

Ia mendekat, lalu mengayunkan tangan cukup keras ke arah pipi kananku hingga membuatku goyah. Anak perempuan itu di belakang menangis, menarik perhatian pasang mata di sekitar.

“Belum puas merusak kehidupan orang lain? Dasar kurang ajar!” ujarnya sembari menggendong anak perempuan itu.

“Sebentar, boleh aku…,” aku berusaha mengejar.

Ia tak menggubris. Riak tangis anak itu kian lenyap bersamaan dengan lalu lalang orang yang sedang menikmati pemandangan sore.

***

Perempuan itu bernama Anggrelia. Hampir semua mahasiswa di Fakultas Teknik—kampus almamaterku—mengenalnya sebagai ketua senat yang gemar demonstrasi.  Tak sekadar vokal, tulisan-tulisannya dimuat di majalah kampus tempatku bernaung. Tajam dan bernas membuat para birokrat panas, namun tetap tak menyurutkan niatnya. Bila ada demonstrasi, ia akan berdiri paling depan mengaungkan suara mengalahkan deru klakson.

Majalah kampus pernah menugaskanku mewawancarai Anggrelia. Sebuah kafe kecil tak jauh dari kampus menemani tanya jawab itu.

“Kalau tak berisik, sampai kapan pun suara kami tak di dengar,” ujarnya dengan nada pelan.

Kopi dan roti hangat membuat wawancara itu semakin intens. Di hadapanku, ia bercerita banyak hal tentang kritik dan dunia aktivis.

Baca juga  Orang-orang Berjalan Lambat

Dua jam mengobrol aktivitasnya di dunia akademik kutuangkan dalam sebuah artikel majalah kampus. Di balik sangar dan amarahnya, ia adalah perempuan rendah hati yang punya impian besar.

“Aku ingin menjadi lilin, cahaya kecil yang mampu mengusir gelap,” tukasnya menutup sesi wawancara.

Dari satu aksi damai ke aksi demonstrasi lain, Anggrelia hadir mengawal isu-isu terkait politik dan kemanusiaan. Ia menjadi lilin yang membagikan api kecilnya ke sumbu-sumbu lain tatkala banyak tekanan yang mencoba membungkam. Berbagai forum kerap mengundangnya sebagai pembicara menyuarakan suara masyarakat kecil. Duka Anggrelia. 

Teror mendatangi Anggrelia. Kabar burung berusaha menjatuhkan namanya. Perempuan dengan rambut poni itu dituduh sebagai suruhan korporasi besar yang bergerak pada pertambangan. Fotonya beredar sedang makan bersama seorang perwakilan perusahaan di sebuah restoran. Ia berusaha meyakinkan bahwa itu hanyalah pertemuan untuk wawancara beasiswa. Akan tetapi, kabar itu terlanjur membuat namanya jatuh sehingga orang-orang tak mempercayai dirinya. Semenjak kabar itu, ia jarang hadir di berbagai aksi mahasiswa. Bak ditelan bumi, Anggrelia menghilang tanpa kabar.

***

Bekerja sebagai wartawan bagian politik membuatku banyak bertemu politikus. Tidak sulit menemui mereka bila terkait dengan menaikkan popularitas, apalagi menjelang pemilihan. Salah satunya politikus muda satu almamaterku bernama Tiara. Sama seperti Anggrelia, Tiara sangat aktif berorganisasi dan aktivis yang pergaulannya luas.

“Siap-siap, Rey. Ada breaking news sebentar lagi,” bisik Tiara. Aku bertemu dengannya saat rehat sidang.

“Korupsi atau pencucian uang?” balasku.

“Cepat atau lambat, akan tersebar. Kamu sabar saja,” ujarnya sambil lalu.

Selama ini, informasi dari Tiara sesuai yang terjadi di lapangan. Kekuatan jaringan yang ia miliki bukan sekadar recehan, namun berasal dari kalangan tertentu yang tak sembarangan reputasinya. Informasi begitu mudah bila relasi ada di berbagai lembaga. Duka Anggrelia. 

Baca juga  Laki-laki Sangsara

Notifikasi grup WhatsApp muncul begitu banyak. Kasus penyuapan terhadap pejabat daerah atas perizinan tambang. Nama tiga tersangka muncul dengan jelas. Salah satu tersangka tampak tak asing, dan sangat menganggu pikiran.

***

Usahaku mendapatkan berita sepertinya sia-sia hari itu. Tamparan yang cukup kencang masih membuat pipi kanan memerah. Langkahku menuju tempat parkir harus berhenti saat di depan mata muncul perempuan yang kelihatan sedang menunggu.

“Setelah merusak namaku, kamu berusaha menghancurkan keluargaku. Kamu mau apa, Rey?” nada Anggrelia memuncak.

“Aku tak bermaksud menanyakan kabar itu. Aku hanya mencoba….”

“Sudah lama aku tahu, kamu yang menyebarkan foto-foto hoaks itu. Kamu pasti ingat kasus fotoku bersama seorang pria. Pria itu adalah pamanku. Aku ingin mengajak paman kolaborasi pendidikan politik. Tapi berita yang kamu buat menghancurkan semuanya,” jelas perempuan itu menahan amarah.

“Aku minta maaf soal itu. Aku hanya mencoba membantu,” jawabku membela diri.

“Fitnah yang menimpa suamiku akan dibuktikan di persidangan. Ini semua politisasi, Rey.” Duka Anggrelia. 

Air mata membanjiri dua matanya, membuat sungai kecil yang mengalir membasahi pipi. Tanpa suara, ia masuk mobil, pergi sejauh mungkin tanpa menengok ke belakang.

Anggrelia dan Tiara dulunya adalah aktivis yang saling bersahabat. Namun persahabatan mereka renggang ketika Tiara kerap berkumpul bersama elite politik di berbagai kesempatan. Tiara pula yang awalnya memberikan informasi adanya pertemuan Anggrelia dengan seseorang kepadaku.

“Ada informasi terbaru?” pesan Tiara dari WhatsApp muncul di layar ponsel.

Entah apa yang harus aku balas. Semua berlalu begitu cepat. Pesan itu tetap bertahan sepanjang jalan.

Deru knalpot bersahutan. Lampu hijau membuat berbagai kendaraan bergerak seperti siput berjalan tatkala gabungan aktivis dan mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di kantor kepala daerah. Kutatap pesan gawai itu dalam-dalam sembari melihat baliho Tiara yang terpampang besar tak jauh dari tempat berlangsungnya demonstrasi. ***

Baca juga  Arwah Titisan

.

.

Arwin Andrew. Bermukim di Samarinda. Giat menulis cerita dan membaca. Beberapa karyanya pernah dimuat di media daring dan media cetak.

.
Duka Anggrelia. 

Loading

Average rating 4.2 / 5. Vote count: 5

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!