Cerpen Yuditeha (Koran Tempo, 13 Oktober 2024)
DI jantung Kota Paris, tersembunyi di balik gedung-gedung bersejarah, Laboratorium Friedel berdiri sebagai pusat penelitian paling terkemuka. Di sinilah para ilmuwan terbaik di dunia bekerja siang dan malam untuk menciptakan terobosan baru dalam ilmu pengetahuan. Salah satu proyek terbesar mereka saat itu adalah pengembangan karet sintetis yang dapat menggantikan karet alam dengan lebih efisien, ramah lingkungan, dan tahan lama.
Proyek itu dipimpin oleh Dr. Antoine Delacroix, seorang ilmuwan terkemuka dengan reputasi luar biasa di dunia kimia. Delacroix, meskipun jenius, dikenal ambisius dan tak kenal ampun dalam mengejar tujuannya. Di bawah pimpinannya, dua asisten utama bekerja tanpa lelah: Lucien, seorang ahli kimia muda berbakat namun naif, dan Claire, ilmuwan senior dengan pengalaman luas namun pandangan yang lebih pragmatis. Selama berbulan-bulan, tim itu bekerja tanpa henti, mendorong batas eksperimen mereka demi mencapai hasil yang diinginkan. Namun, di balik sukses yang mereka peroleh, ketegangan semakin meningkat. Dr. Delacroix mendorong timnya hingga melewati batas, sering kali mengabaikan protokol keselamatan demi percepatan hasil. Claire dan Lucien mulai merasakan tekanan yang sangat besar, tetapi tidak ada yang berani menentang Delacroix secara langsung. Sampai pada suatu hari yang nahas, kecelakaan besar terjadi. Pagi itu, mereka sedang menguji formula terbaru untuk karet sintetis. Komponen kimia yang mereka gunakan sangat reaktif, dan sedikit kesalahan dalam pencampuran dapat menyebabkan reaksi berantai yang berbahaya. Delacroix, dengan penuh semangat, memimpin eksperimen tersebut, menginstruksikan Claire dan Lucien mengikuti setiap langkahnya. Ketegangan di ruangan semakin terasa saat cairan kimia mulai bereaksi.
Tiba-tiba, terjadi ledakan kecil di tabung reaksi, diikuti oleh pelepasan asap tebal berwarna keunguan. Asap itu dengan cepat menyebar ke seluruh ruangan, menyelimuti mereka dalam kabut beracun. Dr. Delacroix yang berdiri paling dekat dengan sumber ledakan langsung terbatuk-batuk keras, napasnya tersengal-sengal. Claire dan Lucien, meskipun lebih jauh dari titik ledakan, segera merasakan iritasi di mata dan tenggorokan. Mereka berhasil melarikan diri ke luar ruangan, tetapi Delacroix terjatuh di lantai, tak mampu bergerak.
Lucien, dengan panik, berusaha menolong Delacroix, tetapi tubuh sang doktor sudah mulai lemas. Claire tampak terpaku, hanya berdiri di ambang pintu laboratorium, wajahnya tanpa ekspresi. Akhirnya, ambulans tiba dan membawa Delacroix ke rumah sakit. Namun, dalam beberapa jam, berita kematiannya tersiar—Dr. Antoine Delacroix meninggal dunia akibat paparan zat kimia beracun yang menyerang paru-parunya. Kematian Delacroix mengguncang dunia ilmiah. Laboratorium Friedel menutup proyek sementara, dan investigasi atas kecelakaan itu segera dilakukan. Pihak berwenang menyimpulkan bahwa ledakan tersebut adalah kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan bahan kimia yang sangat reaktif. Namun, bagi Lucien, ada sesuatu yang tidak beres.
Beberapa hari setelah kejadian, Lucien mulai mengingat kembali peristiwa di laboratorium hari itu. Claire, yang biasanya sangat teliti dalam setiap eksperimen, tampak aneh—lebih dingin dan tidak terpengaruh oleh kecelakaan itu. Sesuatu di dalam diri Lucien memaksanya untuk mencari tahu lebih dalam. Ia mulai memeriksa catatan laboratorium mereka, dan di situlah ia menemukan sesuatu yang janggal: komposisi kimia yang digunakan dalam eksperimen terakhir telah sedikit diubah. Perubahan itu kecil, tetapi cukup signifikan untuk memicu reaksi yang menyebabkan ledakan.
Lucien dengan cepat mengonfrontasi Claire. Ia menunggu hingga larut malam, ketika laboratorium sudah sepi, Lucien menghampiri Claire yang masih bekerja di mejanya. Dengan nada serius, Lucien menyodorkan catatan yang ia temukan.
“Apa ini, Claire? Kamu mengubah formula?” tanya Lucien dengan nada penuh curiga.
Claire menatap Lucien, awalnya tenang. Namun, kemudian ekspresi wajahnya berubah. Ia berdiri dan mendekati Lucien, matanya penuh dengan intensitas yang tak biasa.
“Lucien, dengar baik-baik. Ini bukan hanya soal formula. Ini soal menghentikan seseorang yang siap menghancurkan kita semua demi ambisinya.”
Lucien terpana. “Apa maksudmu?”
“Delacroix sudah terlalu jauh,” jawab Claire. “Dia tak peduli pada keselamatan kita, atau keselamatan siapa pun. Dia akan terus mendorong kita sampai kita semua hancur. Aku melakukan apa yang harus dilakukan untuk menghentikannya.”
Lucien merasa seolah-olah lantai di bawahnya runtuh. “Kau. Kau sengaja membuatnya kecelakaan?”
Claire tidak menunjukkan penyesalan. “Aku tidak punya pilihan. Jika Delacroix dibiarkan, berapa banyak lagi orang yang akan terluka atau mati karena obsesinya?”
Perasaan Lucien berkecamuk. Di satu sisi, ia tahu bahwa Delacroix memang sering bertindak sembrono, menempatkan eksperimen di atas keselamatan. Tetapi, di sisi lain, membunuh seseorang—dengan cara apa pun—adalah tindakan yang tak bisa dimaafkan. Ia merasakan beban moral yang luar biasa menghimpitnya.
“Apa kau pikir kita bisa melanjutkan hidup kita setelah ini?” Lucien bertanya dengan suara bergetar.
Claire mendekat, suaranya rendah namun penuh keyakinan. “Jika kau memberitahukan ini kepada siapa pun, semuanya akan berakhir. Bukan hanya untukku, tapi juga untukmu. Penelitian ini adalah masa depan kita. Jika kau bersamaku, kita bisa membawa penemuan ini ke dunia dan menjadi yang terdepan dalam sejarah.”
Lucien berdiri dalam diam. Ia tahu bahwa jika ia melaporkan Claire, kebenaran akan terungkap, tetapi semua kerja keras mereka akan sia-sia. Namun, jika ia diam, hidupnya akan terus dibayangi oleh rahasia kelam itu.
Dengan berat hati, Lucien menunduk. “Baiklah. Aku akan diam. Tapi jangan pernah lupakan apa yang sudah kau lakukan, Claire.”
Drama itu berakhir dengan Claire dan Lucien kembali bekerja di laboratorium, melanjutkan proyek mereka. Dunia memuji atas penemuan revolusioner mereka terkait karet sintetis. Tetapi, di dalam diri Lucien, bayang-bayang kematian Delacroix terus menghantui. Tepuk tangan dunia pun rupanya tak bisa menghapus kenyataan tersebut. Karenanya, bagi Lucien, untuk selanjutnya yang dianggap puncak kariernya sebagai peneliti adalah saat dirinya menyampaikan kabar tentang penemuan baru dari penelitiannya. Lucien menyatakan bahwa sisa cairan kimia dari bahan dasar karet sintetisnya bisa menjadi minuman yang segar. Ia berjanji akan melakukan sendiri percobaan pertamanya. ***
.
.
Yuditeha, penulis yang tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah. Pendiri Komunitas Kamar Kata.
.
Penemuan Terakhir Lucien. Penemuan Terakhir Lucien. Penemuan Terakhir Lucien.
Leave a Reply