Cerpen, Jawa Pos, Yudhi Herwibowo

Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap

Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap - Cerpen Yudhi Herwibowo

Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap ilustrasi Budiono/Jawa Pos

5
(1)

Cerpen Yudhi Herwibowo (Jawa Pos, 04 Januari 2025)

SYAHDAN, akan ada satu waktu saat angin berembus pelan menebarkan kesejukan yang samar sekaligus menguarkan aroma bunga-bunga musim semi dan seorang laki-laki—dengan baju panjang yang menutupi hingga kepalanya—terlihat berjalan di tengah-tengahnya, seakan mengiringi ke mana pun angin bergerak.

Laki-laki itu terus berjalan sambil tak henti bersenandung kecil,

pohon-pohon yang berbahagia,

berbaik hatilah pada ranting-rantingmu,

tumbuhkan daun-daunnya,

agar dapat menjadi peneduh dalam perjalananku…

Namun, ia menghentikan senandungnya saat ia melihat seorang perempuan yang menangis di tepi sungai dengan baju yang basah kuyup. Laki-laki itu kemudian tahu kalau perempuan itu ternyata baru saja terjun dari atas bukit untuk bunuh diri, tapi garis hidupnya ternyata belum selesai hari ini. Jadi ia selamat dan arus sungai malah membawanya ke tepian dan mempertemukannya dengan laki-laki itu.

“Ada apa, Saudariku?” tanya laki-laki itu. “Kenapa engkau tampak begitu gundah?”

Dengan menangis sesenggukan, perempuan itu berkata, “Aku hanya ingin menyelesaikan kesedihan yang sudah kupendam bertahun-tahun. Hidupku diciptakan secara tak adil. Aku lima bersaudari dan aku adalah anak yang paling tidak menarik. Semua adikku menikah muda dengan pria-pria yang dicintainya. Mereka semua hidup berbahagia. Tapi tidak denganku. Tak ada laki-laki yang pernah tertarik denganku, mereka bahkan… melengos bila melihatku.”

Laki-laki itu terdiam sejenak, mengamati wajah perempuan itu. Ia sudah tak lagi muda, wajahnya memang tidaklah jelita, namun siapa pun yang melihatnya dapat melihat kebaikan dan ketulusan dalam raut wajahnya.

Laki-laki itu kemudian berkata, “Kalau itu yang membuatmu ingin mengakhiri hidup, aku akan membantumu. Tapi berjanjilah, kau akan tetap hidup dan tak menyia-nyiakan hidupmu lagi?”

Perempuan itu hanya bisa mengangguk dengan tak mengerti, “Tapi bagaimana… kau membantuku?” tanyanya ragu.

Laki-laki itu tak menjawab. Ia malah memejamkan mata dan menengadahkan kedua telapak tangannya. Sesaat keheningan hadir di sekeliling, lalu rasa hangat mulai menyebar di kedua telapak tangan laki-laki itu, seiring cahaya-cahaya samar bermunculan di sekitarnya. Barulah setelah itu, laki-laki itu menempelkan kedua telapak tangannya pada kedua sisi wajah perempuan itu. Ia seperti menyebarkan rasa hangat dan cahaya-cahaya samar itu di wajah perempuan itu. Pelan-pelan tangannya bergerak, seperti memijat wajah perempuan itu dengan lembut, menekan-nekan pipinya… menarik pelan kulit di sekitar matanya… dan memutar-mutarnya di sekeliling bibirnya…

Tak berapa lama, laki-laki itu menghentikan gerakan dan menarik kedua tangannya. Sejenak, perempuan itu merasakan hal yang aneh pada wajahnya. Seperti ada yang bergerak-gerak di wajahnya, entah apa itu. Ia pun cepat-cepat melihat ke arah tepian sungai. Dan betapa terkejutnya ia melihat bayangan yang muncul di permukaan sungai. Di situ terlihat wajahnya yang berbeda, wajah seorang perempuan… yang jelita.

Saat ia masih bertanya-tanya kenapa hal ini bisa terjadi, laki-laki itu sudah beranjak pergi darinya. Angin telah membawanya melanjutkan perjalanan. Perempuan itu pun hanya bisa melambai-lambaikan tangannya sambil mengucapkan terima kasih berulang-ulang.

Tapi, laki-laki itu seperti tak lagi mendengarnya, ia terus berjalan melanjutkan perjalanannya. Tak ada yang mengenal siapa dirinya, apalagi namanya. Tapi, kisah yang terjadi pada perempuan itu telah berulang kali terjadi juga pada orang-orang lain di sepanjang perjalanan laki-laki itu yang seperti tak berujung. Ia pernah menyembuhkan pemuda yang ditumbuhi jerawat-jerawat batu sebesar kerikil, seorang bayi yang lahir dengan ratusan kutil di wajahnya, atau pula laki-laki dengan luka bakar di wajahnya. Tak heran kalau kisah-kisahnya terus diceritakan ulang. Para tukang cerita di pasar-pasar bahkan menjulukinya Si Pemahat Wajah.

Baca juga  Melepaskan Gara

***

Bertahun-tahun berlalu, dan kisah tentang Si Pemahat Wajah telah tersebar ke seantero negeri, hingga akhirnya sampai ke telinga anak salah satu penguasa kota. Ia adalah Tuan Gugu, yang sebentar lagi akan mewarisi kekuasaan ayahnya yang telah tua. Itu adalah sesuatu yang sudah ditunggu-tunggunya sejak lama dan ia benar-benar tak sabar lagi. Namun, ada satu ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan. Tak seperti ayahnya yang cukup berwibawa, garis wajahnya sangat berbeda. Ia sama sekali tak terlihat berwibawa. Dan ia menyadari sekali itu. Di belakang punggungnya, orang-orang yang tak menyukainya bahkan menyebut wajahnya plonga-plongo, persis seperti orang bodoh. Yang lebih parah, ia tak bisa berbicara di depan banyak orang. Otaknya akan seperti berhenti, hidungnya kembang kempis, dan kata-kata yang akan terucap dari mulutnya muncul tergagap-gagap. Itulah kenapa orang-orang yang tak menyukainya itu selalu menambahkan satu kata di belakang namanya menjadi Tuan Gugu Gagap.

Sebenarnya, ia sudah menanyakan pada orang-orang kepercayaannya tentang masalah yang dideritanya. Ia toh tak ingin bila esok ia menjadi penguasa, ia tak bisa bicara di depan rakyatnya, padahal itu adalah pekerjaan seorang pemimpin!

Orang kepercayaannya yang pertama selalu berkata, “Tuan Gugu harus banyak-banyak membaca karena ada hubungan yang jelas antara apa yang kita baca dengan apa yang pikirkan dan apa yang akan kita ucapkan.”

Tuan Gugu mendengus kesal. Ia benci membaca karena menganggap membaca hanya pekerjaan bagi orang-orang pemalas. Lalu, orang kepercayaannya yang kedua berbisik, “Hamba punya jalan keluar bagi masalah Tuan Gugu. Tuan pasti sudah mendengar tentang pengelana yang dijuluki sebagai Si Pemahat Wajah. Kita harus membawa orang itu ke sini dan melakukan sesuatu pada wajah Tuanku. Aku yakin ia bisa membuat Tuanku bertambah tampan. Dan kupikir… dengan memiliki wajah yang tampan, satu persoalan bisa selesai. Tuan cukup sering menebar senyum dan orang-orang itu—terutama gadis-gadis muda—tak akan menuntut tuan bicara apa-apa. Mereka pastinya sudah terpukau dengan ketampanan Tuan.”

Tuan Gugu langsung mengangguk-angguk dan hari itu juga ia memerintahkan anak buahnya mencari Si Pemahat Wajah.

***

Si Pemahat Wajah baru saja akan menaiki perahu untuk meninggalkan pulau, tapi beberapa orang bertubuh besar menahan langkahnya.

“Ada yang ingin bertemu denganmu,” ujar seorang pemuda yang tampaknya pemimpin dari rombongan kecil itu.

“Aku tak bisa berbalik, angin sudah membawaku ke depan,” tolak Si Pemahat Wajah.

“Kau tak berhak menolak! Orang yang memerintahmu adalah Tuan Gugu, calon pewaris kota ini!” Lalu, beberapa orang yang lain –dengan sedikit memaksa– segera menarik tangan Si Pemahat Wajah untuk menaiki kuda.

Si Pemahat Wajah hanya bisa diam. Ia sudah mendengar cerita-cerita buruk tentang Tuan Gugu Gagap di sepanjang perjalanannya. Beberapa ucapan bahkan langsung terngiang kembali di kepalanya…

“Ia anak penguasa kota yang manja, malas, dan hanya bermain-main!”

Baca juga  Lomba Mengantre

“Ia selalu tak naik kelas sehingga ayahnya harus mendatangkan para guru ke rumah!”

“Beberapa bulan lalu, ia merengek pada ayahnya untuk mengangkatnya sebagai ketua di satu kelompok pemuda yang kerap membantu para warga.”

Tak dinyana, hari ini, Si Pemahat Wajah bertemu dengan anak muda itu. Ia kini sudah berbaring di pembaringan menunggunya.

Tanpa basa-basi, Tuan Gugu langsung berkata, “Bantu aku dengan mengubah wajahku agar lebih menarik, seperti yang sudah banyak kau lakukan sebelumnya. Nanti aku akan memberimu hadiah yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya!”

Si Pemahat Wajah terdiam sesaat. Ada keinginan kuat untuk menolak permintaan itu, namun akhirnya ia memejamkan matanya dan menengadahkan kedua tangannya. Lalu setelah rasa hangat dan cahaya-cahaya samar datang di sekelilingnya, ia mulai mendekatkan kedua telapak tangannya pada wajah Tuan Gugu.

***

Saat terbangun, Tuan Gugu langsung beranjak ke arah cermin.

Di sana, ia melihat wajahnya telah berubah menjadi lelaki tampan yang memesona. Kedua matanya yang sebelumnya selalu kuyu kini tampak cerah. Pipinya yang agak tembem kini terlihat lurus tirus dan tegas. Kedua ujung bibirnya yang selalu ke bawah kini telah ke atas, membuatnya terlihat selalu tersenyum. Bahkan, beberapa giginya yang tak rata kini pun telah tersusun rapi.

Tuan Gugu bersorak gembira. Ia benar-benar seperti menjelma menjadi laki-laki yang sempurna. Namun saat ia akan memberikan hadiah pada Si Pemahat Wajah, anak buahnya melaporkan kalau laki-laki itu ternyata telah pergi sejak tadi.

Tuan Gugu malah tersenyum. “Pergi sebelum menerima bayaranmu? Ya salahmu sendiri,” ujarnya.

***

Tuan Gugu bergegas menghadap ayahnya. Ia hendak memamerkan wajah barunya. Namun saat mulai berhadap-hadapan dengan ayahnya, baru disadarinya kalau tenggorokannya terasa perih, ia bahkan harus menelan ludah beberapa kali untuk meredam keperihannya.

“Ada apa, Anakku?” tanya ayahnya dengan menoleh sekilas saja. Ia tampak serius memeriksa dokumen penting di depannya.

Tuan Gugu sebenarnya akan berkata kalau wajahnya telah berubah karena pertolongan Si Pemahat Wajah sehingga ia tak lagi tampak bodoh, namun kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah, “Ayah wajahku… te-telah berubah menjadi lebih ber-berwibawa, aku si-siap menggantikanmu!”

Tuan Gugu kaget. Ia cepat-cepat menutup mulutnya.

Untungnya ayahnya tak terlalu mendengar ucapannya. Ia memang sedang pusing tujuh keliling. Kini makin banyak warga yang mengetahui kebohongannya. Sejarah tentang kepahlawanan orang tuanya yang selalu ia bangga-banggakan telah terbongkar. Beberapa pihak telah menelusuri silsilahnya dan menemukan kalau orang tuanya hanyalah seorang pembersih gorong-gorong kota.

Namun, orang kepercayaan ayahnya yang sejak tadi berdiri di sebelah ayahnya mendengar ucapannya. Ia hanya bisa memandang dengan tatapan kaget.

“Apa yang kau katakan tadi?” tanya ayahnya sambil melirik sekilas.

Tuan Gugu menggeleng cepat-cepat. Ia akan berkata kalau ia tak mengatakan apa-apa tadi, namun lagi-lagi kalimat yang terucap dengannya, “A-aku hanya ber-berkata, kalau aku tak sa-sabar untuk menggantikan A-ayah!”

Tuan Gugu kembali menutup mulutnya. Sambil terbatuk-batuk ia meminta izin untuk keluar dari ruangan, meninggalkan ayahnya yang tampak bingung.

Orang kepercayaan ayahnya segera berlari mengikutinya. “Aku mendengar apa yang Tuan ucapkan tadi!” serunya. “Itu kata-kata yang tidak pantas!”

Tuan Gugu mengangguk dan akan berkata kalau ia sendiri tak bisa mengendalikan ucapannya tadi, namun yang keluar dari mulutnya malah kata-kata, “Diam kau! Dasar gigi tinggal satu! Jangan ikut campur urusanku!”

Baca juga  Pesan Diw

Tuan Gugu benar-benar terkejut. Ia hanya bisa berlari menjauh meninggalkan orang kepercayaan ayahnya yang hanya bisa merintih pelan karena hinaan itu, “Apa salahnya gigi tinggal satu? Umurku sudah tua, bukankah wajar bila gigi-gigiku mulai tanggal… Huhuhu…”

Di dalam kamarnya, sambil memegangi tenggorokannya yang terasa semakin perih, Tuan Gugu mulai mengerti apa yang tengah terjadi padanya. Ia sudah mencoba berucap pada cermin dan semuanya lancar, namun saat ia bicara pada pelayannya, semua yang diucapkan jadi berbeda. Kata-kata yang terucap itu hanyalah kata-kata kasar atau kata-kata yang tak seharusnya. Dan itu adalah apa yang sebenarnya ia pikirkan dalam hatinya!

Tua Gugu yakin Si Pemahat Wajah sudah melakukan sesuatu di tenggorokannya hingga semua ini bisa terjadi. Keparat!

Tuan Gugu segera memanggil orang kepercayaan yang kedua. Di selembar kertas ia menulis: Ada yang tak beres denganku, ini semua gara-gara orang yang kau bawa itu, Si Pemahat Wajah! Ia telah melakukan sesuatu di tenggorokanku hingga aku tak bisa mengontrol ucapanku!

Membaca tulisan itu, orang kepercayaan yang kedua itu seketika pucat.

Tuan Gugu kemudian berteriak, “Tangkap o-orang itu! Atau ka-kau yang akan ku-ku-kugantung!” Kali ini ia tak peduli dengan kata-kata yang diucapkannya.

Dengan wajah ketakutan, orang kepercayaan kedua itu hanya bisa mengangguk, “Akan kucari orang itu dan segera kubawa ke hadapan Tuan!”

Ia lalu pergi dan segera memerintahkan semua anak buahnya mencari Si Pemahat Wajah. “Kejar dia! Terakhir kali ia ada di dermaga dan akan meninggalkan pulau! Jadi, tutup semua dermaga!” serunya.

Ratusan orang segera memburu Si Pemahat Wajah. Tapi sampai beberapa hari berlalu, tak ditemukan juga di mana Si Pemahat Wajah.

Orang kepercayaan kedua itu makin marah. Ia memerintahkan salah satu anak buahnya untuk melukis wajah Si Pemahat Wajah, lalu menyebarkan lukisan itu ke seluruh pelosok kota dengan tambahan kata-kata: Tangkap Hidup atau Mati! Ada sepeti uang emas bagi siapa pun yang berhasil menangkapnya!

Tapi sampai berbulan-bulan berlalu, Si Pemahat Wajah tak juga diketahui keberadaannya. Sementara itu, Tuan Gugu yang semakin ketakutan terus mengurung diri dalam kamarnya sambil berharap-harap. Tapi, tentu harapannya percuma. Ia tak tahu, selepas keluar dari rumahnya hari itu, Si Pemahat Wajah pergi ke sebuah tempat yang sepi. Di sana ia memejamkan mata dan menengadahkan kedua tangannya. Lalu saat rasa hangat dan cahaya-cahaya samar mulai muncul, ia mulai menggerakkan kedua tangannya, ke wajahnya…. ***

.

.

Yudhi Herwibowo. Penulis cerpen dan novel. Buku terbarunya adalah catatan perjalanan selama mengikuti Muhibah Budaya Jalur Rempah, Saya, KRI Dewaruci & Jalur Rempah (bukuKatta) dan novel Toko Buku Abadi (Penerbit Baca).

.
.
Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap. Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap. Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap. Kisah Si Pemahat Wajah dan Tuan Gugu Gagap. 

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!