Cerpen, Jawa Pos, Puspa Seruni

Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam

Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam - Cerrpen Puspa Seruni

Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam ilustrasi Budiono/Jawa Pos

5
(3)

Cerpen Puspa Seruni (Jawa Pos, 25 Januari 2025)

MAT KASIM seorang buruh pengupas daun tebu yang dikenal tidak banyak bicara. Dia lebih banyak tersenyum dan sesekali tertawa tanpa alasan yang jelas. Dia seolah memiliki dunia sendiri yang terpisah dari orang-orang di sekitarnya. Meski tingkahnya sedikit aneh, dia tidak pernah menangis, apalagi berwajah mendung.

Matanya selalu bersinar, tetapi orang-orang sepakat menjulukinya “Lelaki Berotak Dua Ons” untuk mengolok Mat Kasim yang dianggap tidak pernah tumbuh dewasa seperti manusia pada umumnya.

Usia Mat Kasim sudah mencapai 45 tahun. Dia memiliki seorang kakak lelaki bernama Joyo Lelono. Mereka terlahir kembar, tetapi tidak identik. Meski berasal dari indung telur yang sama, keduanya memiliki wajah dan perawakan yang berbeda.

Mat Kasim bertubuh pendek dan gempal dengan wajah yang masih terlihat seperti anak-anak, sedangkan Joyo Lelono memiliki tubuh kurus dan tinggi dengan wajah yang terlihat selalu menyiratkan kemarahan. Selain perawakan yang berbeda, keduanya memiliki karakter yang berbeda. Mat Kasim dengan tingkah lakunya yang cenderung aneh dengan senyum dan tawanya yang berlebihan, Joyo Lelono dengan keberanian dan kenekatannya. Rosida, ibunya, sempat berpikir jangan-jangan keduanya berasal dari sperma yang berbeda.

Satu bulan sebelum diketahui hamil, seorang pekerja proyek jalan di kampungnya sempat masuk ke dalam rumah dan menggodanya. Waktu itu, suaminya yang bekerja sebagai kernet truk sedang ada pekerjaan ke luar kota selama tiga minggu. Sebagai perempuan berusia 20-an, hasrat Rosida masih menggelora. Pekerja proyek yang sudah berhari-hari di lapangan juga memiliki kegelisahan yang sama. Maka ketika ada kesempatan, keduanya pun saling menumpahkan keinginan.

Beberapa hari setelah serangan kilat di dapur itu, sang suami pulang. Rosida berusaha bersikap biasa, seolah-olah tidak seorang pun yang membobol celah kangkang miliknya. Suaminya menggumulinya dengan penuh cinta, menumpahkan semua kerinduannya. Satu bulan berikutnya, Rosida mual-mual dan bidan desa menyatakan dirinya berbadan dua. Sembilan bulan berikutnya, bayi kembar itu meluncur keluar dari celah kedua pahanya.

Tumbuh dari keluarga miskin tanpa seorang bapak yang meninggal akibat kecelakaan di jalan raya, Joyo Lelono dan Mat Kasim tak mengenyam pendidikan. Mereka lebih suka bermain di sawah, sungai, dan jalan raya. Mat Kasim kecil sering kali diikat pada batang kelapa dan dikencingi oleh teman-temannya, sedangkan Joyo Lelono selalu hadir sebagai pembelanya. Dia akan menghajar anak-anak yang berani mengerjai adiknya hingga mereka meratap-ratap memohon ampun.

Baca juga  Tiga Laki-Laki Lumpuh

Saat ibunya meninggal, Joyo Lelono menjadi satu-satunya keluarga yang dimiliki Mat Kasim. Kedua remaja itu bagai langit dan bumi. Mat Kasim memilih bekerja di ladang sebagai buruh kupas daun tebu, sedangkan Joyo Lelono merambah karier sebagai biang onar dan pencurian. Keberanian dan kenekatan Joyo Lelono membuatnya bergabung dengan begundal kampung hingga didapuk menjadi ketua komplotan. Kariernya sebagai tukang bikin onar akhirnya tak hanya tersiar di kampung kelahirannya, tetapi juga ke seluruh penjuru kota.

Joyo Lelono sudah dikenal sebagai “penguasa daerah”. Hal itu membuat seorang pejabat pemerintah tertarik dan menjadikannya tangan kanan untuk membereskan “urusan-urusan lapangan”. Dia dipercaya melakukan pengawasan proyek dan membersihkan hal yang akan menghambat jalannya proyek milik bosnya. Lambat laut, Joyo Lelono diberi kepercayaan sebagai pelaksana proyek, mulai dari proyek perbaikan jalan, jembatan, pembangunan gedung, hingga pengadaan berbagai barang pemerintahan.

Dari seorang begundal kampung, Joyo Lelono menjelma seorang pebisnis ulung. Asetnya menggurita. Dia menguasai 45 persen area persawahan di kampungnya, mengungguli kepemilikan H. Nasrudin dan Pak Kades yang sudah menjabat dua periode pemilihan kepala desa.

Melihat peningkatan taraf hidup Joyo Lelono, diam-diam Pak Kades dan H. Nasrudin gusar. Sebagai keluarga yang kaya selama tujuh turunan, keduanya tidak terima ada begundal kampung yang menjelma menjadi saingan mereka. Meski desas-desus bahwa Joyo Lelono hanya boneka yang dipinjam oleh penguasa untuk menyimpan asetnya, hati Pak Kades dan H. Nasrudin tetap membara setiap melihat Joyo Lelono menggunakan kacamata hitam dan lewat di depan rumah mereka mengendarai mobil keluaran Eropa.

“Tengil sekali gayanya. Sudah seperti orang kaya beneran.”

Pak Kades bersungut-sungut saat dalam sebuah acara desa, Joyo Lelono datang dengan mobil hitamnya yang mengkilat dengan diiringi dua orang pengawal dan satu sekretarisnya yang jelita.

Meski sudah berusia 40 tahun, Joyo Lelono memilih membujang. Dia sangat menikmati kebebasannya tanpa mau terikat pada satu perempuan. Dia juga tidak mau fokusnya dalam bekerja terganggu oleh kehadiran seorang anak. Joyo Lelono berpikir keluarga akan menjadi titik lemahnya dan dia tidak menginginkan itu.

Sejak akrab dengan penguasa dan memiliki banyak bisnis, hampir tak pernah terdengar kabar bahwa Joyo Lelono memasuki rumah-rumah pelacuran sebagaimana kebiasaannya sejak muda. Entah bagaimana caranya memenuhi kebutuhan biologisnya setelah itu.

Saat usia dua puluhan, dia pernah jatuh hati pada seorang gadis bernama Maya. Maya adalah penyanyi organ tunggal yang memiliki suara emas. Tak seperti penyanyi-penyanyi kampung lain, Maya selalu berpenampilan sopan tanpa goyangan seronok yang membangkitkan berahi.

Baca juga  Mak Merindukan Purnama

Maya berjuang dari satu hajatan ke hajatan lain semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolahnya. Tentu saja Maya menolak cinta Joyo Lelono, begundal kampung yang tidak pernah mengenyam pendidikan tetapi bernasib mujur menjadi tangan kanan pejabat daerah.

Kisah itu tidak berlangsung lama. Setelah lulus SMA, Maya melanjutkan kuliah di Jogja dan Joyo Lelono pun melanjutkan hidupnya yang semakin hari semakin dekat dengan lingkaran kekuasaan. Dengan aset yang dimilikinya, tentu bukan hal sulit baginya menemukan pengganti Maya. Namun, dia selalu menolak dengan dalih ingin fokus bekerja. Bahkan dikabarkan, pejabat yang jadi bosnya pernah menyarankan Joyo Lelono menikahi seorang gadis yang menjadi pemenang dalam pemilihan putri daerah. Joyo Lelono bergeming. Entah apa yang ada dalam batok kepalanya.

Sejak menolak tawaran untuk menikahi putri daerah yang dikabarkan berwajah mirip artis Korea itu, tidak ada lagi yang berani menyarankan Joyo Lelono menikah. Lelaki itu seakan telah menjadi sufi yang menjauhi urusan nafsu badani. Dia bekerja mati-matian mengembangkan usahanya. Dan tentu saja terus menjadi orang kepercayaan penguasa.

Joyo Lelono digadang-gadang mampu menaklukkan penguasa daerah yang nyaris setiap lima tahun berganti. Siapa pun pemimpinnya, Joyo Lelono-lah yang dipercaya menangani proyek-proyek besar di kotanya. Bahkan makin lama, kondisi seakan berbalik. Bukan Joyo Lelono yang menjadi kaki tangan penguasa, tetapi dialah yang menjadi dalang di balik naiknya seorang penguasa baru.

Hal tersebut menyebabkan banyak politisi atau calon politisi yang sowan ke rumahnya. Tak ketinggalan Pak Kades dan H. Nasrudin yang rela menurunkan harga dirinya demi bisa mencarikan kursi untuk anak-anak mereka. Dari wayang, Joyo Lelono berganti rupa menjadi dalang. Sebagai seorang dalang, Joyo Lelono teramat pandai memainkan karakter-karakter miliknya.

Meski demikian, sebagai lelaki yang tak memiliki keluarga, tentu saja kejayaan yang dia rintis serupa bangunan megah yang berdiri di tengah hutan lebat yang sewaktu-waktu –jika Joyo Lelono sudah tidak ada hanya akan menyisakan sebuah bangunan angker yang menakutkan. Maka, berbondong-bondong orang mendekat, menjilat, dan bersumpah setia kepadanya dengan harapan akan mendapat tongkat estafet darinya. Joyo Lelono, yang sedari awal memang tak menaruh banyak kepercayaan kepada orang di sekitarnya, bisa membaca itu. Dia tidak mau teperdaya.

Sebagai kerabat satu-satunya, Mat Kasim menjadi tumpuan Joyo Lelono. Lelaki yang dianggap tak pernah tumbuh dewasa itu dianggap pilihan paling tepat untuk melanjutkan tongkat estafet miliknya. Dunia tidak butuh orang pandai, dunia butuh orang jujur seperti Mat Kasim, gumam Joyo Lelono meyakinkan dirinya.

Baca juga  Sematku Patah di Cungking

Suatu hari Mat Kasim berlari kesetanan dari rumahnya melewati kebun tebu dan ditemukan pingsan di halaman rumah penduduk. Mendengar kabar berita itu, Joyo Lelono bergegas mendatanginya. Dia menemukan saudara kembarnya berwajah pucat dengan bibir gemetar.

“Ada seorang perempuan mendatangiku. Dia menarik-narik pakaianku. Seram sekali. Aku takut.”

Mat Kasim mengadu kepada Joyo Lelono yang hanya tersenyum mendengar ceritanya. Dalam hati dia bergumam, Mat Kasim memang orang yang tepat untuk mewarisi semuanya jika aku mati nanti. Umur mereka mungkin sama, tetapi tentu Joyo Lelono tahu tidak ada seorang pun yang membenci dan berniat menghabisi adiknya. Berbeda dengannya yang selalu dihantui bahaya.

Dia mengetahui apa penyebab Mat Kasim berlari kesetanan hingga pingsan. Maya, perempuan yang menolak Joyo Lelono, mendatanginya malam itu. Perempuan yang sudah menyandang gelar sarjana itu berniat merayu Mat Kasim agar lelaki itu mau tidur dengannya demi memenuhi sebuah syarat.

Perkaranya sepele, perempuan yang sudah melamar pekerjaan ke mana-mana sejak lulus kuliah dan tidak juga berhasil itu terobsesi menjadi anggota dewan legislatif mewakili dapilnya. Tentu saja dia membutuhkan bantuan Joyo Lelono untuk mewujudkan impiannya itu. Akan tetapi, sakit hati karena pernah dihina sebagai lelaki tak berpendidikan yang tak sederajat dengannya membuat Joyo Lelono memberikan syarat kepada Maya untuk bercinta dengan Mat Kasim sebagai mahar atas dukungannya. Demi mendapat gelar Dewan Yang Terhormat, Maya rela menekan harga diri dan kehormatannya untuk bercumbu dengan lelaki berwajah kanak-kanak itu. Namun, rupanya Mat Kasim menolak dan dia lari ketakutan hingga ditemukan pingsan di permukiman warga.

Bagi Joyo Lelono, tidak ada yang lebih menyenangkan selain melihat orang-orang rakus menjilati pantatnya, seseorang yang tanpa kekayaan yang kerap dipandang sebelah mata dan direndahkan. ***

.

.

Jembrana, 3 Januari 2024

Puspa Seruni. Penulis berdomisili di Bali. Buku terbarunya Sukma Sunarmi menjadi finalis Hadiah Sastra Rasa Ke-3.

.

.

Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam. Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam.  Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam.  Lelaki yang Berlari Kesetanan Tengah Malam.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 3

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Alan's

    Ceritanya mantap..gampang dicerna..sesuai dg kondisi zmn now yg serba materalistis..baru tau puspa seruni

Leave a Reply

error: Content is protected !!