Cerpen, Singgalang, Yusriman

Surat dari Burung

Surat dari Burung - Cerpen Yusriman

Surat dari Burung ilustrasi Singgalang

4
(2)

Cerpen Yusriman (Singgalang, 03 Maret 2025)

DI sebuah universitas yang terletak di sudut kota, terdapat sebuah lembaga pendidikan yang dulunya begitu terkenal karena dedikasi dan komitmennya dalam menghasilkan generasi unggul dan berprestasi.

Namun, naasnya dalam beberapa tahun terakhir, nama universitas itu mulai tercoreng oleh berbagai skandal yang melibatkan penyalahgunaan jabatan. Ucok, seorang dosen muda yang baru saja menyelesaikan studi S3-nya di luar negeri, tidak tahu apa yang akan ia hadapi setelah kembali ke kampus tercinta yang dulu penuh dengan idealisme.

Saat pertama kali Ucok tiba di universitas, ia sangat antusias. Baginya, menjadi dosen di universitas ini adalah sebuah kebanggaan. Ia berharap dapat berkontribusi untuk kemajuan kampus dan membimbing para mahasiswa untuk lebih mengenal dunia akademik. Namun, sesampainya di sana, ia mulai merasakan ada yang tidak beres. Perlahan-lahan, ia menyadari adanya praktik yang tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan, terutama yang melibatkan pimpinan universitas.

Ucok dan Pimpinan

Pimpinan universitas, yang dikenal dengan sebutan Rektor, adalah sosok yang sangat dihormati di kalangan dosen dan staf. Dengan latar belakang yang kuat di dunia akademik dan karir yang gemilang, Rektor seolah menjadi panutan bagi banyak orang. Namun, semakin lama Ucok bekerja di universitas tersebut, ia mulai mendengar kabar dari beberapa rekan sejawat bahwa Rektor tidak lagi menjalankan tugasnya dengan integritas yang semestinya. Ada desas-desus bahwa Rektor menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi.

Beberapa dosen senior mulai berbicara di belakang, menyebutkan bagaimana dana penelitian yang seharusnya diberikan kepada peneliti-peneliti muda justru dialihkan ke proyek pribadi Rektor. Beberapa fasilitas kampus yang seharusnya diperuntukkan untuk kemajuan akademik malah dipergunakan untuk bisnis pribadi keluarga Rektor. Ucok yang dulu sangat mengagumi Rektor, kini merasa kecewa dan bingung. Ia merasa tidak bisa diam begitu saja melihat semua ketidakberesan itu.

Suatu hari, Ucok memutuskan untuk berbicara dengan teman dekatnya, Ina, yang juga seorang dosen muda di universitas itu. Ina adalah teman yang sering berbagi cerita dengan Ucok tentang bagaimana sebenarnya kondisi kampus saat ini.

Baca juga  Mimpi dan Takdir

“Ucok, kamu tahu kan apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Ina suatu malam setelah selesai mengajar.

Ucok mengangguk. “Ya, aku mulai mendengar banyak kabar tidak enak tentang pimpinan kita. Tapi, aku merasa masih ada yang kurang jelas. Kenapa tidak ada yang berani bicara langsung?”

Ina mendesah. “Banyak yang takut kehilangan pekerjaan mereka. Ada banyak orang yang tergantung pada posisi-posisi penting yang diberikan oleh Rektor. Tapi kamu harus tahu, ini sudah terlalu jauh. Ini bukan hanya soal integritas Rektor, tapi juga soal masa depan kampus kita.”

Ucok mulai merasa sangat gelisah. Ia tahu bahwa jika terus diam, ia akan menjadi bagian dari sistem yang merusak. Namun, ia juga sadar bahwa melawan sistem yang sudah terstruktur seperti ini bukanlah hal yang mudah. Satu-satunya cara untuk membongkar semuanya adalah dengan bukti yang kuat. Tetapi, bukti seperti apa yang bisa ia dapatkan?

Surat yang Tak Terduga

Pada suatu pagi, setelah bertemu dengan Ina, Ucok kembali ke ruang kerjanya. Di meja kerjanya, ia menemukan sebuah surat yang tampaknya baru saja diletakkan di sana. Surat itu tidak ada nama pengirimnya, hanya terdapat segel kecil di sudut kiri atas.

Ucok merasa heran, tapi rasa penasaran membuatnya membuka surat tersebut. Begitu ia membuka surat itu, matanya membelalak membaca isi pesan yang tertulis di sana. Surat tersebut adalah sebuah pengakuan yang menyebutkan bahwa seluruh sistem di kampus tersebut telah dirancang untuk kepentingan pribadi Rektor dan orang-orang dekatnya.

Dalam surat itu, dijelaskan secara rinci bagaimana dana penelitian, bantuan beasiswa, hingga proyek-proyek besar lainnya digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Ada pula nama-nama beberapa dosen yang terlibat dalam praktek kotor ini.

Namun, yang paling mengejutkan adalah bahwa surat itu ditulis dengan gaya yang sangat misterius, seolah-olah pengirimnya adalah seseorang yang sangat tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di balik layar.

Baca juga  Karena Kita Sahabat

Ucok memegang surat itu dengan tangan gemetar. Ini adalah bukti yang ia cari, namun ia tahu bahwa dengan memegang surat ini, ia berisiko besar. Apakah ia harus melaporkan hal ini kepada pihak berwajib ataukah ia harus membiarkannya begitu saja?

Ina, yang mengetahui keberadaan surat tersebut, mengingatkan Ucok tentang betapa berbahayanya langkah yang akan mereka ambil.

“Ini bukan hanya soal kita, Ucok. Ini soal semua orang yang ada di sini. Kampus ini sudah banyak dirusak oleh orang-orang yang lebih mementingkan kekuasaan dan keuntungan pribadi daripada masa depan mahasiswa,” kata Ina dengan suara tegas.

Ucok termenung sejenak. Ia tahu bahwa ini bukan hanya sekedar persoalan pribadi, tapi juga tentang keadilan untuk banyak orang yang terlibat, termasuk para mahasiswa yang tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi di balik layar. Ia merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membuat perubahan, meskipun itu berarti menghadapi risiko besar.

Konfrontasi

Ucok memutuskan untuk menghadap langsung Rektor. Ia tahu ini adalah langkah berani, tapi ia tidak bisa berdiam diri lagi. Pagi itu, ia meminta pertemuan dengan Rektor di ruang kerjanya.

Saat pertemuan dimulai, suasana terasa tegang. Ucok duduk di depan meja Rektor yang besar dan penuh dengan buku-buku dan dokumen penting. Rektor yang sudah semakin berusia itu menatapnya dengan serius.

“Ucok, ada yang bisa saya bantu?” tanya Rektor, suara tegasnya menggema di ruang itu.

Ucok menarik napas panjang. “Saya ingin berbicara tentang sesuatu yang penting, Pak. Ini soal integritas dan masa depan kampus kita.”

Rektor mengangkat alis. “Saya tidak mengerti. Apa maksud Anda?”

Ucok menatap Rektor dengan tegas. “Saya tahu apa yang terjadi di kampus ini, Pak. Semua yang dilakukan untuk kepentingan pribadi, dari dana penelitian hingga proyek-proyek besar yang tidak transparan. Saya tidak bisa diam saja.”

Rektor tampak terkejut, tapi segera menyembunyikan ekspresinya di balik senyuman tipis. “Ucok, kamu mungkin belum sepenuhnya mengerti bagaimana sistem ini bekerja. Ini bukanlah hal yang bisa diubah begitu saja.”

Baca juga  Pertempuran 3 Jam di Betulu

Ucok tidak gentar. “Saya tidak peduli dengan bagaimana sistem ini berjalan. Yang saya tahu adalah, jika kita terus membiarkan semua ini terjadi, maka kita semua akan hancur. Dan saya tidak ingin menjadi bagian dari kehancuran itu.”

Rektor terdiam sejenak, lalu menghela napas. “Kamu memang berani, Ucok. Tapi jangan harap kamu bisa mengubah apa pun di sini. Ini sudah lebih besar dari yang kamu bayangkan.”

Ucok berdiri. “Jika itu yang Bapak yakini, saya akan melawan segala cara untuk membongkar kebusukan ini. Surat itu ada di tangan saya, dan saya akan menggunakannya jika perlu.”

Dengan langkah mantap, Ucok meninggalkan ruang kerja Rektor, membawa surat itu bersama dirinya.

Akhir yang Terungkap

Tak lama setelah pertemuan itu, kampus mulai gempar. Berbagai pihak mulai berbicara tentang penyalahgunaan yang terjadi di kampus tersebut. Surat yang Ucok temukan akhirnya menjadi bukti yang kuat dan akhirnya memicu penyelidikan resmi. Rektor dan beberapa orang penting lainnya akhirnya terjerat dalam kasus besar yang melibatkan dana kampus dan manipulasi jabatan.

Ucok, meskipun merasa cemas dengan apa yang terjadi, tahu bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Ia percaya bahwa meskipun kadang kebenaran harus diperjuangkan dengan cara yang sulit, hasilnya akan membawa perubahan yang lebih baik bagi banyak orang.

Beberapa bulan setelah peristiwa itu, Ucok duduk di taman kampus, memandang burung-burung yang terbang bebas di langit. Ia teringat pada surat yang diterimanya dulu, yang baginya seperti pesan dari langit. Surat dari burung, yang mengingatkannya untuk selalu memperjuangkan kebenaran dan tidak takut menghadapi segala tantangan. ***

.

.

Surat dari Burung. Surat dari Burung. Surat dari Burung. Surat dari Burung. 

Loading

Average rating 4 / 5. Vote count: 2

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Pohon Rindang

    Baru belajar menulis cerpen seperti nya

Leave a Reply

error: Content is protected !!