Cerpen, Jawa Pos, T Agus Khaidir

Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika?

Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika? - Cerpen T Agus Khaidir

Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika ilustrasi Budiono/Jawa Pos

0
(0)

Cerpen T Agus Khaidir (Jawa Pos, 08 Maret 2025)

DI hari-hari awal bertugas di sini, perempuan setengah baya dari bilik binatu mewanti-wanti perihal Suwardi Maladewa. Bilangnya, laki-laki itu sebenarnya tidak gila.

Jadi cuma pura-pura?

“Sampai sekarang memang belum bisa dipastikan. Tapi coba suster pikir sendiri, lah, orang gila mana yang kira-kira suka lagu-lagu Broery Marantika, memutarnya tiap hari berganti-ganti, menyusun rekaman-rekamannya begitu rapi, begitu detail, begitu presisi. Kalau pun ada dari dia yang bisa disebut sebagai kegilaan, barangkali soal kefanatikan. Jangan coba-coba stop lagu yang sedang diputarnya, bisa rusak kita.”

Kalimat ini dilontar Riki Rikardo. Bulan depan usianya genap 34 dan sudah menghabiskan hampir tiga tahun bekerja di sini. Memulainya dari pekerjaan bersih-bersih pekarangan sampai sekarang jadi asisten juru masak.

Riki mengaku pernah punya pengalaman buruk dengan Suwardi Maladewa. Kepalanya dihantam asbak hingga bocor dan harus mendapatkan 17 jahitan.

“Saya lupa lagunya apa, entah Angin Malam entah Aku Jatuh Cinta. Pastinya, bangsal waktu itu sedang sepi. Iseng saya matikan tape-nya. Saya tukar ke radio. Saluran dangdut. Entah Rhoma Irama entah Ona Sutra, saya juga lupa. Pastinya, memang begitu cepat kejadiannya. Begitu tiba-tiba. Ada yang menghantam kepala saya. Keras sekali, dan langsung membuat saya tersungkur. Sampai di sini saya sebenarnya masih sadar. Masih bisa merasakan darah mengalir dari luka di kepala saya. Lalu hantaman datang lagi. Sekali, dua kali, tiga kali. Setelah itu gelap. Benar-benar gelap. Ketika sadar, saya sudah di ruang perawatan dengan kepala nyeri berbalut perban.”

Cerita Riki melejitkan rasa penasaran. Diam-diam aku memperhatikan Suwardi Maladewa. Memperhatikan koleksi-koleksi lagunya yang berbentuk kaset pita. Disusun bertingkat-tingkat pada rak-rak kayu yang menempel di dua bidang dinding di sisi ranjangnya (terletak di sudut bangsal). Aku perkirakan jumlahnya lebih dari seratus. Sebagian besar merupakan lagu-lagu Broery Marantika.

Dia juga punya satu meja kecil. Di sini, berjajar dengan tumpukan buku, lampu baca, dan radio tape, terdapat kotak kayu yang menyimpan belasan piringan hitam dan beberapa keping CD. Semuanya Broery. Di dinding, tepat di atas bagian kepala ranjangnya, tertempel poster film berjudul Hapuslah Air Matamu yang dibintangi Broery bersama Christine Hakim dan Sharifah Aini.

“Saya kira tidak terlalu berlebihan, kan, Suster? Layak kita curiga padanya. Rasa-rasanya memang mustahil orang gila bisa menyusun koleksi dengan detail sedemikian rupa. Buku-buku itu juga. Suster sempat periksa judul-judulnya? Bahkan orang waras sekali pun belum tentu membaca buku-buku seperti itu,” kata Riki saat temuan ini kuberitahukan padanya.

Hmm… Kau tahu Van Gogh?” tanyaku.

“Tentu saja! Pelukis hebat, boleh jadi yang terhebat sepanjang masa. Seorang genius luar biasa. Tapi apa hubungannya dengan Suwardi Maladewa?”

Baca juga  Hakim Sarmin

“Van Gogh pernah tinggal di rumah sakit jiwa, di Saint Remy, Prancis. Sejumlah karya besarnya dikerjakan dan diselesaikan di tempat ini.”

“Suster mau bilang dia genius juga?”

“Bisa saja. Antara genius dan gila tipis bedanya, toh?”

“Ya, begitu pula psikopat.”

“Maksudmu?”

“Genius, gila, sekaligus psikopat. Perpaduan sempurna.”

Hmm… seperti Hannibal Lacter.”

Riki Rikardo menggeleng samar. Air mukanya datar dan dingin, hampir-hampir tanpa ekspresi.

“Seperti Rodney Alcala.”

“Alcala? Dari film apa dia?”

“Film?”

“Hannibal Lecter dari Silence of the Lamb; Alex DeLarge, A Clockwork Oranye; Anton Chigurh, No Country for Old Men, terus… Hmmm… siapa lagi… Patrick Bateman, Norman Bites di…”

“Oh, bukan, bukan. Ini asli.”

“Asli? Psikopat asli?”

“Seratus persen asli. Pembunuh berdarah dingin. Pemerkosa biadab. Orang-orang yang mestinya tidak dilahirkan ke dunia. Licin, licik, berkepribadian ganda. Ted Bundy, Jeffrey Dahmer, Edmund Kemper, Harold Shipman, Ted Kaczynski. Suster tahu, di antara bajingan-bajingan ini ada yang memiliki IQ di atas rata-rata. Bahkan melebihi Albert Einstein dan Stephen Hawking.”

“Astaga!”

“Tapi saya kira, dengan cambang di wajahnya itu, dengan rambutnya yang panjang itu, dia sedikit banyak mirip Charles Manson.”

“Genius?”

“Tidak terlalu.”

“Pembunuh dan pemerkosa?”

“Ya, tapi tidak persis benar begitu.”

“Lalu?”

“Manson memimpin sekte kiamat yang bergelimang narkotika dan seks bebas, dengan misi membunuh di Hollywood. Tujuh orang mati.”

“Astaga!”

Pada dasarnya aku ingin menganggap sangkaan-sangkaan Riki Rikardo sekadar sebagai ceracau penggemar bacaan-bacaan kriminal tingkat tinggi yang tak perlu terlalu serius ditanggapi. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Aku makin lebih intens memperhatikan Suwardi Maladewa. Apakah benar dia psikopat?

Tahun 1971, Clint Eastwood menyutradarai sekaligus membintangi film Play Misty for Me. Eastwood memerankan Dave Garver, penyiar radio yang saban malam menerima telepon dari seorang perempuan yang selalu meminta lagu yang sama. Putarkan Misty untukku! Garver mulanya tak curiga, dan Misty, jazz yang ditulis Erroll Garner di pesawat usai melihat pelangi dari balik kaca jendela yang buram oleh embun, mengalun dari malam ke malam. Sampai pada satu dini hari, di bar yang sudah sepi, ia bertemu Evelyn Draper, perempuan penelepon peminta Misty itu, yang ternyata menyimpan obsesi berlebihan terhadap dirinya. Garver terjebak dalam hubungan penuh teror yang hampir merenggut nyawanya.

Setelah sekian pekan mengikuti, kudapati satu lagu Broery yang tak pernah absen diputar Suwardi. Sehari bahkan bisa diputarnya lebih dari sekali.

.

Mengapa kau bersedih

Mengapa kau menangis

Dia telah pergi meninggalkanmu

.

“Itu judulnya Hapuslah Air Matamu, Suster,” kata Riki Rikardo.

“Eh, kok, sama dengan judul film di poster?”

Soundtrack di film itu.”

“Wah, ternyata kamu tahu banyak, ya, Riki? Bagus sekali. Menurutku ini lagu patah hati. Apakah Suwardi juga mengalami patah hati hingga selalu memutarnya berulangkali?”

Baca juga  Menipu Arwah

“Mungkin, Suster.”

“Kamu punya pandangan lain?”

“Saya kira lebih ke bentuk penyesalan.”

“Atas apa?”

“Eh, tidak. Saya mengira-ngira saja.”

Lantas kesibukan menjauhkan aku dari Suwardi Maladewa. Tak terlalu memperhatikan lagi, tepatnya. Keberadaan pasien-pasien baru dengan segenap tingkah polah yang serba-ajaib pelan-pelan memudarkan ketertarikanku padanya.

Sampai satu hari, tanpa sengaja, kudengar lagu yang sama dari bilik binatu. Suara Broery yang berat mengalun di antara deru mesin cuci. Perempuan setengah baya, yang pernah mewanti-wanti perihal Suwardi Maladewa, duduk mematung. Beberapa kali ia menyekakan punggung tangan ke pipi. Seperti sedang menghapus jatuh air mata.

.

Kuingin kau bahagia

Kuingin kau tertawa

Sebagai semula, O, Sayangku

.

Dia terkesiap saat menyadari kehadiranku, lalu buru-buru berdiri dan menyetop alunan lagu yang diputarnya lewat ponsel yang dihubungkan dengan perangkat pengeras suara mini.

“Ibu suka Broery juga?” tanyaku.

Dia tidak menjawab. Malah berbalik badan dan melangkah pergi.

“Hei… Bu! Tunggu dulu.”

Aku mencoba mengikuti tapi tertahan. Kurasakan jari-jari kokoh mencengkeram pundakku.

“Suster!”

Riki Rikardo di belakangku, berdiri dalam jarak yang rapat. “Suster kenapa di sini?”

“Eh, ini, aku mau cari kunci lemari,” kataku seraya melangkah mundur. “Aku lupa di mana meletakkannya. Siapa tahu terselip di kantong baju yang tadi pagi aku masukkan ke binatu. Kamu sendiri?”

Riki Rikardo tersenyum seraya mengangkat tas plastik berisi tumpukan pakaian kotor di tangannya. Aku sebenarnya hendak memberi tahu dia tentang lagu Hapuslah Air Matamu yang diputar perempuan setengah baya itu, tapi batal. Riki sudah langsung menyergah, mematahkan percakapan.

“Saya bantu carikan kuncinya, Suster. Kalau nanti ketemu, saya antarkan ke kamar,” katanya.

Sampai saat itu aku memang belum punya firasat apa-apa. Broery Marantika penyanyi legendaris dan punya banyak penggemar, dan keberadaan dua di antaranya, di tempat yang sama dan memutar lagu yang sama pula, kukira masih terbilang kebetulan yang logis.

Demikianlah, dua hari berselang, pagi sebelum subuh, teriakan suster jaga meletupkan kehebohan. Suwardi Maladewa ditemukan mati dengan sebilah pisau dapur menancap di punggungnya. Tidak jauh darinya, perempuan setengah baya dari bilik binatu terkapar bersimbah darah. Belati bersarang di lehernya. Ada luka sayatan menganga cukup lebar di tangan dan perutnya.

***

Jam-jam setelah kematian Suwardi Maladewa dan perempuan setengah baya dari bilik binatu menghadirkan situasi mencekam. Polisi mengisolasi rumah sakit. Tak seorang pun diizinkan pergi. Termasuk dokter dan keluarga pasien yang sedang menginap. Dari hasil penyelidikan awal, polisi mencuatkan dua dugaan. Pertama, Suwardi Maladewa dan perempuan setengah baya dari bilik binatu saling bunuh. Entah siapa yang duluan tertikam lalu balas menikam.

Dugaan lain adalah keterlibatan orang ketiga. Orang inilah yang menancapkan pisau dapur di punggung Suwardi, atau menikamkan belati di leher perempuan setengah baya dari bilik binatu.

Baca juga  Ada Rumput Tetangga yang Lebih Kering Meranggas

Awalnya aku sempat meyakini dugaan pertama, tapi kemudian lebih condong ke yang kedua. Aku menemukan selembar guntingan koran dari penanggalan tiga tahun lepas, terselip di antara piringan hitam koleksi Suwardi Maladewa. Memuat berita sidang vonis perkara pemerkosaan dan pembunuhan. Pelaku bernama Suwardi Maladewa, seorang peneliti di satu lembaga pemerintah, memerkosa dan membunuh kekasihnya, Nur Aisyah Tawakal, selang sepekan setelah lamarannya ditolak. Dalam berita disebut, keluarga besar Nur Aisyah menolak Suwardi lantaran dendam masa lalu. Kakek Suwardi dan kakek Nur Aisyah terlibat sengketa tanah yang berlarut dan pada akhirnya meletupkan duel. Keduanya terhindar dari kematian, tapi tidak Munawar Tawakal, ayah Nur Aisyah. Lehernya mengangakan luka akibat tak sengaja kena sabetan kelewang saat mencoba melerai. Nur Aisyah sendiri saat itu berada tujuh bulan dalam kandungan.

Merasa terlalu dalam mencinta, Suwardi nekat memerkosa, lalu membunuh Nur Aisyah. Ia mengakui semua, tapi sidang berujung pada putusan mencengangkan. Bertitik tolak dari jawaban-jawaban dan pernyataan Suwardi yang ngawur dan tak konsisten, juga kekerapannya menggumamkan, dan bahkan menyanyikan lagu-lagu Broery Marantika (disebutnya sebagai favorit sang kekasih) pada sembarang momentum persidangan, membuat hakim menilainya tak waras dan mengirimnya ke rumah sakit jiwa.

Ibu dan saudara laki-laki Nur Aisyah tidak terima. Mereka tak percaya dan menyebut Suwardi Maladewa bersandiwara. Mereka mengamuk di ruang sidang, berteriak histeris dan nyaris menyerang majelis hakim.

Astaga!

Seketika jantungku berdegup lebih kencang. Aku melompat dari ranjang dan memburu langkah menuju pintu yang lebar terbuka.

Aku ingat, kepala asrama pernah bilang, perempuan itu belum lama bekerja di sini, menggantikan pegawai lama yang berhenti lantaran mendapat pekerjaan di pabrik sekrup di Kyoto. Dia masuk atas rekomendasi Riki Rikardo.

“Suster….”

Darahku berdesir, menukik tajam mengempas nyali. Sekelebatan bayangan melesat dari balik koridor.

“Apakah suster tahu Once Upon a Time in Hollywood sebenarnya film tentang Charles Manson?”

Kudukku meremang.

Astaga! ***

.

.

Medan, 2025

T Agus Khaidir. Sekarang tinggal di Medan dan bekerja sebagai wartawan. Baru-baru ini menerbitkan novel Kekalahan Keempat (Basabasi, 2024), Taksi Malam (Penerbit Buku Kompas, 2024), dan kumpulan cerpen Waktu Itu Hujan Rintik dan Aku Merasa Asing dan Sendiri (Penerbit Buku Kompas, 2025).

.
.
Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika? Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika? Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika? Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika?Kenapa Suwardi Maladewa Selalu Memutar Lagu-Lagu Broery Marantika?

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!