Cerpen, Koran Tempo, Polanco S Achri

Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman

Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman - Cerpen Polanco S Achri

Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman ilustrasi Alvin Siregar/Koran Tempo

2.9
(7)

Cerpen Polanco S Achri (Koran Tempo, 22 Maret 2025)

0.

PADA malam yang dingin, di kota kecil yang sudah lama mati dan menjadi begitu asing, seekor gagak mendatangi tokoh kita. Gagak itu meminta tokoh kita menuliskan namanya pada sebuah buku kematian dengan bolpoin bertinta merah yang lebih merah dari darah. Tokoh kita masih terdiam memandangi kertas itu; dan kembali bertanya dengan sebuah pertanyaan yang sama: Bagaimanakah cara menuliskan nama saya, jika saya sendiri tidak memilikinya? Akan tetapi, gagak itu hanya diam; tak ingin peduli pada hal-hal semacam itu. Malam pun kian terasa abadi bagi tokoh kita—yang sejatinya adalah diriku sendiri.

1.

SEEKOR mimpi mendatangi tokoh kita, memberi sebuah kotak penuh surat, dan meminta tokoh kita menulis novela dari kejadian-kejadian dalam surat-surat itu. Ketika terbangun, didapatinya kotak itu ada di sampingnya. Akan tetapi, tokoh kita membawanya ke belakang kontrakan, dan membakarnya; dan berkata: Aku tak hendak mencatat mimpi seperti cerpenis itu! Dan tokoh kita teringat ucapan itu; ucapan bahwa mendapat mimpi indah di tiap malam sudah cukup untuk memperkuat pernyataan bahwa semua mimpi itu adalah buruk….

2.

SEEKOR mimpi mendatangi Triyanto; dan sebab ketakutan, terbangunlah Triyanto menjadi panu di tengkuk Kartosoewirjo. Ia terbangun, tepat, ketika adegan penembakan! Kartosoewirjo agak gelisah, tapi dengan sedikit zikir dan mengingat kenangan silam di hutan berwarna pualam, ia tenang kembali; sedangkan Triyanto risau: Apa yang akan terjadi selepas ini, bila Kartosowirjo mati, bukankah panu di tubuhnya juga mati, apakah panu akan turut ke Surga? Kartosoewirjo lebih tenang! Dan Triyanto kian risau. Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!—hanya 5 dari 12 berbarengan; dan memang demikian. Triyanto terbangun dari sesuatu yang nyata sekali. Dan kini, di pagi yang terlalu sunyi, dia terbangun dan mendapati dirinya menjadi tempat tidur Kafka. Dan entah bagaimana, Triyanto bisa membaca mimpi Kafka: Di sana, seluruh manusia adalah binatang! Ah, lihatlah, ada Yosihide pula….

3.

SAYA hendak meminjam tokoh karya Kafka: Samsa. Akan tetapi, saya bingung sebab tak tahu cara bertemu Kafka. Karenanya, saya khawatir cerita yang mau saya tulis malah menjadi kisah petualangan yang tujuan akhirnya adalah bertemu Kafka—dan memohon izin untuk meminjam tokohnya. Sebab kepelikan, belum lagi hal-hal seperti tanya tentang karyanya yang seharusnya dibakar temannya tapi malah tidak, saya mengurungkan niatan semula. Dan betapa memikirkan hal-hal semacam itu sudah cukup membuat saya, yang dibesarkan oleh zaman yang tergesa jadi kelelahan. Karenanya, saya putuskan tidur: Apa saat bangun nanti saya akan bertemu Kafka?

Baca juga  Rumah Potong

4.

KAFKA, dalam mimpinya, merasa jadi seekor Samsa; dan tersiksa di ruangan yang sama persis dengan kamarnya. Amat tersiksa, dan sama sekali tak tahu dirinya sebenarnya adalah Chuang-Tzu. Setelah bangun, dengan gelisah dan risau menyergap, Kafka kembali sadar sebagai Kafka; dan tanpa pikir panjang, Kafka kembali bekerja. Dalam perjalanan pulang, Kafka bertanya pada diri sendiri: Esok pagi, apa aku akan terbangun dan terjebak dalam drama Oidipus Sang Raja?

5.

APA sebelum berubah jadi seorang kecoa, Gregor Samsa pernah bermimpi jadi sebutir laron atau sebongkah lampu? Apa saat sekolah menengah Gregor Samsa pernah tertidur dalam kelas saat pelajaran bahasa berlangsung dan bermimpi jadi secuil katak dan bercakap-cakap dengan Basho tentang sebutir kupu-kupu yang ternyata adalah Chuang-Tzu, lantas terbangun sebab lemparan sepotong penghapus yang tak benar-benar bisa menghapus goresan kapur di papan tulis, penghapus yang dilemparkan oleh suatu guru bahasa yang dulunya ialah semacam gagak berwarna magenta yang telah jadi saksi dari segenggam kejadian pembantaian yang amatlah menikam? Agaknya belum; agaknya belum.

6.

SAAT seekor babi, yang disebut-sebut sebagai Major, menyampaikan khotbah dan mimpi yang dimaknai sebagai wahyu atau sejenis sasmita semesta, kau turut hadir di sana: mendengarkan dengan saksama. Akan tetapi, siapa yang akan peduli, siapa yang mau guna peduli pada seekor kecoa—andai Peternakan Binatang berhasil dibangun dan baik dijalankan? Karenanya, selepas enam kali tembakan ke udara oleh Petani Jones, kau lekas pergi. Di dekat pintu, di salah satu sudut, kau dapati seekor laba-laba yang masih terjaga. Kau hendak melintas saja, dan tak ingin mengganggunya; tapi dia memanggilmu dan berkata: Mau mendengar cerita, Tuan Kecoa? Dan, dengan sopan, kau pun berkata padanya: Ya, bila Nona tak keberatan.

7.

MIMPI buruk sudahlah bisa dikata menjadi keseharian; dan agaknya kita adalah variasi dari seorang Gregor Samsa… Ah, apa manusia mesti menjadi kecoa agar bisa sedikit lebih kekal—di sunyi bumi?

8.

SEORANG wali murid menuliskan surat izin bagi anaknya dan ditujukan kepada si guru bahasa: Dengan hormat, saya selaku orang tua dan wali dari Astra hendak memohon izin kepada Anda, sebab anak saya tak dapat turut serta dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas; pagi tadi, anak saya berkata, tak dapat pergi sekolah; dan saya dapati anak saya perlahan berubah jadi kumbang raksasa… Bersamaan dengan surat sederhana ini, saya memohon kepada pihak sekolah untuk memilih dan memilah bacaan yang cocok bagi anak; saya tak melarang, hanya kasus anak saya ini dapat jadi perhatian dan pertimbangan. Terima kasih.

Baca juga  Mahar yang Tertinggal
9.

SAMSA terbangun dari suatu yang bukan mimpi; fiksi barangkali! Dan Samsa mendapati dirinya menjadi seekor kupu-kupu. Suatu insting membimbingnya menuju suatu tempat. Di tempat itu, ada banyak kupu-kupu; ada sebuah majelis kupu-kupu—mungkin: semacam musyawarah para burung karya Attar. Samsa, yang telah menjadi seekor kupu, mendapati di muka podium, yang terbuat dari dedaun, ada sosok Chuang-Tzu, yang tentu saja juga seekor kupu. Chuang-Tzu mengkhotbahkan ajaran; dan Samsa memutuskan pergi. Di suatu makam, di jalan yang dilintasi Samsa, Samsa melihat sepasang kupu ke luar dari makam: Sanpek dan Engtay. Dengan segera, Samsa melesat menuju lubang makam yang mulai menutup lagi. Dan hilanglah seekor kupu—di dalam lubang perkuburan.

10.

SAMSA terbangun dan mendapati diri jadi seekor laba-laba. Ada seorang perampok yang hendak membunuhnya; tetapi perampok itu berkata: “Aku, Kandata, kini, memutuskan melepaskanmu; jangan menyesali hidup di dunia yang serupa neraka, ya? Itu kata seorang pelukis yang habis bunuh diri, lho; sebab anaknya dibakar oleh Raja—agar tercipta lukisan neraka bagi si pelukis! Yosihide namanya. Sudah, ya, aku, Kandata, mau pergi lagi; mau merampok lagi.” Samsa yang pahami bahasa si perampok memutuskan ke Khayangan; dan menanti bisa turunkan jaring….

11.

DI pagi yang bukan pagi tapi tetap berusaha dan meminta diyakini sebagai pagi, terbangunlah Gregor Samsa dan mendapati Kafka mati! Samsa memutuskan mencuci muka di bak kamar mandi lantas menyeduh segelas kopi; teringatlah kembali mimpi semalam: Basho meloncat ke dalam kolam dan sang katak menulis puisi dan bertanya: di mana Li Bai? Lalu, setelah mencuci muka, kini, diputuskannya untuk memanggil polisi dan akan berkata: Pak Polisi, Kafka mati; dan saya yakin sekali bahwa ini adalah pembunuhan terencana; dan kalau boleh berspekulasi lantas mengajukan tersangka, maka itu adalah Barthes.

Akan tetapi, segera saja diputuskannya untuk tak jadi; sebab mana ada polisi dan aparat yang membaca teori sastra! Ah, segera saja Samsa menyadari, mungkin pembunuh tadi hendak menjadikan nyata sebuah kisah: Tuan K. yang dihukum mati tanpa alasan yang bisa dimengerti. Dirinya tak siap, tapi segera sadar, mesti ada pesan dari kaisar yang kan membantu dari masalah kini; tapi selalu ada tapi: pengirim pesan pastilah tiada mudah menemukan rumah yang dihuni lelaki berselimuti teka-teki. Diminumnya kopi! Segera mesti ia cari cara selesaikan soalan ini. Akan tetapi, tak ada yang berkata, semua kan selesai bila begini dan begini, atau begini….

Baca juga  Tragedi-tragedi di Tramway
12.

BANGUN pagi adalah cara terbaik dan mesra dalam melepaskan kepergian malam. Menunggu semalaman adalah semacam penyiksaan—untuknya dan untukmu sendiri. Lagi pula, ia hanya butuh waktu untuk berdandan. Dan kau tak pernah berani tanya: Apa malam benar-benar pergi? Kau masih mengingat ucapan perempuan itu, agar jangan tidur terlalu larut agar dapat bangun pagi. Dan saat itu, dengan semacam kepolosan yang janggal, kau mengajukan tanya: Bukankah bila tak tidur lebih mudah bangun pagi? Namun, perempuan itu segera menjawab, dengan pernyataan yang lebih teringat dari ucapan yang pertama: Hanya yang pernah tidur yang dapat bangun! Akan tetapi, jujur, kau sungguh takut terbangun kala pagi, terbangun dari sesuatu yang bukan mimpi dan mendapati diri ini menjadi seekor Gregor Samsa.

13.

APA itu Anda, Kafka? Di sebuah jalan, seekor tikus mati; dan terlontar tanya kepada diri sendiri: Siapa yang akan peduli kepada tikus yang mati di jalan sebab pesat pembangunan? Sekian hari, aku melintas lagi, dan mendapati, mayat itu sudah menyatu dengan jalan; dan terlontar tanya lagi: Siapa yang akan peduli kepada tikus yang mati di jalan sebab pesat pembangunan…?

14.

SEMALAM dia membaca Metamorfosis karya Franz Kafka, entah di mimpi atau di yang bukan mimpi. Pagi ini, aku menemukannya jadi seekor rayap raksasa seukuran manusia dewasa, dan memakan seluruh buku yang dikumpulkannya sejak lama sekali: sejak dia masih kanak-kanak! Bahkan, dia mencoba memakan isi kepalanya sendiri yang hanya berisi buku dan buku. Aku teringat tanyanya: Apa dengan memakan beribu kematian akan membuat pemakannya jadi abadi? Aku sungguh kebingungan, apa aku dan ia bisa dikata hidup? Akan tetapi, belum sempat kuutarakan, dia sudah mulai mencoba memakanku… Ah, sudah separuh tubuh! Dan mungkin sebentar lagi dia akan memakanmu juga. ***

.

.

(2016—2025)

Polanco S Achri. Lahir dan tinggal di Yogyakarta. Ia menulis puisi, naskah drama, dan esai-esai tentang sastra dan seni rupa. Ia juga mengelola Pendjadjaboekoe dan Majalah Astro.

.

.

Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman. Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman. Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman. Variasi Samsa dan Kafka dalam Beberapa Roman.

Loading

Average rating 2.9 / 5. Vote count: 7

No votes so far! Be the first to rate this post.

2 Comments

  1. Gondes

    Akrobat bahasanya bikin capek. Iya, iya, percaya, referensi bacaannya keren-keren. Tapi, kan, ndak semuanya harus dimasukkan juga. Sebenernya mau cerita soal apa, sih? Butuh validasi kalo bacaannya wow, gitu? Apa pertimbangan redaktur nerbitin naskah sastra adiluhung macam begini?

  2. DD

    Ini lebih bagus menjadi puisi. Puisi narasi barangkali. Aku membacanya di story penulis ini. Aku kira tadinya itu puisi. Rupanya cerpen ya. Kalo kata aku sih ini lebih bagus menjadi puisi. Salam

Leave a Reply

error: Content is protected !!