Cerpen, Kompas, Selo Lamatapo

Oma Tina

Oma Tina - Cerpen Selo Lamatapo

Oma Tina ilustrasi Aprililia/Kompas

5
(6)

Cerpen Selo Lamatapo (Kompas, 04 Mei 2025)

SELESAI doa Rosario Bulan Maria di rumah Oma Tina, Guru Joni mengajak istrinya untuk pulang. Tidak seperti biasanya. Karena itu, istrinya mengerutkan dahi dan menampakkan raut keheranan. Sebab, tuan rumah sedang menyiapkan minuman untuk mereka yang datang malam ini. Sebagaimana malam-malam sebelumnya di setiap rumah, mereka akan duduk minum dan mencicipi kue-kue yang dihidangkan tuan rumah, barulah mereka pulang diterangi senter ponsel dan cahaya bulan.

“Orang sudah siap minum,” bisik istrinya.

“Saya duluan. Kau susul dengan Ama sebentar,” balas Guru Joni.

Anak mereka, Ama, duduk bersama anak-anak yang lain di lantai beralaskan tikar. Mereka ribut entah tentang apa. Padahal, beberapa di antara mereka terlelap selama doa berlangsung. Sementara anak-anak yang lain menertawakan teman-teman mereka yang salah mendaraskan doa Salam Maria. Begitulah tiap malam di setiap rumah.

Di sela-sela keributan anak-anak dan cerita-cerita para peserta doa, tuan rumah dibantu ibu-ibu muda menyiapkan minuman, aneka kue, dan jagung titi untuk peserta doa yang hadir malam ini. Entah dari mana kebiasaan demikian, kenyataan tersebut diulang-ulang dan tetap berlanjut sampai malam ini.

Anak-anak biasanya duduk melingkar dan mendapat sepiring atau dua piring kue dan jagung titi. Bila kurang, mereka akan meminta ke orang tua mereka masing-masing—itu pun kalau orang tuanya turut hadir mengikuti doa bersama tersebut. Di samping itu, mereka makan dan minum dalam pengawasan orang tua agar tidak terjadi keributan akibat saling merebut kue-kue yang dihidangkan tuan rumah.

Bersamaan dengan itu, para orang tua laki maupun perempuan duduk berbagi cerita-cerita lepas tentang segala hal remeh-temeh yang dekat dengan mereka. Kadang tentang sekolah anak, hujan tak menentu, panas berlebihan, hasil kebun, ternak peliharaan, seperti ayam, kuda, kambing, dan babi. Untuk dua malam yang sudah berlalu dan memasuki malam ketiga, malam ini di rumah Oma Tina, mereka lebih banyak menyinggung tentang virus babi (ASF) yang sudah masuk kampung dan menyerang babi-babi peliharaan mereka. Ini suatu kenyataan lain bagi mereka setelah mereka mengalami gagal panen dan panas berkepanjangan. Semua kenyataan tersebut mereka bawa dalam doa-doa mereka sepanjang doa bergilir ini, termasuk malam ini di rumah Oma Tina. Sekiranya, Maria Bunda Berbelas Kasih dan Bunda Pembantu Abadi mendengar setiap seruan anak-anaknya.

Baca juga  Kain Perca Ibu

“Orang rumah sudah siap, jadi minum dulu baru pulang,” istrinya berbisik lagi saat melihat Guru Joni belum juga bergegas dari tempat duduknya. Ia menggeser kursinya mendekati meja kecil di samping suaminya. Guru Joni terpaksa tetap duduk melingkari meja kecil penuh dengan gelas dan kue-kue.

Di samping istrinya, Guru Joni tak banyak menanggapi pembicaraan tentang virus ASF karena ia tahu bahwa satu ekor babinya di kandang masih segar bugar. Babi itu ia beli dan pelihara sebagai persiapan acara penerimaan Komuni Pertama anaknya pada Juni mendatang. Mei ini, babi itu genap satu tahun dipelihara olehnya. Selanjutnya, bagi Guru Joni, babi itu sudah layak dikonsumsi pada Juni mendatang.

Meski tak berkomentar apa pun, jauh di lubuk hatinya tersimpan kecemasan tentang virus mematikan itu. Kecemasan itu tampak jelas pada raut mukanya. Kepalanya juga penuh dengan pikiran tak tentu. Sehingga di jalan pulang bersama istri, anak, dan tetangganya, Guru Joni tak banyak berkata dan memilih melangkah sedikit lebih cepat.

“Kau kenapa?” tanya istrinya setelah tiba di rumah.

“Kau jangan makan-minum sembarang. Nanti kau kenapa-kenapa baru kau omong banyak,” timpal Guru Joni.

Istrinya menduga bahwa suaminya akan membahas virus mematikan itu, namun jawaban itu membuatnya paham bahwa yang dimaksudkan adalah larangan makan-minum di rumah Oma Tina. Orang kampung sudah sering mencurigai Oma Tina adalah seorang menaka. Kecurigaan itu diwariskan dalam bentuk cerita yang terus-menerus disebarkan kepada setiap orang dalam kampung. Orang-orang kampung yang meninggal secara tak wajar, binatang peliharaan seperti kuda yang didekati atau disentuh oleh tangan Oma Tina yang kemudian harinya mati, akan selalu dipandang dan dikaitkan dengan Oma Tina.

Baca juga  Tikus

“Itu gara-gara Oma Tina pegang itu kuda,” begitulah komentar lepas orang-orang kampung.

Cerita itu membuat orang kampung mawas diri, bahkan beberapa yang lain—yang pernah mengalami pengalaman sebagaimana diceritakan orang banyak—memilih tidak ingin bertamu, apalagi mau makan dan minum di rumah Oma Tina. Namun, warga lainnya tidak terlalu peduli tentang cerita itu dan memilih untuk tetap mendatangi rumah Oma Tina seperti biasanya, termasuk malam hari ini untuk berdoa bersama di Bulan Maria.

“Kau ini guru agama, tapi masih juga berpikir buruk tentang orang,” istrinya menimpali.

“Ini barang tidak kenal kau guru agama atau bukan!” balas Guru Joni.

“Baru habis doa juga kau sudah pikir aneh-aneh.”

“Saya hanya omong saja, Peni.”

Pagi harinya, Oma Tina mendatangi rumah Guru Joni. Ia bermaksud mengembalikan stoples dan membayar harga kue-kue yang ia pesan untuk dikonsumsi bersama tadi malam di rumahnya. Sekaligus ia menanyakan babi milik Guru Joni, kalau-kalau dijual, ia akan membelinya sebagai hadiah dari kampung untuk acara Komuni Pertama cucunya di kota.

“Guru ada ke sekolah, mengawas anak-anak ujian.”

“Mau tanya harga babi kamu punya, jangan sampai Guru ada mau jual?”

“Tidak jual, Oma. Ama juga mau terima komuni pertama bulan Juni ini jadi Guru piara satu ekor saja untuk persiapan acaranya.”

“Oh, pikir Guru jual. Cucu pertama di kota juga mau terima komuni pertama bulan Juni juga ini, hanya babi kena penyakit jadi mati semua, termasuk di rumah.”

“Itu sudah, Oma. Guru punya ini dia ada kasih minum dengan cairan dari daun gamal jadi masih bertahan sampai sekarang, Oma.”

Oma Tina pamit pulang setelah memastikan uang kue sudah diterima Tanta Peni.

Baca juga  Belati dan Hati

Sore hari, pada saat hendak memberi makan babi, Guru Joni mendapati babi yang hanya seekor itu terbaring lemah di kandang berukuran sedang. Di tempat makan dalam kandang itu, ada sisa beberapa potong kue.

Dari kandang di belakang rumah itu, Guru Joni berteriak memanggil istrinya.

“Ini kue sisa tadi malam yang kita makan di Oma Tina?”

“Ia. Oma Tina antar uang dan stoples kue tadi. Ada sisa kue, makanya saya campur dengan sisa makanan lain baru kasi makan tadi pagi.”

“Oma Tina ada datang ke rumah?”

“Ia, datang antar uang kue, sekalian ada tanya babi, pikir kita jual.”‎

“Sempat lihat babi?”

“Hanya berdiri di belakang rumah saja, tidak sampai kandang.”

“Ai, babi mati sudah ini.”

“Kau curiga terus saja.”

Pagi harinya, sebelum pergi ke sekolah, istrinya melihat Guru Joni membawa pacul menuju ke belakang kandang. Di kandang, tak terdengar suara babi seperti biasanya. ***

.

.

Februari, 2025

.

Catatan:

[1] Jagung titi: salah satu pangan lokal di Lembata, NTT.

[2] Menaka: tukang santet, suanggi.

.

.

Selo Lamatapo, penulis buku kumpulan cerpen Penggali Sumur (2021). Sekarang tinggal di Santarem, Amazon, Brasil.

Aprililia, lahir di Talu, Indonesia, pada 2000, seniman dan pendidik. Karya-karyanya dipamerkan dalam beberapa pameran solo, seperti The Art of Aprililia di Museum Arma, Bali (2023), dan Resonance of Being di SIKA Gallery, Bali (2024). Aprililia juga aktif dalam seni pertunjukan, salah satunya Tanah Ibu Tanah Rempah (2021). Ia menerima penghargaan sebagai Pemuda Kreatif di Bidang Seni Rupa pada 2020.

.
.
Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. Oma Tina. 

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 6

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!