Cerpen Satmoko Budi Santoso (Jawa Pos, 10 Mei 2025)
TIBA saatnya negaraku mengumumkan dirinya dalam situasi bangkrut. Sekaligus secara terbuka mengumumkan sebagai negara gagal.
Ternyata di luar dugaan seluruh warga negara telah siap. Tidak ada kepanikan sama sekali. Hanya saja, situasi itu membuat setiap warga negara cepat-cepat menyelamatkan uangnya di bank.
Ternyata pula setiap bank dan setiap anjungan tunai mandiri (ATM) di berbagai tempat sudah penuh. Bahkan pemandangan di setiap ATM itu sama: mengular panjang. Bahkan ada banyak juga yang sampai hitungan kilometer.
Karena mengular itulah setiap orang yang antre bisa bebas bercakap-cakap tentang banyak hal. Anehnya tidak ada yang menunjukkan kecemasan. Bukan berarti senang bukan kepalang, tapi banyak orang justru bersikap biasa-biasa saja.
“Negara bangkrut dan negara gagal itu sudah biasa, di mana mana bisa, hanya saja sekarang giliran kita,” ujar seseorang saat antre memanjang di sebuah ATM, mengobrol dengan seseorang lain di belakangnya.
“Betul, aku tidak cemas juga meskipun saldoku juga tinggal sedikit saja. Sebelumnya memang sudah aku ambil,” respons seseorang itu.
“Tapi menurut kamu negara bangkrut ini akan sampai kapan?”
“Kapan saja kalau aku siap meskipun hidupku juga pas pasan. Ini konsekuensi hidup yang biasa saja.”
“Wah, aneh kamu tidak marah?”
“Andaipun aku marah, aku jelas akan menunjukkan kemarahan kepada siapa? Tentu kepada para koruptor.”
“Tapi bukankah kamu tidak bisa menemuinya?”
“Bukankah setiap warga negara bisa mempunyai foto dia?”
“Lalu?”
“Ya terserah aku memperlakukannya.”
“Kira-kira apa yang akan kamu lakukan?”
“Ah, tapi apakah itu penting?”
“Lho, bagaimana kamu ini?”
“Apakah juga penting kalau aku menginjak-injak fotonya?”
“Paling tidak aku tahu apa yang akan kamu lakukan.”
“Ya bisa saja aku melakukan sesuatu, seperti itu juga bisa, tapi entahlah nanti.”
“Belum tentu kamu marah sepertinya. Kamu sungguh penyabar. Rupanya selama ini agama berhasil menghibur hidupmu untuk menjadi penyabar. Menerima kenyataan apa adanya. Bukankah begitu?”
“O iya, ya. Belum tentu juga. Belum tentu agama yang membuatku begini. Kenapa memang? Sepahit apa pun kehidupanku, aku memilih menjadi orang yang rileks saja. Menurutku tidak perlu terlalu jauh dikaitkan dengan agama. Meskipun itu bisa jadi penting juga. Bukankah agama memang dalam banyak hal menjadi ruang hiburan setiap orang?”
“Wah, nggak jelas juga. Semakin ngelantur.”
“Ssst… Antreannya jalan.”
“O iya. Ayo maju. Maju….” Sampai sekian jam antrean itu tuntas juga. Rupanya hampir semua orang mengambil uang tidak dalam jumlah banyak. Rupanya penarikan besar-besaran sudah dilakukan sebelum hari itu.
Semua orang lega. ATM telah sepi. Ternyata semua ATM di berbagai tempat juga sudah banyak yang sepi. Saat antre tadi pegawai bank memang sempat beberapa kali mengisi ulang uang yang habis hingga semua warga mendapatkan haknya sesuai jumlah uang yang diinginkan.
Oh… Ternyata diam-diam masih ada beberapa ATM yang antre padahal malam sudah larut.
Aku melihat sudah mulai ada warga yang tampaknya marah, entah karena apa. Mungkin capek saja. Aku tidak berani memastikan apakah ia marah terhadap situasi? Apakah ia marah hidup sebagai warga negara dalam situasi bangkrut?
Aku memotret saja dari ke jauhan semampuku, menggunakan kamera standar jarak jauh. Aku merasa setiap warga negara memang bisa mempunyai cara sendiri untuk menghibur dan menyelamatkan diri. Karena itulah aku merasakan sepanjang seharian tadi tidak kujumpai warga yang panik dan stres. Rupanya mereka sudah bisa mengantisipasi dan mengelola emosi sebaik-baiknya.
***
Ketika aku berpindah dari ATM satu ke ATM lain, memotret suasana antre itu, beberapa adegan mengundang kejutan sudah sewajarnya kujumpai. Misalnya saja, ada seseorang yang seusai mengambil uang langsung membagi-bagikan kepada sejumlah pedagang kaki lima tak jauh dari ATM itu.
Ada juga yang sengaja menyebar beberapa lembar uangnya sembari bersorak, “Aku masih kaya, aku masih lebih kaya darimu negaraku, aku masih lebih kaya….”
Ada yang buru-buru pergi katanya mau menjemput istri ketiga, ada yang seusai mengambil uang di ATM segera memesan GoCar katanya mau besuk istri keempat di rumah sakit, dan banyak lagi lainnya.
Boleh jadi hari ini memang merupakan kumpulan peristiwa yang tak boleh lepas dari ingatan. Harus dikerat sangat keras sehingga tidak tercecer sedikit pun. Boleh jadi juga ini zaman istimewa karena butuh penanganan yang juga istimewa agar situasi kembali normal, seperti sebelumnya.
Pastilah peristiwa hari ini juga menjadi momen yang menarik dalam semua pemberitaan media. Media resmi maupun media sosial memberitakan sangat gencar pemandangan orang mengular, antre di banyak ATM. Ah, sampai di rumah waktu sudah berubah dini hari. Badan penat. Seharian sudah ikut tamasya antre di ATM meskipun untukku sendiri tidak terlalu lama, tidak sampai setengah jam. Selama seharian pula, aku berhasil memotret ratusan kali pemandangan banyak ATM yang berisi orang memanjang dan mengular dengan begitu fantastis.
Setelah mandi dengan air hangat dan makan sekadarnya, aku menyempatkan melihat lagi foto-foto hasil buruanku hari ini. Foto-foto yang bagus dan layak jual cukup memadai. Andai negara bubar pun kurasa aku masih bisa hidup layak dengan hasil keringat karya foto-fotoku hari ini. Aku memastikan kolektor foto-foto yang mengidolakanku juga akan membeli dengan harga khusus.
Aku memilih foto-foto spesial karyaku hari ini dalam satu album yang menarik dan segera kukirimkan pada kolektor penggemar karyaku. Ada 50 foto yang akhirnya kukirimkan kepadanya. Setelah itu aku tertidur.
***
Sepertinya aku sudah tidur lama sekali. Aku seperti tertidur selama 300 tahun saja. Ketika bangun tidur, badanku juga terasa segar sekali. Seperti yang kuduga, saat aku bangun tidur dan membuka ponsel, sudah ada balasan menggembirakan dari kolektor foto penggemarku.
Dari 50 foto yang kukirim, ada dua biji foto yang dihargai mahal karena menurut dia momen orang di dalam foto itu sulit didapat oleh siapa pun. Menurut dia, hanya fotografer yang sangat sensitif yang mampu membidik dengan jitu dan tepat pasti dengan nuansa yang menyodok haru serta pilu.
Pastilah langsung kusetujui harga pembelian foto itu dan memang cukup untuk hidup sehari-hari bahkan andai saja hingga negaraku benar-benar bubar. Bahkan jika sampai aku mati, pindah entah ke negara lain atau negaraku kemudian dicaplok negara lain juga, uangku tetap cukup untuk bertahan hidup.
Tentu saja Anda, para pembaca cerita ini yang budiman dan baik hati, cukup penasaran dengan dua foto yang kuceritakan itu, bukan? Seperti apakah dua foto yang mampu menggugah kolektor foto penggemar karyaku untuk segera membelinya dengan harga yang cukup memukau?
Bahkan kedua foto karyaku itu menurut kolektor penggemar karyaku juga akan menggegerkan balai lelang di kancah internasional. Foto-foto itu juga dia anggap unik dan berposisi setara kualitasnya dengan lukisan eksotik nan menggetarkan siapa pun yang memandang.
Inilah paparan dua foto itu. Simaklah baik-baik agar Anda tidak gagal paham.
Pertama adalah foto tentang dua orang lansia, sepasang suami istri, yang ikut mengantre panjang di depan ATM dengan satu kursi roda. Keduanya pun bergantian duduk di kursi roda itu. Setiap lima belas menit sekali mereka bergantian duduk di kursi roda itu. Hingga beberapa kali bergantian duduk dan saling menjaga di antara keduanya.
Lalu foto kedua. Tentang seorang ibu hamil besar yang ikut mengantre dan ternyata juga seorang disabilitas netra. Dengan tongkatnya tanpa ditemani siapa pun ia mengantre. Sempat aku menelisik kabar dia adalah seorang janda.
Aku tertegun. Dalam hati aku mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang-orang yang ada di dalam foto itu. Orang-orang yang jelas menyelamatkan hidupku. Tidak seperti biasanya sebagai fotografer yang cuek, abai dengan objek foto yang dipotretnya, kali ini aku merasa merinding.
Pelan-pelan aku kemudian menelusuri keberadaan orang-orang di dalam foto itu melalui satelit. Sebagai hacker atau peretas data satelit aku cepat tahu keberadaan rumah mereka. Aku berencana menemui mereka satu per satu tidak lama lagi. Bisa saja sekadar berbincang mengenai rencana apa yang akan dilakukan di tengah kecamuk situasi negara bangkrut.
Aku membayangkan mereka juga akan berkelakar, negara boleh bangkrut tapi warga negaranya tidak boleh bangkrut. Semoga saja masih ada kelakar seperti itu di tengah situasi yang sedang tidak baik-baik saja dan butuh waktu entah berapa lama untuk pulih kembali.
Melalui pesan di grup ponsel yang kuterima banyak kawan mengajak bercanda. Misalnya, apakah ada alternatif pergi atau tinggal di mana yang menjadikan hidup lebih nyaman?
Aku pun iseng merespons canda seperti itu. Misalnya, aku mengajukan opsi atau pilihan bercanda untuk tinggal di planet Mars atau sekalian ke bulan. Pastilah kawanku satu grup WA merespons canda itu juga dengan meriah. Banyak celoteh. Ternyata hasrat bercanda memang harus diperbanyak dalam situasi paceklik massal seperti ini.
***
Hari masih tetap berotasi seperti biasa. Kehidupan berjalan masih tetap pada umumnya.
Aku membuka mata, apakah di pinggir pantai ini aku memang berada dalam halusinasi cukup lama? Kuraba wajahku apakah ada yang memang aneh dari halusinasiku? Manakah yang benar: halusinasiku atau cerita ini?
Cerita ini kubaca dari grup WA yang diposting seorang kawan. Nah, aku perlu memastikan juga kepada dirinya soal kebenaran halusinasiku. Aku sendiri kurang yakin dengan halusinasiku.
Kadang sebuah cerita atau bahkan berita bisa menjadi halusinasi bagi seseorang. Kadang seseorang bisa berhalusinasi tanpa sebab. Aku berdiri beranjak dari pinggir pantai ini menuju penginapan. Seseorang telah menungguku di sana dan melalui dia juga sebenarnya aku bisa memastikan apakah aku berada dalam halusinasi tentang negara yang bangkrut ataukah tidak.
Nah, tentang seseorang yang akan menyambutku itu, siapakah dia? Apakah Anda pembaca yang arif dan bijaksana bisa menebaknya? Apakah tebakan Anda akan tepat dan pasti?
Baiklah saya merdekakan imajinasi Anda untuk segera menebaknya. Saya tidak akan melakukan intervensi sama sekali. ***
.
.
Satmoko Budi Santoso. Sastrawan, penerima Anugerah Budaya 2024 dari gubernur DIJ.
.
.
Saat Negara Bangkrut dan Antrean di ATM Mengular. Saat Negara Bangkrut dan Antrean di ATM Mengular. Saat Negara Bangkrut dan Antrean di ATM Mengular. Saat Negara Bangkrut dan Antrean di ATM Mengular. Saat Negara Bangkrut dan Antrean di ATM Mengular.
Dom
C Aja.