Cerpen Alisia Tan (Pontianak Post, 19 Oktober 2025)
TALEP senang berburu. Di balik pintu masuk goa yang gelap dan sunyi terdapat sebuah rahasia yang telah lama tersembunyi. Akhirnya, ia pun memasukinya. Walaupun goa itu membuat bulu kuduk berdiri bagi siapa saja yang masuk.
Tapi tidak jauh dari situ, di simpang tiga, Talep yang memiliki hobi berburu di hutan. Ia pun memasuki tempat itu. Meskipun usianya tidak lagi muda. Tapi kondisi tubuhnya masih sehat dan bugar.
Tidak seperti biasanya, tiba tiba Talep menemukan sesuatu yang sangat mengganggu pemandangannya dan membuat matanya tidak berkedip-kedip. Dengan spontan tangannya bersiap mengatur posisi untuk melepaskan peluru ke arah lutung.
Talep pun terkejut. Ternyata lutung sekelip mata menghilang.
Talep pun bertanya-tanya dalam hati. “Apakah ini pertanda kurang bagus, ya?” sambil mengelus dada.
Kemudian Talep pun melanjutkan perjalanan menuju rumahnya dengan kondisi tubuh yang sedikit pucat. Talep pun jatuh sakit beberapa hari setelah mencoba membunuh lutung.
Tidak lama kemudian Talep pun membaik. Ia kembali berburu di tempat yang berbeda. Kali ini tujuannya mencari burung. Tapi ia merasakan tubuhnya kehilangan energi bahkan duduk saja sudah tak berdaya.
Namun, keluarga di rumah berpikir tidak seperti biasanya. Talep pulang lebih lama. Semua keluarga sedang menunggu kehadirannya. Tapi tak kunjung datang.
Akhirnya, salah satu anaknya Anyol bersama Pak Artun bergegas untuk mencari Talep di mana ia berburu. Lama mencari mereka pun menemukan dengan melihat Talep tergeletak tidak bernyawa. Setelah itu Anyol dan Kepala Dusun itu pun membawa Talep pulang dengan wajah pilu.
“Sebenarnya apa yang terjadi, Yol?” tanya Pak Artun sedikit heran.
“Beberapa hari yang lalu Talep melepaskan peluru yang dituju pada lutung. Tapi sayangnya peluru itu tidak sama sekali mengena lutung. Ini malah lutung itu menghilang begitu saja.”
“Oh, jadi itu yang terjadi pada Talep.”
Setiba di rumah keluarga menyambut Talep dengan meneteskan air mata yang tiada hentinya ketika Anyol dan Pak Artun tiba. Tidak seorang pun menyangka bahwa Talep meninggal setelah melepaskan peluru pada lutung. Hingga saat ini lutung pun tidak pernah memperlihatkan dirinya.
Memang ada beberapa orang yang pernah melewati ke dalamnya. Di tempat itu tidak hanya goa saja terlihat spontan. Tapi ada beberapa isi di dalamnya terdapat sungai kecil tenang, batu-batu yang sangat tajam, meja-meja, kursi, hewan-hewan yang menyerupai, dan suara-suara yang sedang menangis.
Saat itu ada dua orang bernama Inai dan Labe sedang mencari kulit pohon yang sangat banyak dan besar. Sebelum melangkah jauh Labe berpesan.
“Inai, bila nanti sudah tiba di goa itu jangan memanggilku atau bicara denganku, ya?”
“Memangnya kenapa Labe!” seru Inai pada Labe.
“Pokoknya yang jelas di situ tidak boleh berbicara atau memanggil apa pun itu.”
Inai jadi semakin penasaran.
“Baiklah, Labe! Aku janji tidak berbicara ataupun memanggil.”
Akhirnya Inai mengiyakan. Tidak lama kemudian Inai dan Labe pun mendapatkan kulit pohon yang cukup banyak.
Kemudian dalam perjalanan Labe sempat memasang pancing di sungai kecil tenang. Lalu ia menghampiri pancing itu dan langsung memeriksa. Ternyata seekor ikan yang terjebak di mata pancingnya. Dibawanya pulang seekor ikan bersama kulit pohon.
Namun di saat perjalanan pulang tiba-tiba angin kencang menghampiri Inai dan Labe yang cukup menakutkan. Pikiran tak menentu mulai menghantui dan membuat pasrah keadaan.
Akhirnya mereka cepat melangkah supaya bisa keluar dari goa itu. Setelah sudah sampai di luar goa. Ternyata cuaca sangat cerah sampai di sore hari, seakan-akan tidak pernah terjadi angin kencang.
Setelah Inai dan Labe pergi ke goa itu. Keesokan paginya Usman pergi menuju goa itu pula.
Usman ingin mencari rotan yang nantinya bisa dijadikan bahan untuk membuat tikar. Saat itulah ketika dalam perjalanan tiba-tiba ia melihat seekor ular muncul yang menyerupai seperti akar kayu. Kemudian ia mencoba menghindari tanpa tidak membunuhnya.
Setelah jauh dari ular itu tidak lama kemudian Usman pun pulang dan membawa rotan itu. Tapi ia tidak menemukan jalan pulang padahal sebelumnya juga melewati jalan yang sama.
“Sepertinya jalan ini sudah berulang tidak menembus jalan keluar. Sudah kurang lebih satu jam hanya berputar-putar di tempat yang sama,” pikir Usman.
Akhirnya Usman menyerah. Padahal jalan keluar tidak jauh dari keberadaannya.
Tapi Usman terus mendengar kicauan burung. Itu pun terdengar pada awalnya ia hanya mengira bahwa kicauan itu hanyalah hiburan. Kicauan itu tidak ingin berhenti mengelilinginya terus-menerus dan seperti memaksanya untuk beranjak. Ia pun lalu mengikuti burung.
Hingga hati kecil Usman pun berkata. Apakah kicauan itu pertanda sebenarnya panduan untuk menghatarkan jalan keluar?
Benar. Ternyata berkat suara burung itu Usman tidak tersesat.
Sesampai di jalan keluar Usman menemukan makam kramat dan seekor kura-kura besar. Ia merasa senang telah menemukan kura-kura untuk di pelihara. Perlahan-lahan ia melewati makam itu dan mulai merinding ternyata muncul sosok berwarna putih yang menyerupai manusia sedang melintasi jalan.
Usman mencoba berbicara pada sosok itu.
“Pak, hati-hati melintasi jalan itu,” kata Usman.
Tapi sosok yang menyerupai manusia itu pun tidak menjawabnya. Usman pun semakin merinding. Apalagi ketika ia berpaling arah, sosok itu menghilang. Begitupun kura-kura yang ditemukannya hilang.
Usman berpikir bahwa kura-kura itu bukanlah kura-kura biasa.
Keesokan harinya bagian Rudin, Inus, dan Leleng memancing di goa itu. Tak lama kemudian mereka mendapatkan beberapa ekor ikan.
Sebelumnya Inus dan Leleng berpesan tidak boleh menghidupkan api di goa. Saat itu Rudin ingin sekali memakan ikan yang sudah dibakar. Ia pun lalu mengambil ranting ranting dan korek untuk memasang api.
Rudin membersihkan ikan dan menusuk ikan lalu membakarnya. Tapi tiba-tiba Inus dan Leleng mencium aroma ikan. Mereka pun langsung terbirit-birit berlari mendekati Rudin. Satu kata pun tak keluar dari mulut mereka.
Tak lama kemudian angin kencang tiba menerpa goa. Hingga Rudin, Inus, dan Leleng hampir tak bisa bertopang pada suatu benda yang menahan kekuatan. Dengan ketakutan yang luar biasa mereka merasa kemungkinan tidak bisa kembali pulang di rumah masing-masing.
Setelah angin kencang mulai reda Rudin, Inus, dan Leleng akhirnya beranjak keluar dari goa itu dengan tubuh pucat. Beberapa ikan yang sudah didapatkan mereka tinggalkan begitu saja.
Setelah kejadian itu Inus bertanya pada Rudin.
“Din, sudah kubilang jangan menghidupkan api di goa itu!” ucap Inus pada Rudin.
Dan malam itu Rudin merasa menyesal akibat lupa. Bahwa di goa itu tidak boleh berbuat sembarangan. Termasuk mengambil sesuatu apapun termasuk memancing apalagi membakar ikan.
Bila tidak akan mengalami serupa seperti para penduduk lainnya jika melewati maupun memasuki goa yang bernama Goa Segarik. Goa yang banyak memiliki misteri itu. ***
.
.
Pengiriman Naskah.
Email yang biasa untuk mengirim naskah cerpen dan puisi sedang dalam proses pembenahan, maka pembaca bisa mengirim naskah melalui email ini: cerpenappost@gmail.com Demikian untuk diketahui. Redaksi mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Terima kasih.
.
Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik. Misteri Goa Segarik.
![]()
Leave a Reply