SEJAK dua hari ini Didi senang bermain di samping halaman rumah. Ia tampak senang memberi makan Embik, dengan rerumputan kerokot yang banyak tumbuh di halaman depan rumahnya. Dengan lahap Embik memakan kerokot yang diberikan Didi. Inilah momen yang amat disukai Didi.
“Makan yang banyak ya Embik, biar tubuh kamu sehat dan bertambah besar,” kata Didi sambil mengelus kepala Embik.
Embik adalah seekor kambing yang dibeli Ayah Didi sejak dua hari lalu. Embik berwarna putih dengan garis cokelat di bagian samping, tampak bertumbuh gempal. Tanduknya mulai muncul meskipun tidak terlalu panjang dan telinganya yang panjang menjuntai ke bawah.
Karena suaranya mengembik embek…. embek…embek…, maka Didi berinisatif untuk memberi namanya Embik.
“Lucu ayah. Namanya Embik aja ya,” pinta Didi kala sang ayah membuatkan kandang ala kadarnya di belakang rumah. Ayah cuma mengangguk.
Kandangnya hanya atap dari terpal dengan empat tiang pancang. Dan bagian sisinya diberi terpal juga. Kata ayah itu untuk menangkal angin pada malam hari, meskipun Embik memiliki bulu yang lumayan tebal.
“Nah, jangan lupa kamu harus memberinya makan ya. Ayah akan meminta Pak Bakri membawakan rumput setiap sore. Kamu bisa beri makan rerumputan di halaman depan,” kata Ayah berpesan.
“Asyik! Pasti aku akan memberinya makan ayah. Biar cepat besar dan gemuk,” ucap Didi.
Sejak itu, Didi jadi rajin bermain dengan Embik dan memberinya makan.
***
Hingga tiba saatnya, usai takbiran dan salat idul adha, ayah bersiap membawa Embik ke masjid di dekat rumah.
Embik yang diikat di bagian lehernya dengan seutas tali, lalu dikeluarkan dari kandang.
Melihat itu, Didi langsung keluar rumah sambil bertanya: “Ayah! Mau dibawa ke mana si Embik.”
“Oh, Embik mau dibawa ke masjid. Kan ini Hari Raya Kurban, jadi kita antarkan Embik ke sana. Ayo, pakai maskermu, kita ke masjid,” ajak Ayah.
“Jangan ayah. Embik jangan dibawa. Ia kan temanku,” jawab Didi dengan wajah sedikit memelas dan hendak menangis.
“Loh, Embik kan memang dipelihara sebentar sampai waktunya untuk kurban,” lanjut Ayah.
“Jangan, Ayah. Kasihan Embik,” kata Didi yang kali ini air matanya berurai.
Mendengar suara ribut-ribut, ibu keluar rumah.
“Ini ada apa ya, kok sepertinya ramai sekali.” Sambil mendekati Didi yang tampak bersedih.
Didi langsung mendekap ibunya. “Ibu…Embik mau dibawa ke masjid mau dipotong ibu…hu…hu…hu…”
Kali ini tangis Didi pecah. Ibu memeluk Didi dan memberi kode ke Ayah untuk masuk ke rumah.
Melihat itu, ayah kembali mengikat Embik di tiang rumah. Setelah cuci tangan, langsung mendekati Didi dan Ibu.
“Ayo sini duduk dulu, kita ngobrol sambil minum jus buah mangga buatan ibu yang nikmat ini,” kata ayah meredam kesedihan Didi.
Didi masih dalam dekapan ibu. Ibu lalu memberinya jus mangga ke Didi dan langsung diminumnya. Ayah juga menyuguhkan camilan kesukaan Didi. “Ini lapis hijau kesukaanmu, ayo dimakan dulu,” ucap ayah.
Setelah melihat Didi sudah kembali normal, ibu lalu bicara. “Nak, pernah dengar dan masih ingat tentang kisah Nabi Ibrahim dan Ismail kan.” Didi mengangguk. “Coba, apa makna dari kisah itu,” lanjut Ibu.
“Masih ingat dong bu, itu kan kisah tentang Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih Nabi Ismail yang merupakan anaknya. Karena taat kepada Allah, Nabi Ibrahim, dilaksanakanlah penyembelihan itu meskipun Nabi Ibrahim sangat sedih. Tapi ternyata Nabi Ismail yang akan disembelih itu digantikan Allah menjadi sembelihan, dan Nabi Ismail selamat,” cerita Didi.
“Jadi maknanya bahwa kita harus berkorban atas kecintaan kepada Allah,” lanjut Ayah.
“Begitu juga dengan kurban. Kita berkurban demi kecintaan kita kepada Allah, Embik merupakan perantara atas kecintaan kita kepada Allah. Jadi, jangan bersedih jika embik menjadi hewan kurban seperti niat awal kita ya, Nak,” jelas Ayah.
Didi agak termenung mendengar penjelasan itu. Lama berpikir. “Aku sayang sama Embik. Tapi aku juga cinta Allah.”
Beberapa menit setelah berpikir, Didi lalu berujar. “Ya sudah Ayah, kita bawa Embik ke masjid buat kurban. Ini karena perintah Allah.”
Ayah dan ibu tersenyum lalu memeluk Didi. “Memang jagoan ayah ini pintar dan saleh! Ayo kita berangkat, jangan lupa pakai maskermu,” lanjut ayah. ***
Leave a Reply