Cerpen Muftirom Fauzi Aruan (Suara Merdeka, 18 Mei 2014)
LOM selalu membayangkan dirinya adalah sebatang pohon ubi kayu ketika melihat Tin, perempuan yang selalu menyunggi goni yang berisi kangkung-kangkung itu, melintas dari kebun ubi miliknya saat senja tiba. Sedangkan Tin, ia bayangkan sebagai kangkung-kangkung yang menjalar di setiap kujur batang tubuhnya.
Namun, hanya hasrat Lom belaka. Sebab, Tin sudah mempunyai suami yang bernama Jon. Ketika Lom sadar bahwa Tin bersuamikan Jon, maka seketika itu khayalannya buyar bagai lebah-lebah yang berhamburan dari sarangnya karena serbuan asap.
Jon adalah lelaki yang sungguh ditakuti oleh seluruh orang kampung. Jon seperti berhak melakukan apapun kepada siapapun dan di manapun.
Di dahi jon terdapat codet horizontal sepanjang sepuluh sentimeter bekas sayatan kelewang, juga terdapat bekas tujuh tusukan pisau di punggungnya yang dilakukan oleh sekelompok warga desa sebelah, karena murka terhadapnya. Namun, orang-orang yang menyaksikan langsung dan yang turut mengeroyok Jon, seketika berhamburan melihat Jon masih mampu menyerang mereka juga dengan kelewang, meskipun tubuhnya bersimbah darah, karena menganggap bahwa Jon memiliki ilmu kebal tahan bacok.
Siapapun bisa menemui Jon di pakter tuak pada siang hari sampai dini hari, waktu yang lainnya hanya ia habiskan tidur semaunya di rumahnya. Dan Jon juga sudah lupa sejak kapan ia mulai tidak menafkahi jasmani Tin. Namun, Tin sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, karena, menurutnya, lebih baik memenuhi kebutuhan dirinya sendiri tanpa berharap dari Jon atau siapapun, hal itu sangat disukai Tuhan, pikirnya. Bahkan Jon sering meminta uang kepada Tin untuk bermain judi.
Selalu, dalam hati Lom mengutuk Jon, agar cepat mati. Lantas, agar ia bisa memiliki Tin seutuhnya. Meskipun, Lom pernah meminta Jon untuk membakar gubuk milik Gok yang juga memiliki ladang ubi di kampung mereka, yang dianggapnya sebagai pesaingnya. Lom sangat puas sekali dengan hasil kerja Jon. Tapi hal itu bukan berarti membuat Lom tidak membenci Jon.
‘’Kau bisa perintah aku semaumu, Lom,’’ pesan Jon ketika menerima upah dari Lom.
Seusai Jon membakar gubuk Gok, Jon selalu datang meneumi Lom untuk meminjam uang, dan itu tidak sekali-dua kali, telah berkali-kali. Uang yang dipinjamkan tidak pernah ditagih oleh Lom. Tentu saja karena Lom tak mau celaka. Ia tak berdaya.
***
SABAN sore Tin mencari kangkung di rawa dekat ladang ubi milik Lom. Kangkung-kangkung itu akan dijualnya kepada Bon pemilik warung yang menjual segala macam jenis sayuran. Itulah satu-satunya mata pencaharian Tin. Tidak hanya Tin, Lom juga menjual daun ubi miliknya kepada Bon.
Antara Lom dan Tin tidak pernah bertegur sapa, meskipun mereka sering bertemu di ladang dan di warung Bon. Mereka hanya bersitatap sejenak, kemudian mengarahkan pandangan masing-masing. Tentu saja Lom takut untuk menyapa Tin karena Jon.
Lom yang duda ditinggal pergi oleh istrinya karena kawin lari oleh lelaki lain, hanya berani memandangi Tin dari belakang. Jon pernah mengumpamakan jalan Tin yang berlenggok seperti jalan belibis. Ingin sekali rasanya ia cucuk pantat Tin dengan batang ubi miliknya.
***
MALAM ini, setengah mabuk, Jon datang ke rumah Lom untuk meminjam uang. Tentu saja untuk bekal judi. Dengan rasa takut yang menggigil, Lom mengatakan bahwa saat ini ia tidak mempunyai uang dengan jumlah yang diinginkan oleh Jon. Namun, segera ia memberikan solusi agar Jon tak marah kepadanya.
‘’Satu minggu lagi aku akan memanen ubi, akan kusediakan uang untukmu,’’ kata Lom, takut-takut.
‘’Baiklah, aku akan menemui satu minggu lagi,’’ kata Jon, mulutnya menyeruakkan aroma tuak.
Lalu, Jon pamit dan jalan terhuyung-huyung menuju pakter tuak, membelah jalan yang sepi dan gelap.
‘’Semoga kau cepat mati, Jon!’’ hardik Lom, sambil menutup pintu.
Setelah itu. Di pakter tuak, Gok datang menemui Jon. Setengah berbisik Gok mengatakan keinginannya kepada Jon, dan membisikkan jumlah uang jika Jon mau melakukan apa yang dipinta oleh Gok.
‘’Gampang itu. Aku jugalah yang membakar gubukmu atas perintah Lom,’’ aku Jon.
‘’Ya, aku tahu itu. Sebab itu, aku mau membalas dendam kepadanya,’’ kata Gok.
Jon mengangguk-angguk.
‘’Ini,’’ kata Gok, menyalamkan amplop berisi uang yang dijanjikan kepada Jon.
‘’Kau tunggu saja kabar bahagia itu,’’ kata Jon.
‘’Terima kasih, Jon.’’
Untuk menambah akrab, Gok memesan satu jeriken tuak untuk mereka tenggak bersama-sama.
Tapi Jon sungguh licik, ia tidak segera membakar gubuk Lom. Ia menanti Lom memanen ubi-ubinya, lalu meminjam uang, setelah itu baru ia membakar gubuk Lom.
***
HARI yang dinanti itu tiba. Lom memanen ubiubinya. Ia mengupah beberapa orang-orang untuk membantu mencabut ubinya. Ubi yang ia panen lebih dari dua ton. Seorang tauke membawa ubi-ubi itu menggunakan truk untuk dibawa ke pabrik pembuat keripik.
Setelah selesai memanen ubi itu, Tin lewat dari kebun ubinya yang sudah lapang dari pohon-pohon ubi kayu, sambil menyunggi kangkung-kangkung di dalam sebuah goni. Sungguh, berahi Lom menggelegak tidak tertahankan. Andai saja ia berani mengatakan sejujurnya kepada Jon bahwa ia ingin meniduri Tin, pasti berapapun uang yang dipinta oleh Jon ia berikan.
Lantas, Jon paham bahwa hari ini Lom memanen ubinya. Maka, malam harinya Jon datang menemui Lom untuk meminjam uang.
‘’Bisakah aku meminjam uang lebih dari ini?’’ tanya Jon licik, ketika Lom memberikan uang kepadanya dengan jumlah uang yang telah dijanjikan.
‘’Kau bisa menyuruhku untuk mengerjakan sesuatu,’’ Jon menambahi.
Seketika itu yang terpikir oleh Lom adalah apakah ia boleh meniduri Tin. Tapi, tentulah ia takut berterus terang.
‘’Apakah kau bisa mendatangkan perempuan untukku?’’ tanya Lom, coba memancing.
‘’Perempuan mana yang kau mau?’’
‘’Tin,’’ Lom terkejut mendengar ucapannya sendiri.
‘’Istriku?’’ Jon terperanjat.
Lom diam. Ia ketakutan. Ia ingin mengklarifikasi ucapannya.
‘’Baik! Boleh,’’ lanjut Jon.
Mendengar itu air muka Lom berubah bahagia. Ia yakin tak salah dengar.
‘’Kapan kau mau? Biar kubilang pada Tin,’’ tanya Jon.
‘’Apakah Tin mau?’’ Lom balas bertanya.
‘’Tentu.’’
‘’Kalau begitu, besok sore aku tunggu Tin di ladangku.’’
‘’Sepakat.’’
Lantas, Lom memberikan uang melebihi apa yang dipinta oleh Jon. Dan Lom paham bahwa Jon tak akan memulangkan kembali uang itu.
***
SORE hari Lom duduk di beranda gubuknya sambil membayangkan apa yang akan ia perbuat kepada Tin. Sungguh Lom sudah tak tahan lagi.
Senja tiba. Dari kejauhan Lom melihat Tin menyunggi goni berisi kangkung. Lantas, berahi Lom melonjak-lonjak melihat Tin perlahan-lahan mendekat ke arah gubuknya. Sesampainya di depan gubuk, Tin tersenyum kepadanya. Namun, Lom membalasnya dengan wajah yang kaku tapi mau. Senyum Tin itu sangat diharapkan Lom sedari dulu.
‘’Apakah Jon yang menyuruhmu datang ke mari?’’ tanya Lom.
Tin mengangguk.
‘’Naiklah,’’ ajak Lom. Tin meletakkan goni di depan gubuk.
Lom mengulurkan tangannya menyambut Tin. Sentuhan pertama yang indah, yang membuat jantungnya berdetak semakin kencang, dan dilanjutkan dengan sentuhan-sentuhan yang lainnya, yang jauh lebih indah di dalam gubuk.
Di dalam gubuk, Lom membayangkan dirinya adalah sepohon ubi kayu yang setiap jengkalnya dijalari oleh kangkung-kangkung. Rengkuhan kangkung yang begitu kuat terhadap batang ubi. Begitu ketat. Begitu mengikat. Begitu nikmat.
Namun, Lom tidak tahu bahwa Jon bersama puluhan orang-orang kampung datang ke arah gubuk Lom sambil membawa obor di tengah cahaya alam yang redup. Tadi, Gok datang ke pakter tuak dan berteriak-teriak memberi kabar kepada Jon bahwa Lom memperkosa Tin di gubuknya. Ia berteriak-teriak agar orang-orang yang ada di pakter tuak turut emosi membayangkan kebiadaban Lom. Padahal, Gok, Jon, dan Tin telah kongkalikong.
Sesampainya di depan gubuk, Jon langsung naik tergesa-gesa. Maka, itu membuat Lom terkejut dan panik. Lalu Jon menarik Tin keluar dari gubuk dengan hanya mengenakan kain sarung.
‘’Bakar lelaki biadab itu!’’ perintah Jon kepada massa.
Maka, obor-obor itu dilemparkan ke atap gubuk yang terbuat dari daun rumbia. Seketika saja gubukdikobari api. Lom panik di dalamnya. Ia masih dalam keadaan tak berbusana. Bingung entah mau lari ke mana. Serbasalah.
Api menyala berkobar tinggi. Serpihan abu atap dan kayu berhamburan dan jatuh pelan-pelan. Magrib yang terang di kebun ubi. Lom menggelinjang menahan panas di dalam gubuk.
Jon tersenyum licik dan membayangkan Lom bagai ubi bakar yang begitu harum aromanya di dalam gubuk yang berkobar-kobar itu. Orang-orang merasa puas batinnya karena menghukum lelaki yang mereka anggap tak beradab. (62)
Tanjung Pasir, Labuhanbatu Utara, 2014
— Muftirom Fauzi Aruan, bahagia menulis cerpen, tinggal di Tanjung Pasir, Labuhanbatu Utara, Sumut
meLy
seruw
Sugi Haryanti
keren…
Hero
Memang begitulah hidup. Gak selalu kebaikan berbalas sama. Paiit.