Cerpen, Moehammad Abdoe, Radar Malang

Bratawali

Bratawali - Cerpen Moehammad Abdoe

Bratawali ilustrasi Radar Malang

5
(9)

Cerpen Moehammad Abdoe (Radar Malang, 29 September 2021)

SEPULANG dari kantor malam itu, kau langsung mengendap-endap ketika mendengar kecipak desahan Melani di dalam kamar. Menem pelkan daun telinga bagian kanan ke pintu jati yang memiliki ukiran ornamen Jepara. Kau lantas mengeratkan kedua rahangmu dan menggigitnya secara kuat-kuat.

Dari sejak Melani mengajakmu periksa kesuburan ke Dokter, rumah tanggamu dengan perempuan keturunan Belanda itu memang sudah berada di ujung tanduk. Kalau saja dulu kau tidak menahan niatnya untuk pisah, mungkin sekarang ini ia sudah mempunyai keturunan dari pasangan barunya.

Selain bekerja di kantoran, kau juga berprofesi sebagai seorang motivator yang ulung. Tentu gaya bahasa dalam bicaramu sangat mengikat. Bahkan hampir tidak ada yang mengira, bahwa di balik semua itu menyimpan pahitnya bratawali. Sebuah tumbuhan merambat berdaun hati dengan nama keren tinospora cordifolia tersebut sangat mirip dengan kehidupan rumah tanggamu yang sekarang. Anak-anak milenial mengatakan itu adalah “budak cinta”.

“Kalau tidak mengandung manfaat untukku, untuk kita, belum tentu tidak untuk orang lain,” katamu suatu ketika kepada Melani.

“Apakah berbuat kebaikan harus berkata-kata?” bantahnya.

“Sudahlah Melani, jika dirimu memilih kita pisah, itu bukanlah jalan pintas yang terbaik. Kita masih bisa mengasuh anak-anak terbaik dari panti asuhan untuk tinggal bersama di rumah ini,” jawabmu menawarkan solusi.

“Untuk apa tinggal serumah dengan orang lain jika hatinya masih saling terpecah belah? Aku menolak tawaran konyol macam itu.” Melani kemudian memilih untuk memunggungi tidurmu. Menutupi tubuhnya menggunakan selimut tebal. Seharusnya sebagai pasangan suami istri, tidur saling memunggungi seperti itu kurang baik.

Hari-harimu setelah itu benar-benar serasa bratawali. Sangat pahit. Bahkan lebih pahit. Bukan hanya kekhawatiranmu akan kehilangan Melani, tetapi tingkah lakunya akhir-akhir ini juga semakin aneh. Sebetulnya bukan hanya Melani yang ingin mempunyai seorang anak, kau juga menginginkan hal yang sama sebagai hadiah pernikahanmu dengan Melani. Akan tetapi, Tuhan bermaksud lain.

Baca juga  Riwayat Cermin

Jika dapat memilih, kau lebih baik mengatasi seribu masalah rumah tangga orang lain, ketimbang menghadapi satu masalah di rumah tanggamu sendiri.

“Sekali ini saya mohon pengertiannya, Pak. Jika Bapak menolak semua undangan. Saya sebagai Manajer Pribadi Bapak juga akan merasakan dampaknya.”

Hening.

Kau berdiri dari dudukmu. Berjalan ke arah jendela yang terbuka. Mengambil udara sejuk pagi itu sebelum memberi jawaban kepada Rani.

“Kapan kita berangkat, Rani?”

“Minggu depan, Pak.”

“Baiklah aku menyetujui undangan seminar itu. Kamu juga tidak perlu berlebihan menyuruhku.”

“Mohon maaf, Pak, saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Manajer. Terima kasih banyak untuk pengertiannya, Pak. Salam untuk Bu Melani. Saya pamit pulang.”

“Baiklah, nanti akan aku sampaikan.”

Rani kemudian melenggang melewati pintu keluar.

Beberapa saat kemudian, terlihat Melani tengah menuruni anak tangga dengan baju piama yang masih dikenakan. Kedua tangannya sedang menyampulkan tali pinggangnya. Sementara detak jantungmu kerap berdengap lain acapkali melihat tingkah lakunya yang semakin hari bertambah aneh.

“Good morning my love.”

“Ya.” Tidak lebih dari satu kata itu yang terucap dari mulut Melani.

“Aku hanya mau bilang, Minggu depan aku akan pergi ke luar kota bersama Rani. Apakah kamu mau ikut?”

“Tidak!”

“Aku ingin mengajakmu sekalian liburan di sana.”

“Tapi aku menolak. Pergilah dengan Rani. Kalian berdua lebih terlihat serasi.”

“Apa kamu cemburu dengan Rani? Ia tadi menitipkan salam untukmu.”

“Aku baik-baik saja.”

“Baiklah aku mengerti maksudmu. Semoga setelah aku pulang dari sana nanti kamu bisa menyadari semuanya.”

“Oke, sampaikan ke Rani, paket salamnya mendarat dengan baik. Aku menerimanya.”

Kau tidak menimpali lagi perkataan Melani.

Baca juga  Serunya Bermain Congklak

Seperti racikan perasaan gelisah dan sedikit kesal menghadapi sikap Melani yang tidak pernah ramah, kau sebenarnya sangat keberatan untuk meninggalkan Melani sendirian di rumah. Akan tetapi, semua itu tidak bisa dijadikan fondasi untuk menghalangi keberangkatanmu Minggu ini. Apa yang sudah disepakati beberapa hari lalu harus tetap kau kerjakan.

Walaupun rencanamu untuk sekalian liburan dengan Melani gagal, setidaknya kau telah berhasil menghadiri acara seminar di luar kota itu. Sepulang nanti kau harus pastikan Melani masih tetap setia menunggumu di rumah dengan kondisi baik.

Sesampaimu di rumah, kau justru terkejut melihat furnitur perabot rumah yang berantakan. Patung-patung kayu di berbagai sudut semuanya dalam kondisi terguling. Boneka bayi di lantai yang entah datangnya dari mana. Kau tak pernah membelikannya untuk Melani, bukan?

Kau lebih terkejut lagi setelah berhasil mendobrak pintu kamar kesayanganmu. Di dalam sana, terlihat Melani sedang asyik bermain piggyback dengan boneka bayi perempuan di punggungnya. Menungging seraya mengibaskan ekor kuda mainan yang ditunggangi. Ia kemudian menyeringai ke arahmu.

Mulai detik ini, setelah melihat kenyataan yang entah apakah dirimu dapat menerima itu, kau baru yakin, bahwa Melani harus segera dibawa ke rumah sakit jiwa untuk ditangani secara serius. ***

.

.

Malang, 6 Juli 2021.

Moehammad Abdoe adalah cerpenis lahir di Malang yang juga pelopor Komunitas Pemuda Desa Merdeka.

.
Bratawali. Bratawali. Bratawali.

Loading

Average rating 5 / 5. Vote count: 9

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!