Cerpen Isni Sarah (Waspada, 17 Oktober 2021)
SARTI telah menghilang. Mereka berlari mencari tubuh Sarti. Mereka terus berteriak nama Sarti. Sebelumnya, ia meninggalkan sepotong baju dan sepasang kaos kaki bayi. Mereka masih terus menyalahkan satu sama lain. Kehilangan Sarti secara tiba-tiba membuat mereka curiga terhadap perbuatan seseorang.
Sarti pernah mengatakan bahwa dia seorang gadis. Dia belum menikah, tapi, memiliki kekasih bernama Tursa. Tursa bekerja di sebuah bangunan. Proyek besar untuk membangun gedung tua sebagai wahana bermain. Proyek yang menghasilkan banyak uang. Rencananya, uang itu akan menjadi modal resepsi pernikahan mereka.
Sarti juga tidak berleha-leha. Sarti menjual jajanan anak-anak seperti bakso dan cireng. Sarti selalu menjajaki dagangannya ke sekolah-sekolah. Namun, semenjak siswa tidak lagi ke sekolah, Sarti mulai berkeliling di rumah-rumah, dari gang ke gang. Itu sebabnya, Sarti menghilang membuat geger hingga ke beberapa gang.
Sarti pula dikenal sebagai orang yang santun. Ia sangat ramah dan lembut. Sesekali, para lelaki itu menggodanya. Lelaki yang sering duduk-duduk di warung kopi Pak Tono. Tapi, Sarti tetap sabar dan tersenyum. Baginya, selama mereka tidak kurang ajar, menyentuh dan melecehkannya, ia tidak keberatan. Mereka pula yang selalu memborong dagangan Sarti.
Tentulah, kehilangan Sarti membuat mereka merasa sedih. Seiring waktu, para lelaki itu menghormati keputusan yang ia pilih. Mereka sudah begitu mengenal Sarti. Mereka menjadi tempat bercerita Sarti mengenai kehidupanya yang letih. Bagaimana kedua orang tuanya hidup dan meninggal dengan keletihan.
Sarti juga memilih Tursa karena kegigihannya. Tursa seperti ayah baginya. Para lelaki itu pun iba melihat kehidupan Sarti. Sarti memang tak banyak bicara. Dia memilih mereka karena mereka juga memiliki beban yang tak terbendung. Tertawa dan ketakutan berkumpul jadi kehidupan. Sarti tak ingin bertanya apapun.
“Aku ingat, ia pernah mengatakan bahwa dia telah memesan gedung pernikahan di Travilona.”
“Itu Gedung pernikahan dekat dari gang ini,” kata Rifta, salah satu dari mereka yang sering minum kopi di warung.
“Kita bisa tanya sama pemilik gedung. Barangkali, pemilik gedung tahu keberadaan Sarti!” Seru seorang ibu yang juga mengenal Sarti.
Mereka pun bergegas mendatangi Travilona. Sarti tidak meninggalkan apapun di rumah. Barang-barang Sarti telah menghilang. Mungkin, ia telah membawanya pergi. Lantas, mengapa baju-baju bayi begitu banyak tertinggal di rumah. Pertanyaan itu menyeruak jalanan.
Warga desa meributkan hal yang sama berulang-ulang. Sarti terlihat tidak memiliki musuh. Namun, ada saja yang tak suka dengan Sarti. Mereka saling curiga terhadap kehilangan Sarti. Bahkan, mereka saling membongkar rumah masing-masing. Tapi, mereka tidak saling menemukan. Sarti masih tidak ditemukan.
Mereka bertemu dengan pemilik gedung. Pemilik Gedung membuka beberapa berkas penyewa gedung.
“Sarti ya?”
“Iya benar, Pak. Sarti menghilang sudah dua hari. Apakah ada nomor yang bisa dihubungi?”
“Iya, dia memang meninggalkan dua nomor telpon. Coba kalian lihat, apakah ini bisa membantu kalian.”
“Ini nomor Sarti. Nomor ini tidak bisa dihubungi. Coba kita hubungi nomor satu lagi,” tegas salah seorang ibu.
Nomor itu terhubung ke Tursa, kekasih Sarti.
“Hallo, benar ini nomor Tursa. Apakah kau kekasih Sarti.”
“Iya benar, bagaimana kalian bisa tahu nomor ini?”
“Itu tidak penting! Kami bisa bertemu denganmu. Ada yang mau kami tanyakan?” Tegas Rifta.
“Bisa, saya bekerja di proyek bangunan gang Merpati.”
“Itu sebelah gang kita!”
Rifta dan beberapa orang pun bergegas menuju ke proyek bangunan tempat Tursa bekerja. Suara Tursa tidak terdengar khawatir. Apakah ia tahu bahwa Sarti menghilang. Sepertinya, Tursa menyembunyikan sesuatu. Tapi, kami tidak mengetahui apakah kepastian itu berhubungan dengan Sarti.
Mereka pun bergegas menemui Tursa. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam. Ada semacam terkaan yang bertubi-tubi lahir di pikiran mereka. Mereka selalu bertanya dan berakhir dengan ketidaktahuan.
Mereka saling kebingungan dengan situasi hati. Mereka merasa perlu untuk mencari Sarti. Tapi, keberadaan Sarti yang entah di mana membuat mereka letih menemukannya. Entahlah, apakah ini semacam sindrom keletihan atau udara senantiasa mengaliri kehampaan di hati mereka.
Terlihat dari kejauhan seseorang sedang menunggu di pinggir jalan, sambil membawa batu bata. Mereka pun memarkikan mobil mereka. Tursa masih terlihat biasa saja. Tidak merasa aneh atau kehilangan.
“Kalian, temannya Sarti ya?” Tanya Tursa yang dari tadi menunggu mereka.
“Iya, kau kekasihnya Sarti, kan?” Tanya Mereka yang sudah terlihat letih.
“Ada apa? Langsung saja!” Tegas Tursa.
“Kau tahu, Sarti menghilang! Kau terlihat biasa saja! Apa kau tak khawatir!”
“Kami sudah tidak memiliki hubungan lagi. Jadi, aku tak tahu dia di mana?”
Mereka merasa bingung. Tak ada jawaban pasti di mana Sarti berada. Sarti tidak memiliki masalah dengan siapa pun. Apa yang menyebabkan dia meninggalkan kami, meninggalkan kota ini. Mereka tidak tahu pasti. Mereka pun memilih pulang ke rumah masing-masing.
Kehilangan Sarti masih menjadi misteri bagi mereka. Mereka seakan melakukan aktivitas tapi terasa hampa. Kehadiran Sarti sangat berpengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Semua terasa berbeda, dan Sarti masih belum juga ditemukan. ***
.
Medan, 2021
.
.
Leave a Reply