Sam Edy Yuswanto

Tamu Tengah Malam

0
(0)

Cerpen Sam Edy Yuswanto (Republika, 06 Maret 2016)

Tamu Tengah Malam ilustrasi Daan Yahya

Tamu Tengah Malam ilustrasi Daan Yahya

Rey spontan terjaga dari lelapnya. Suara ketuk pintu itu telah mengacaukan mimpi indah tidurnya. Dengan rasa malas yang menyundul ubun, Rey melebarkan sayap mata, menatap jam bulat sebesar piring kaca warna hitam yang terpasang mencong di tembok putih kusam kamar kosnya. Pukul 00.27 WIB. Woi, tengah malam begini siapa bertamu?
Rutuk Rey dalam hati seraya bangkit dari ranjang yang sprainya sangat berantakan.

Suara ketuk pintu itu terus mengudara. Memecah hening malam. Bersaing dengan suara detak jam dinding di tembok kamar. Tak sopan banget sih, malam-malam begini bertamu! Lagi. Rey merutuk dalam hati.

Kosong. Kepala Rey celingukan ke segala arah mencari sosok yang barusan mengetuk pintu tanpa henti. Ia kesal sekali, merasa dipermainkan. Betapa tidak? Begitu pintu kayu kamar kosnya ia kuak lebar, tak ada siapa-siapa di sana. Dan ketika Rey dengan tangan lekas hendak menutup pintu, tiba-tiba manik matanya menangkap sebuah amplop putih tergeletak di lantai keramik berwarna senada, tepat di depan pintu kamar.

Rey membungkuk badan, kepalanya celingukan sambil tergesa menyambar amplop tersebut. Lekas Rey menegakkan badan, menutup pintu, dan menguncinya.

***

Kamu sudah siap, Rey? Aku segera datang menjemput!

Rey mendengus kesal. Dilipatnya selembar kertas warna putih seukuran kertas kuarto berisi selarik pesan yang membuatnya dikuasai murka tingkat dewa. “Kurang ajar! Siapa pula yang ngerjain aku seperti ini?” gumamnya.

Dengan gemas, Rey meremas-remas kertas tersebut dan melemparkannya ke dalam tong sampah plastik warna biru tua kusam, yang teronggok di pojok kamar.

“Pasti dia orang yang telah lama nggak suka denganku. Buktinya, dia tahu namaku.”

Batin Rey berkecamuk. Nyaris satu jam ia mengorek ingatan tentang teman- teman sekantornya yang suka jahil atau memusuhinya. Ia juga berusaha keras mengingat seseorang yang pernah bermasalah dengannya. Namun, hingga kepala Rey berasa berat, ia belum juga menemukan siapa kira-kira pelakunya. Hei, bukankah selama ini ia berusaha tak mempunyai musuh. Meski tak dimungkiri ada saja mata-mata yang terkadang menatap sinis, ia berusaha abai alias tak meladeni.

Baca juga  Surat Untuk Ayah

***

“Kamu sudah siap, Rey? Aku segera datang menjemput!”

Telah dua kali Rey menerima amplop putih itu. Amplop dengan selembar kertas berwarna senada, dengan isi pesan senada pula. Tulisan tangan warna hitam yang ditulis dengan huruf latin miring dan agak tak beraturan. Amplop tersebut dikirim pada pagi buta oleh entah siapa saat Rey tengah lelap-lelapnya. Tepatnya ketika suara azan Subuh sedang berkumandang merobek pagi yang luar biasa dingin hingga menusuk tulang, suara ketuk pintu yang lebih keras dari kemarin malam langsung mengoyak kedua telinganya.

“Hei! Siapa sih yang iseng ngerjain aku kayak begini? Nggak lucu, tahu!” Rey kembali merutuk.

“Kamu sudah siap, Rey?”

Telinga Rey serta-merta berdiri saat mendengar suara yang entah berasal dari mana. Kepalanya tegak. Kuduknya langsung meremang saat menyadari bahwa hanya ia seorang yang berada dalam kamar tersebut. Tiba-tiba Rey teringat sesuatu. Sesuatu yang selama ini tak pernah ia laksanakan.

“Hei, jangan-jangan dia itu malai…?”

Rey tak melanjut ucapan batinnya.

“Ya, Tuhan!”

Rey terkejut sendiri saat hati kecilnya secara spontan meneriakkan nama Tuhan. Ah, entah mengapa Rey tiba-tiba teringat pada-Nya. Nyaris dua tahun ia tak membasuh muka dengan segarnya air wudhu untuk kemudian menunaikan shalat. Belakangan, saat tiba Ramadhan, ia juga enggan menjalankan puasa. Zakat fitrah pun sudah melayang dari ingatan. Bahkan, sekadar menyebut asma-Nya saja ia alpa. Saat marah, saat gulana, saat kesal, yang mengalir dari mulutnya hanya serapah kotor yang diadaptasi dari nama- nama binatang liar yang menjadi penghuni abadi kebun binatang.

Lagi. Ada sesuatu yang tiba-tiba mengalir dan menggelitiki kuduknya.

Rey merinding. Namun, ia segera mengenyah sejauh mungkin pikiran-pikiran yang baru saja melintasi benaknya. Ia berbalik badan, berjalan malas menuju ranjang yang sprainya sangat berantakan. Masih ada waktu kurang lebih dua jam untuk melanjutkan tidur sebelum ia berangkat ke kantor. Namun, kedua kelopaknya tak jua dapat terpejam, terlebih saat tiba-tiba suara itu menggema lagi.

Baca juga  Lari dari Mati

“Kamu sudah siap, Rey?”

***

“Siapa kau!”

Rey membentak sesosok pria berpostur tinggi, berwajah rupawan, bermata setajam elang, berambut cepak, mengenakan jubah hitam, yang tengah berdiri tegap di depan pintu kamar kosnya. Barusan, saat Rey tengah terlelap, ketuk suara pintu yang cukup keras dan berulang membuat ia terjaga dadakan. Dan saat Rey (sambil tak henti memaki-maki karena tidurnya terpotong) membuka pintu, ia mendapat sosok yang hanya beberapa senti berdiri di depannya itu.

“Tak perlu kau tahu siapa aku. Cepat berkemas, waktumu tidak banyak!”

Ingatan Rey yang belum mengumpul sempurna sebab bola matanya masih terasa berat dan mengantuk, langsung tersulut dengan ucapan pria itu. “Heh, memangnya kamu ini siapa, hah? Sok ngatur hidupku?”

Tanpa Rey duga, tiba-tiba tangan kekar pria itu terjulur, mencengkeram lehernya dengan sangat kuat sampai ia kesulitan bernapas. Bahkan, kedua tangan dan kaki Rey tak kuasa meronta, seperti kaku serupa kayu.

“Di dunia ini, kau memang masih bisa bebas melakukan apa saja tanpa terikat aturan Tuhan, tapi di akhirat kelak, jangan harap kau akan bisa bebas! Air matamu bahkan tak pernah cukup untuk menangisi penyesalan atas segala apa yang kau lakukan di dunia!”

Kalimat yang terucap dari bibir pria itu begitu tegas dan setelah itu ia mencampakkan tubuh Rey seperti mencampakkan sehelai kain. Tubuh Rey berdebam. Mulutnya mengaduh kesakitan. Dan, betapa Rey kaget tak kepalang saat mendapati pria berwajah rupawan itu telah hilang dari pandangan.

***

Sejak kejadian tamu tak diundang malam itu, Rey seperti tersadar dari kenyataan. Ia sadar jika hidupnya selama ini telah sangat jauh dari tuntunan syariat. Sejak Rey berubah, tak lagi ia mendapati surat kaleng yang berisi kata-kata ancaman yang membuat hatinya geram. Pun, tak ada lagi tamu tengah malam yang datang untuk menganiaya dirinya seperti tempo hari. Dan itu cukup membuat hati Rey lega. Kian tersadar ia bahwa kejadian- kejadian yang menimpanya belakangan, bersebab ia telah sangat jauh dengan Tuhan.

Baca juga  Rindu di Tangkai Senja

Telinga Rey seketika tersentak saat mendengar suara ketuk pintu yang berulang. Kuduk Rey sontak meremang saat memorinya melayang ke sosok pria yang pernah bertamu tengah malam dan membuatnya sangat ketakutan. Rey bergeming saking tercekatnya. Sementara, suara-suara ketuk pintu bernada datar dan tak sekeras sebelum-sebelumnya itu tak jua berhenti.

Akhirnya Rey memberanikan diri beranjak dari ranjang. Toh selama ini ia telah berusaha memperbaiki diri, jadi kemungkinan yang mengetuk pintu bukan pria misterius itu lagi. Siapa tahu, ia tetangga kos yang hendak minta bantuan. Meski dengan tubuh bergetar dan dada tak henti berdebar, Rey berjuang memberanikan diri melangkah pelan menuju pintu. Sambil menahan napas, Rey membuka daun pintu.

Kosong. Kepala Rey celingukan beberapa detik, namun tak ia temukan siapa-siapa di luar kamar kosnya yang sepi dan remang. Saat hendak menutup pintu, korneanya tertumbuk pada sepucuk surat berwarna putih persis di depan pintu. Lekas ia merunduk dan menyambar surat itu sebelum kemudian menutup pintu dengan gesa.

Bergetar kedua tangan Rey saat membuka amplop yang ternyata hanya berisi selembar kertas putih kosong. Ada kelegaan mengaliri hati sebab tak ia temukan lagi kalimat bernada ancaman seperti tempo hari. Tak hentinya ia bersyukur seraya melangkah menuju ranjang untuk melanjutkan rehatnya yang terpenggal. Sementara itu, tanpa ia sadari, sesosok tubuh tinggi besar sedari tadi terus mengawasi gerak-gerik Rey, persis di belakangnya. Raut Rey seketika memias saat pundaknya terasa disentuh seseorang. (*)

 

 

Puring Kebumen, Juli 2014

Sam Edy Yuswanto, alumnus STAINU Kebumen. Ratusan tulisannya termaktub di berbagai media cetak.

 

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!