Cerpen James Thurber (Suara Merdeka, 16 Mei 2010)
“AWAS, kami mau lewat!” Suara komandan seperti memecah sebuah lapisan es yang tipis. Dia terlihat gagah saat mengenakan seragam, lengkap dengan topi putih dikepang, ditarik ke bawah di salah satu mata abu-abu yang dingin.
“Kita tak bisa melakukan itu, Pak. Itu sebuah badai yang bisa merusak, jika Anda bertanya pada saya tentang hal tersebut,” kata Letnan Berg.
“Aku tidak bertanya pada Anda, Letnan Berg,” tegas Komandan.
“Tingkatkan kekuatan cahaya lampu! Tambah hingga mencapai angka di atas 8500! Kita akan lewat!”
Perintah Komandan diiringi dentuman silinder meningkat: ta-pocketa-pocketa-pocketa-pocketa-pocketa. Kemudian Komandan menatap bongkahan es itu lewat jendela. Dia berjalan mendekat dan memutar sederet angka-angka yang rumit di hadapnya dengan cepat.
“Aktifkan nomor 8!” teriak Komandan.
“Aktifkan nomor 8!” Letnan Berg mengulangi perintah Komandan itu.
“Kekuatan penuh di kendali nomor 3!” teriak Komandan lagi.
“Kekuatan penuh di kendali nomor 3!” Letnan mengulangi perintah Komandan.
Para kru, meringkuk dalam berbagai tugas besar mereka, delapan Pesawat Air Angkatan Laut meluncur, saling memandang dan tersenyum.
“Pria Tua itu telah membuat kita melewatinya,” kata mereka satu sama lain.
“Pria Tua tidak takut neraka!” sahut mereka bersama.
***
“JANGAN terlalu cepat! Kau mengemudi terlalu cepat! Kenapa kau mengemudi begitu cepat?” kata Nyonya Mitty sedikit kesal.
“Hmm?” gumam Walter Mitty.
Ia kemudian memandang sambil terkejut keheranan ke arah istrinya, yang berada tepat di samping kemudi. Istrinya tampak terlalu aneh, seolah ia adalah seorang wanita asing yang sedang berteriak di tengah keramaian padanya.
“Kau mengemudi hingga mencapai angka lima puluh lima. Kau tahu aku kan tidak suka mobil ini melaju lebih dari empat puluh. Nah, kau malah memacunya hingga lima puluh lima,” ujar istrinya.
Walter Mitty melaju ke arah Waterbury di keheningan, terdengar gemuruh dari SN202 yang melewati badai terburuk dalam dua puluh tahun. Mereka telah luput dari pantauan Angkatan Laut, seolah jalur udara akrab di pikirannya.
“Kau merasa tegang lagi. Itu salah satu dari hari-harimu. Aku berharap kamu akan membiarkan dr. Renshaw melihat dan menyelesaikan masalahmu,” ujar Nyonya Mitty mengingatkan.
***
WALTER Mitty menghentikan mobil di depan sebuah gedung, tempat istrinya hendak menata rambut.
“Ingat dapatkan segera sepatu tersebut sementara aku menyelesaikan tatanan rambutku,” perintah istrinya.
“Aku tidak membutuhkan sepatu,” kata Mitty.
Terlihat istrinya meletakkan cermin kembali ke dalam tas.
“Kita sudah melalui semua itu dan kau bukanlah seorang yang muda lagi Mitty,” Mitty sedikit memacu mesinnya.
“Kenapa kamu tidak memakai sarung tangan? Apakah kau kehilangan sarung tangan?” teriak Nyonya Mitty dari jauh.
Dan Walter Mitty kemudian merogoh sakunya untuk mengeluarkan sepasang sarung tangan. Ia mengenakannya, namun setelah istrinya berpaling dan menghilang ke dalam sebuah gedung, lalu ia mengendarai mobilnya menuju lampu merah, ia pun membawa mereka beranjak dari sana.
“Cepat beranjak, saudaraku!” bentak seorang polisi.
Itu seperti sebuah cahaya yang berubah, dan buru-buru Mitty memakai sarung tangannya dan melesat ke depan.
Untuk sementara waktu, ia melaju di jalan tanpa tujuan, setelah melewati sebuah rumah sakit, ia kemudian mencari tempat parkir.
***
“ITU bankir jutawan, Wellington McMillan,” kata seorang perawat cantik.
“Apa iya? Siapa yang menangani kasus ini?” tanya Walter Mitty sambil melepas sarung tangannya perlahan.
“Dokter Renshaw dan dr. Benbow, merekalah dua dokter spesialis di sini, dr. Remington dari New York dan dr. Pritchard-Mitford dari London.”
Sebuah pintu terbuka lebar, di koridor nan dingin kemudian tampak dr. Renshaw keluar. Dia terlihat bingung dan lesu sambil menyapa Mitty.
“Halo Mitty, kita ada dalam situasi yang buruk dengan Tuan McMillan. Ia seorang bankir jutawan dan juga sahabat pribadi Roosevelt. Obstreosis pada pembuluh tersiernya. Kuharap dirimu bisa melihat keadaannya sekarang,” katanya.
“Dengan senang hati,” ungkap Mitty.
Di dalam ruang operasi tersebut terdengar mereka memperkenalkan diri dengan suara berbisik:
“Dokter Remington, dr. Pritchard-Mitford, dr. Mitty,” ujar dr. Renshaw.
“Aku sudah membaca buku Anda tentang Streptothricosis,” kata Pritchard-Mitford, sambil menjabat tangan dr. Mitty.
“Sebuah pemikiran yang cerdas, Tuan Mitty,” tambahnya.
“Terimakasih.”
“Aku tidak tahu Anda berada di Amerika Serikat, dr. Mitty,” sesal Remington.
“Tujuannya ke Newcastle, membawa Mitford dan aku ada di sini untuk sebuah operasi,” jelas dr. Renshaw.
“Anda sangat baik sekali,” kata Mitty.
Sebuah benda besar, mesin yang rumit, terhubung ke meja operasi, memiliki banyak tabung dan kabel, mulai berbunyi pocketa-pocketa-pocketa.
“Anesthetizer baru memberi sebuah jalan!” teriak seorang dokter.
“ Tidak ada seorang pun di Timur yang tahu bagaimana memperbaikinya!”
“Tenang, sahabatku!” kata Mitty dengan suara rendah dan tenang.
Dia melangkah ke mesin itu, yang sekarang berbunyi pocketa-pocketa-queeppocketa-queep. Dan mulai dirabanya lembut deretan yang berkilauan itu.
“Beri aku obeng!” tegas Mitty.
Seseorang memberikannya sebuah obeng. Ia menarik keluar piston yang rusak dari mesin dan obeng itu ia masukkan pada tempatnya.
“Itu akan terus bertahan selama sepuluh menit,” kata Mitty.
“Ayo kita mulai operasi ini!”
Seorang perawat tampak bergegas dan berbisik pada dr. Renshaw, dan Mitty melihat lelaki itu berubah pucat.
“Koreopsis telah menetapkan,” kata Renshaw gugup.
“Bagaimana jika Anda akan mengambil alih, Mitty?”
Mitty memandang padanya dan tampak sosok penakut Benbow, yang seolah mabuk di kuburan, sudah pasti kedua wajah spesialis hebat itu pucat.
“Jika Anda mau,” katanya.
Kemudian mereka mengenakan jas panjang putih, masker dan sarung tangan tipis; perawat menjadikannya bersinar.
***
“AYO berbalik, Mac!! Cepat temukan arah!”
Mendengar itu Walter Mitty menginjak rem.
“Jalur yang salah, Mac,” ujar petugas parkir memandangi Mitty lebih dekat.
“Wah. Yah,” gumam Mitty.
Akhirnya dengan hati-hati ia memundurkan mobilnya dari jalan yang ditandai “Hanya Untuk Jalur Keluar.”
“Biarkan dia parkir di sana,” kata si petugas.
“Aku memarkirnya di sini,” Mitty keluar dari mobilnya.
“Hei, sebaiknya kau meninggalkan kunci,” ungkap petugas itu.
“Oh,” kata Mitty sambil menyerahkan kunci mobilnya pada pria itu.
Petugas tersebut lalu masuk ke dalam mobil, penuh dengan keahliannya, untuk kemudian meletakkan mobil tersebut di tempat seharusnya.
***
MEREKA begitu sombong, pikir Walter Mitty, berjalan di sepanjang jalan utama; mereka pikir mereka tahu segalanya. Sekali waktu ia pernah mencoba untuk melepas sebuah rantai, di daerah luar New Milford. Ia berhasil melepaskan rantai yang dililitkan pada as roda mobilnya. Seseorang pemuda keluar dari mobil derek, mekanik yang menyeringai. Sejak itu terjadi, Nyonya Mitty selalu membuatnya pergi ke garasi untuk melepaskan rantai. Di lain waktu ia berpikir, akan menggunakan rantai itu sambil menyandangnya; hingga mereka tidak akan tersenyum padaku kemudian. Aku akan menyandangya di lengan kanan dan mereka akan melihat bahwa aku tidak mungkin mengambil rantai untuk diriku sendiri. Dia menendang tumpukan salju di trotoar. “Sepatu,” ia berkata pada dirinya sendiri dan ia mulai mencari sebuah toko sepatu.
***
KETIKA ia keluar ke jalan lagi, dengan sepatu di dalam kotak yang ia apit di antara kedua lengannya, Walter Mitty mulai bertanya-tanya apakah hal lain yang dikatakan istrinya adalah sebuah perintah. Istrinya berkata padanya, dua kali sebelum mereka berangkat dari rumah mereka untuk menuju Waterbury. Dengan cara yang dibenci, ia memulai sebuah perjalanan mingguan ke kota, tempat ia selalu mendapatkan sesuatu yang salah. Tisu, pikirnya, pisau cukur? Tidak. Pasta gigi, sikat gigi, bikarbonate, karborundum, inisiatif dan referendum? Ia menyerah. Namun istrinya akan mengingatkan.
***
“DI mana atau apa namanya itu?” istrinya akan bertanya.
“Jangan bilang kau lupa apa namanya,” tambah Nyonya Mitty.
Seorang tukang koran berlalu di hadapannya, meneriakkan sesuatu tentang sebuah persidangan di Waterbury.
“Mungkin ini akan menyegarkan kembali ingatan Anda,” jaksa tiba-tiba menyodorkan sebuah pertanyaan berat pada sosok tenang yang duduk di kursi saksi.
“Pernahkah anda melihat ini sebelumnya?” Walter Mitty mengambil pistol tersebut dan memeriksanya dengan teliti.
“Ini ialah Webley-Vickers 50.80,” ujarnya tenang.
Kemudian terdengar riuh mengitari seluruh ruang pengadilan. Hakim mengetuk palu untuk menenangkan.
“Kau terbukti telah bisa menembak dengan senjata api apa pun, aku tahu itu?” ujar jaksa menurut analisanya.
“Keberatan!” teriak pengacara Mitty.
“Kami telah menunjukkan bahwa terdakwa tidak bisa melepaskan tembakan. Telah dibuktikan bahwa ia menggunakan lengan kanannya untuk menyandang sesuatu pada malam keempat belas di bulan Juli.”
Walter Mitty mengangkat tangannya sejenak dan memadamkan pertengkaran antara dua pengacara itu.
“Dengan sedikit mengenal tentang senjata,” katanya datar.
“Dan aku dapat membunuh Gregory Fitzhurst pada jarak 300 kaki dengan menggunakan tangan kiriku.”
Hiruk pikuk tiba-tiba sirna di ruang sidang, karena seorang gadis berteriak dalam kegaduhan itu dan tiba-tiba gadis cantik berambut hitam nan tergerai memeluk erat Walter Mitty. Sang jaksa langsung mengadangnya dengan garang. Tanpa harus bangkit dari kursinya, Mitty membiarkan wanita itu sampai ke titik dagunya berkata, “Kau menyedihkan sekali!”
***
“BISKUIT Puppy,” ucap Walter Mitty.
Ia menghentikan langkahnya dan keluar dari ruang sidang di gedung Waterburry yang kembali diselimuti kabut. Seorang wanita terlihat lewat di hadapannya sambil tertawa.
“Ia berkata ‘Biskuit Puppy,’” wanita itu berkata kepada rekannya.
“Lelaki itu berkata ‘Biskuit Puppy’ pada dirinya sendiri.”
Walter Mitty bergegas. Ia pergi menuju ke sebuah toko serba ada. Hal itu bukan kali pertama ia ke sana, meski tempatnya sedikit jauh dari jalan raya.
“Aku butuh beberapa biskuit ukuran kecil, untuk anak anjing,” ujarnya kepada penjaga toko di sana.
“Ada merek khususnya, Pak?” penjaga toko bertanya.
“Penembak pistol terbaik di dunia,” Mitty berpikir sejenak.
“Itu slogannya ‘Anak anjing akan menggonggong pada kotak untuk mendapat ini’,” ungkap Walter Mitty.
Istrinya akan selesai menata rambutnya di salon dalam waktu lima belas menit, tampak Mitty memandangi jam tangannya, terkecuali mereka kesulitan mengeringkan rambut istrinya itu. Karena terkadang mereka mengalami kesulitan untuk mengeringkannya. Dia tak suka datang ke hotel lebih dahulu, wanita itu akan berada di sana menunggu seperti biasa. Ia lalu menemukan sebuah kursi kulit besar nan empuk di lobi, menghadap kearah jendela, dan kemudian meletakkan sepatu di sampingnya juga ia letakkan di lantai Biskuit Puppy. Dia mengambil sebuah salinan tua dari Liberty, lalu duduk di kursi. “Bisakah Jerman menaklukkan dunia lewat serangan udara?” Walter Mitty melihat sebuah foto pesawat pengebom dan jalanan yang rusak.
***
“SEBUAH ledakan meriam telah beterbangan di Raleigh Muda, Pak,” kata seorang sersan.
Kapten Mitty memandang pada lelaki itu lewat rambutnya yang kusut.
“Baringkan dia di tempat tidur,” ujarnya letih.
“Bersama dengan yang lain. Biarkan aku yang terbang sendiri.”
“Tapi Anda tak bisa sendirian, Pak,” ungkap sersan cemas.
“Butuh dua orang untuk melakukan pemboman, dan panah neraka akan bertaburan di udara. Richtman von Sirkus ada diantara daerah ini dan Saulier.”
“Seseorang harus mendapatkan ammunisi di gudang,” tegas Mitty.
“Aku yang akan pergi ke sana. Sedikit brendi?” ia menuangkan minuman untuk sersan dan dirinya.
Perang bergemuruh dan meluluh lantakkan wilayah di sekitar markas bawah tanah, serta menggempur gerbang pertahanan. Ada sesuatu yang mengoyak serpih-serpih kayu dan beterbangan melalui ruangan. Ada mengoyak serpihan kayu dan terbang melalui ruangan.
“Ada sesuatu yang mendekati kita,” ungkap Kapten Mitty secara tak sengaja.
“Tembok bendungan itu semakin mendekat,” ucap sersan.
“Kita hidup hanya sekali, Sersan,” tegas Mitty, dengan sayup, bersama seulas senyum. “Atau apakah kita?” Ia menuangkan brendi yang lain, kemudian melemparnya.
“Saya tak pernah melihat seorang lelaki yang dapat menahan brendi seperti anda, Pak,” kata sersan tersebut.
“Aku mohon maaf, Pak.”
Kapten Mitty lalu berdiri dan terikat pada Webley-Vickers yang besar dan otomatis.
“Itu sekitar empat puluh kilometer melewati neraka, Pak,” ungkap sersan.
Mitty menuntaskan tegukan brendi yang terakhir.
“Lagi pula….” ia berkata pelan.
“Apa yang tidak?”
Kerusakan yang disebabkan tembakan meriam semakin betambah; terdengar juga desing senapan mesin, dan dari suatu tempat ada yang mengancam lalu terdengar pocketa-pocketa-pocketa yang diringi api beterbangan. Walter Mitty berjalan mendekati pintu ruang bawah tanah sambil bersenandung “Aupres de Ma Blonde.” Ia kemudian berpaling dan melambaikan tangannya pada sersan. “Cheerio!” ujarnya.
***
TAK lama setelah itu seseorang menepuk bahunya.
“Aku sudah mencarimu ke seluruh sudut hotel,” kata Nyonya Mitty.
“Mengapa kamu bersembunyi di balik kursi tua itu? Bagaimana kau mengharapkan aku untuk menemukannmu?”
“Hal-hal terdekat,” kata Walter Mitty samar.
“Apa?” hardik Nyonya Mitty.
Lalu istrinya berkata, “Apakah kamu mendapatkan apa namanya itu? Biskuit Puppy? O, ya apakah isi kotak itu?”
“Sepatu,” kata Mitty.
“Tak bisakah kamu meletakkannya di lemari?” istrinya bertanya
“Aku sudah memikirkannya,” ujar Walter Mitty.
“Apakah ini akan terus terjadi jika aku terkadang berpikir?” Wanita itu memandangi Mitty.
“Aku akan mengukur suhu tubuhmu saat aku pulang nanti,” jelasnya.
***
MEREKA keluar melalui pintu putar, yang membuat samar suara siulan mengejek ketika mereka mendorong pintu tersebut.
“Itu, parkir dua blok dari sini. Di dekat toko obat, tepat di sudut,” perintahnya pada Mitty.
“Tunggu aku disini. Aku melupakan sesuatu. Aku tak akan lama.”
Hal itu ia katakan sejak lebih dari satu menit lalu. Sambil menunggu si istri, Walter Mitty menyulut sebatang rokok. Hujan mulai turun, hujan dengan butiran salju di dalamnya. Dia berdiri mengadang dinding toko obat, sambil merokok. Kemudian ia menyandarkan bahunya ke belakang dan tumitnya bersamaan.
“Persetan dengan saputangan,” kata Walter Mitty menghina.
Dia menyulut rokok terakhirnya dan membentak pergi. Setelah itu, sayup-sayup, seulas senyum bermain di bibirnya, ia berhadapan dengan regu tembak; berdiri tegak dan tak bergerak, bangga dan seolah meremehkan mereka, Walter Mitty yang tak terkalahkan, hingga akhir. ***
.
.
Cerpen ini diterjemahkan oleh Fernando dari The Secret Life of Walter Mitty karya James Thurber, seorang penulis surealis dan humor kelahiran Ohio. Kali pertama terbit di Majalah The New Yorker pada 1939, dan terhimpun dalam My World dan Welcome to It pada 1942.
.
Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty. Rahasia Walter Mitty.
Leave a Reply