Oleh Iis Suwartini (Kedaulatan Rakyat, 09 November 2021)
KARYA sastra merupakan cerminan kehidupan, sehingga dalam penciptaan karya mengangkat permasalahan yang ada dalam kehidupan. Karya sastra terkandung nilai-nilai moral di dalamnya. Amanat yang disampaikan penulis kepada pembacanya merupakan ruang untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan.
Kehadiran karya sastra tentunya tidak hanya sekadar bacaan semata, tetapi juga untuk memanusiawikan pembacanya. Melalui konflik cerita yang disampaikan diharapkan pembaca dapat menyikapinya dengan bijak.
Cerita anak ‘Awas Manusia’ karya Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menghadirkan fabel jenaka tentang kehidupan binatang di hutan. Tentunya tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang ada bahwa hewan di hutan tidak terlepas dari perburuan liar.
Cerita tersebut dikemas dengan bahasa yang lugas namun sarat akan makna. Hal tersebut tentunya memudahkan anak untuk memahami hikmah yang terkandung di dalamnya.
Kisah tersebut bermula dari perjumpaan Bebek yang malang dengan Pangeran Rimba. Bebek telah kehilangan kedua orang tuanya, tak ada seorang pun yang ia kenal. Beruntung ia berjumpa dengan Pangeran Rimba yang baik hati.
Mereka pun berbincang bahwa akan ada bahaya besar yang mengancam. Bebek menjelaskan bahwa akan datang makhluk bernama manusia di hutan. Pangeran Rimba pun percaya akan hal itu. Ayahnya pun menyuruhnya bersembunyi di gua untuk menghindar dari manusia.
Judul Buku : Awas Manusia
Penulis : Ahmad Mustofa Bisri
Penerbit : Semesta Kreatif Alala
Cetakan : 1, 2021
Tebal : 46 halaman
ISBN : 978-623-94614-3-0
Pangeran Rimba semakin penasaran mengapa manusia dapat mengancam kehidupan hewan-hewan di hutan. Bebek pun menceritakan pada Pangeran Rimba perihal ulah manusia yang kerap bertindak semena-mena kepada binatang. Sang Bebek mulai mempengaruhi Pangeran Rimba untuk melawan manusia. Bebek berkata bahwa manusia tidak lebih hebat dibanding Pangeran Rimba.
Pangeran Rimba yang mempercayai perkataan Bebek akhirnya pergi mencari manusia. Pangeran Rimba tidak lagi mengindahkan nasihat orang tuanya untuk tinggal di gua.
Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan Keledai yang sedang berlari ketakutan. Keledai menceritakan bahwa ia dikejar manusia, dan ia lari terbirit-birit agar tidak tertangkap dan dijadikan binatang beban untuk mengangkut barang-barang yang sangat berat.
Tidak lama kemudian datang seekor Kuda, yang menceritakan bahwa ia juga dikejar manusia untuk ditangkap dan dijadikan kendaraan manusia. Lehernya akan dijerat dengan tali kemudian punggungnya akan diberi pelana serta mulutnya akan dijejalkan kekang besi. Jika sudah tidak mampu berjalan jauh akan dijual ke tukang giling. Apabila sudah tak kuat bekerja akan dibawa ke tukang jagal untuk disembelih dan dikuliti.
Semakin geram Pangeran Rimba mendengar kekejaman manusia. Tidak lama kemudian datang seorang tukang kayu, ia pun mengadu kepada Pangeran Rimba bahwa ia dikejar makhluk bernama manusia.
Sayang sekali Pangeran Rimba terpedaya olehnya, alih-alih ingin membuatkan rumah yang aman untuk Pangeran Rimba, namun justru masuk ke dalam perangkapnya. Pangeran Rimba tidak bisa berbuat apa-apa di dalam kandang yang dibuat tukang kayu.
Pangeran Rimba baru sadar teranyata tukang kayu adalah makhluk bernama manusia. Ia pun menyadari betapa liciknya manusia.
Pesan moral yang disampaikan buku ini nampak jelas tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan binatang. Dari sini anak dapat belajar untuk tidak menyakiti binatang karena sejatinya binatang sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. ***
.
.
*) Iis Suwartini, dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan.
.
.Ajarkan Anak Bijak Bertindak. Ajarkan Anak Bijak Bertindak.
Leave a Reply