Ibe S Palogai, Jawa Pos, Sajak

PUISI YANG TERUS DITULIS ULANG

PUISI YANG TERUS DITULIS ULANG - Sajak-sajak Ibe S Palogai

PUISI YANG TERUS DITULIS ULANG ilustrasi Budiono/Jawa Pos

5
(2)

Sajak-sajak Ibe S Palogai (Jawa Pos, 20 November 2021)

puisi yang terus ditulis ulang.

oleh: puisi

.

Penyair hanya memiliki satu puisi yang terus

Ia tulis ulang. sepanjang hidup. selalu kesedihan,

Dan seperti sebatang kayu yang terapung di samudra,

Terempas ombak dan dirampas buih, bersarang

Dalam pusaran pasang surut.

Ia menangisi seluruh kesedihan

Menggunakan air mata yang sama. meragukan

Apa yang ia rasa—apakah tubuh tegak karena

Tulang atau tanah yang diam, apakah warna

Langit biru atau itu batas yang melayang-layang

Dalam matanya. ia selalu membuat keraguan

Yang berisik tentang apa yang didengar

Orang lain ketika mereka berbicara—

Menertawai kesedihan.

Penyair menemukan sesuatu di dalam gelap—

Ia sentuh dengan mata, mengecap menggunakan

Telinga, dan merabanya melalui bahasa. namun,

Ia tidak tahu. banyak hal yang ia tidak tahu.

Ia hanya menangisi seluruh kesedihan

Menggunakan air mata yang sama.

.

.

.

ruang tamu menghadap ke barat.

.

Seluruh

Ruangan

Di

Rumah

Ini

Adalah

Kamar.

.

Lalu malam berkehendak—mengubahnya

Kembali menjadi rumah yang tenang; hanya

Sepasang kamar tidur bernuansa abu-abu, meja

Kerja menyatu bersama dinding bulu angsa,

Ruang tamu menghadap ke barat dengan jendala

Tempat pohon menyandarkan bayang-bayang,

Rak TV berwarna putih dengan empat kotak hitam

Untuk menyimpan perkakas & tas, sofa berwarna

Cokelat yang berpasangan dengan meja kayu,

Westafel untuk mencuci yang perlu digunakan

Kembali. dapur yang kerap terlambat

Menghangatkan makanan yang menginap

Di kulkas, dan gudang menyembunyikan

Ketakutan tiap lampu tidur

Dipadamkan.

.

Berapa kali malam mencuri mataku darimu.

Mematuknya dari semua kepalaku. membawanya

Ke hadapan pertanyaan; menyatakan yang tak terang

& menerangkan yang tak nyata.

Baca juga  Abang Tentara

.

Ketika orang-orang di rumah ini telah tidur,

Aku bisa mengembalikan diriku pada bentuk

Paling nyata. aku perlahan melepas tubuhku

Dari baju, kemudian mengeluarkan kakiku dari

Celana. membiarkan tubuhku telanjang.

Aku ingin menghadapi diriku sekali lagi.

Aku bisa beristirahat dengan tenang

Dalam suara mereka. aku mendengar

Mimpi yang diceritakan mata mereka.

.

Aku mimpi yang diceritakan mata Mereka.

Aku dan mereka kadang hanya dua

Orang yang saling mencintai—atau

Tiga orang yang saling memaafkan.

.

.

.

biru.

.

Ketika

Biru

Adalah

Rumah

Rumah menyusun tubuhku dari percakapan

Tersembunyi antara warna dan benda-benda.

.

Rambutku pecahan piring yang kau hancurkan

Sekali lagi di dalam perutku. kepalaku cincin

Pernikahan yang enggan berdamai di jari

Manismu. mataku koran minggu yang tak

Memuat puisi. bibirku paket yang belum

Kau buka untuk sekadar tahu

Apa gerangan.

.

Ada kenangan yang sembuh ketika

Benda dan benda itu menyentuhku.

.

Warna menjadi sihir pertama yang aku tatap.

.

Melekat pada telinga dan mata dan bibir. ia selalu

Mendengar penglihatanku ketika meminta

Setiap ucapan untuk terpejam.

.

Nama

Lain

Dari

Biru

Aku memotong kaki meja dan memasangnya

Di tubuhku. sambil terpincang, aku mengeluarkan

Lemari dari dadaku. melipat semua kata-kata

Berdasarkan warna, ketebalan huruf,

Dan yang bergaris miring.

.

Kini setiap kali mengganti pakaian,

Aku membuka lemari seperti membuka

Halaman buku.

.

.

.

IBE S PALOGAI. Lahir di Takalar, Sulawesi Selatan, pada 1993. Saat ini sedang menyiapkan buku puisi terbarunya, Belajar Ekonomi di Kelas Menulis Kreatif.

.

PUISI YANG TERUS DITULIS ULANG.

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!