Cerpen, MZ Billal, Tanjungpinang Pos

Nenek Limah Ingin Bertemu Bupati

0
(0)

Cerpen M.Z. Billal (Tanjungpinang Pos, 15 Agustus 2020)

Nenek Limah Ingin Bertemu Bupati ilustrasi Pur Purwanto - Tanjungpinang Pos (1)

Nenek Limah Ingin Bertemu Bupati ilustrasi Pur Purwanto/Tanjungpinang Pos 

BEGITU mendengar pengumuman bahwa bupati akan datang berkunjung ke Kampung Lubuk, Nenek Limah sangat bersemangat. Berulang kali dia bertanya kepada para tetangga untuk memastikan supaya hari kunjungan itu tidak terlewatkan olehnya. Sampai beberapa tetangganya mulai bosan bila bertemu Nenek Limah pasti bertanya soal kunjungan bupati.

“Seminggu lagi, Nek Limah.” Sebagian orang mulai enggan menjawab, sementara sebagian yang lain tetap sabar menanggapinya.

Nenek Limah ingin sekali berjumpa bupati karena tiga hal. Pertama karena nama bupati itu mirip nama mendiang anaknya yang mati diterkam harimau sepuluh tahun silam sewaktu mencari kayu bakar. Nenek Limah begitu rindu pada anaknya. Jadi kerap ia mendengar nama bupati sering disebut, makin teringat pula ia pada putra semata wayangnya itu. Andai anaknya itu masih hidup, mungkin ia bisa berharap putranya akan jadi orang penting juga, pikirnya selalu.

Lalu alasan kedua hendak bertemu bupati, Nenek Limah ingin mengadu soal hutan yang semakin gundul. Ia merasa khawatir bila hendak menakik pohon getah di ladangnya. Ia takut kalau nanti ia dan suaminya ikut mati diterkam harimau pula. Maklumlah, harimau telah kehilangan wilayah kekuasaannya oleh pihak-pihak yang tuli dan buta soal lingkungan alam. Ia berharap besar Datuk Belang, gelar si harimau, kembali punya rumah.

Dan alasan yang terakhir, mengapa Nenek Limah ingin bertemu bupati, adalah karena Nenek Limah sangat ingin bupati mencicipi asam pedas ikan patin buatannya. Nenek Limah, meski sudah tua dan mulai pikun, ia mahir mengolah ikan patin. Para tetangga sudah membuktikan kelezatan masakannya itu. Bahkan kadang mereka sengaja meminta Nenek Limah memasak. Maka dari itu, ia ingin membuat sebuah persembahan khas untuk kunjungan orang nomor satu di kabupaten itu.

Baca juga  Tuan Alu dan Nyonya Lesung

***

Hari yang dinantikan pun tiba. Menurut kabar bupati akan datang pukul sepuluh pagi. Nenek Limah sudah terlihat sibuk. Selepas Subuh ia sudah pergi menakik bersama suaminya. Padahal biasanya ia pergi pukul enam. Dan sengaja pula hari itu ia hanya menakik separuh ladang saja. “Aku tidak mau ketinggalan melihat bupati,” katanya demikian. Suaminya pun menurut saja apa yang ingin dilakukan oleh Nenek Limah.

Di rumah, Nenek Limah mulai beraksi. Ia segera membuatkan kopi untuk suaminya dan tangkas mencuci pakaian. Meski sudah berumur 69 tahun, tapi semangat Nenek Limah masih seperti wanita muda. Ia betul-betul tidak sabar berkumpul di balai kampung untuk menyaksikan bupati datang disambut tarian adat dan mendengar pidatonya yang hebat dan penuh inspirasi. Bahkan, sambil memasak asam pedas patin, ia mulai merencanakan apa saja yang akan dikatakannya di hadapan bupati nanti.

Setelah semuanya beres. Sudah mandi dan asam pedas patin telah dituang ke dalam rantang dua susun, Nenek Limah segera berangkat. Ia pamit kepada suaminya.

Jarak antara rumah Nenek Limah ke balai kampung itu sekitar satu kilometer. Jarak yang lumayan jauh untuk ditempuh oleh seorang perempuan tua. Namun ia tetap semangat dan mempercepat langkahnya. Bahkan ketika berpapasan dengan tiap orang ia terus bertanya apa bupati sudah datang. Dan rata-rata mereka menjawab tidak tahu karena tidak bisa hadir dalam acara itu.

Dan sebentar lagi Nenek Limah sampai. Ia hanya perlu berbelok dan masuk gerbang pelataran balai kampung. Di sana ia melihat orang-orang telah ramai berkumpul. Tampak bersukacita. Namun belum sempat ia masuk ke balai kampung, terdengar seseorang berbicara melalui pengeras suara.

Baca juga  Miaw Max

“Kepada seluruh masyarakat Kampung Lubuk, diberitahukan bahwa pada hari ini bupati tidak bisa hadir karena suatu alasan. Beliau akan diwakilkan oleh seorang anggota dewan saja.”

Mendengar itu Nenek Limah langsung menghentikan langkahnya. Semangatnya mulai kendur dan rasa kecewa terbit di hatinya. Orang-orang yang menyaksikan Nenek Limah melalui jendela balai tertegun. Mereka tahu Nenek Limah kecewa berat. Nenek Limah pun sudah tidak tertarik lagi masuk ke balai kampung dan memutuskan putar arah menuju jalan pulang.

“Kenapa bupati begitu,” gumamnya menelan kekecewaan. “Apa dia tidak mengerti aku sudah lelah memasak untuknya hari ini? Apa orang-orang sibuk suka membatalkan janjinya di hari yang sudah ditetapkan?” ***

 

M.Z. Billal, lahir di Lirik, Indragiri Hulu, Riau. Menulis cerpen, cerita anak, dan puisi. Fiasko (2018) adalah novel pertamanya.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!