Cerpen, Medan Pos, Tanti Kuben Koko

Xu Xiyana

Xu Xiyana - Cerpen Tanti Kuben Koko

Xu Xiyana ilustrasi Istimewa

0
(0)

Cerpen Tanti Kuben Koko (Medan Pos, 20 September 2020)

GUNAWAN seolah melayang-layang ditemani wanita itu. Mereka saling bertatapan dan tersenyum bahagia.

“Ke arah surga manakah kita akan menuju, Sayang?” bisik Gunawan.

Semua bermula ketika usianya memasuki empat puluh lima. Gunawan mulai merasakan hidupnya hancur berantakan. Ia kehilangan kendali hidupnya akibat kehilangan pekerjaan dan fitnah seorang teman di tempatnya bekerja. Semua temannya lebih percaya pada fitnah itu dibanding pada dirinya. Sebuah peristiwa besar lainnya, ia menemukan istrinya berselingkuh dengan atasannya di rumah mereka ketika dia pulang lebih cepat pada suatu hari. Tak ada badai lebih besar dari badai itu.

Gunawan mulai kacau. Kondisinya semakin terpuruk bersamaan dengan kebiasaannya meminum minuman keras tiap malam sebagai teman karibnya, hingga akhirnya keputusan cerai sampai di tangannya. Rasa kehilangannya semakin lengkap. Ia merasakan Tuhan sangat tak adil padanya.

Gunawan berjalan terus menerus dan meninggalkan tempat yag sebetulnya ia tak ingin tinggalkan. Gunawan hanya mengitari jalan-jalan yang selalu akrab dengan kesehariannya dan makin lama makin terpuruk karena tak bisa mengendalikan diri akibat tekanan hidup dan derita yang seolah terus menerus menghampirinya. Gunawan tak berani memandang mata orang yang bertemu dengannya setiap kali dia berjalan.

Suatu hari ia menabrak seseorang. Orang itu—wanita itu— menahannya ketika Gunawan mencoba menutup wajah dan menghindarinya. Wanita itu malah bertanya dengan ramah, apakah ia baik-baik saja. Gunawan mengangkat kepalanya perlahan. Sudah lama tak berani berbicara dengan siapa pun. Ah, wanita itu sangat sopan, dia menahan langkah Gunawan dengan memanggilnya “Mas”. Wanita usia 30-an. Ia dengan terbata-bata meminta maaf telah menabrak Gunawan.

Gunawan mendengarkannya sambil kembali menunduk. Namun telinganya menikmati suara wanita itu. Suaranyasangat lembut dan membuatnya hangat.

Baca juga  Haji Kodrin dan Kebaikannya

“Mari, Mas,” ajaknya.

Gunawan menolaknya dengan menggelengkan kepalanya. Wanita itu hanya tersenyum dan berkata, “Baiklah, aku besok lewat sini lagi. Mas Gun tunggu di sini. Boleh?”

Mas Gun. Panggilannya sangat manis. Gunawan hanya menyebut namanya “Gun” ketika wanita itu menanyakan namanya. Wanita itu mengenalkan diri dengan mengeja dan menyebut namanya seolah khawatir Gunawan akan salah mengucapkan namanya: Xu Xiyana. Setelah berpamitan Xu Xiyana beranjak dan melangkah pergi. Gunawan kembali melangkah membawa beban dirinya.

Esoknya Gunawan teringat kata-kata Xu Xiyana. Ia bergegas menuju tempat kemarin. Ternyata wanita itu sudah menunggunya di sana, di tempat yang sama. Ia mengajak Gunawan berjalanmenuju sebuah rumah kecil berpagar bambu tak jauh dari sana. Ia menyuruh Gunawan masuk dan mandi. Ia sudah menyediakan handuk dan pakaian lama ayahnya yang sudah meninggal.

Namanya Xu Xiyana, orangtuanya sudah lama meninggalkannya dalam peristiwa kecelakaan pesawat yang terjadi sekian tahun lalu. Ya, peristiwa itu terjadi ketika sedang sekolah dan dikabari ketika ia berada di kelas saat itu. Sejak itu Xu Xiyana tinggal sendirian, sering penuh ketakutan, bahkan ia tak punya saudara satu pun di Indonesia. Hingga akhirnya ia bekerja di sebuah perusahaan Cina.

Hari-hari Gunawan sedikit berubah sejak itu. Sejak bertemu Xi Xiyana, ia merasa hidupnya kembali penuh warna lain selain hitam dan abu. Gunawan berusaha menjadi laki-laki yang tahu terima kasih: menjaga rumah Xu Xiyan ketika siang dan mencari tempat lain untuk tidurnya di malam hari.

Xu Xiyana mengusulkan Gunawan bekerja di sebuah kafe dekat tempatnya bekerja. Ia mendengar kafe itu sedang membutuhkan seorang pekerja dan Gunawan bisa mencoba bekerjadi sana. Gunawan dengan senang hati ke sana esoknya dan diterima. Betapa lega perasaan Gunawan. Harapan hidupnya kembali muncul perlahan.

Baca juga  Bisikan-Bisikan

Gunawan mulai kembali bersemangat memperbaiki hidupnya. Ia mulai jatuh hati pada Xu Xiyana. Pendapatannya kecil, namun Gunawan sangat bersyukur dengan pekerjaannya. Ia berjanji akan bekerja lebih giat demi Xu Xiyana dan dirinya sendiri.

Hingga suatu hari sebuah kejadian membuat Gunawan murung dan mengingatkannya pada kejadian muram hidupnya sebelum bertemu Xu Xiyana. Wanita itu menjadi lebih pendiam dan tak mau berbicara ketika ditanya Gunawan. Ia hanya mengatakan agar Gunawan tak khawatir dan memeluknya dengan erat. Gunawan merasa ada sesuatu yang berbeda, namun menahan diri untuk tidak banyak bertanya.

Sore ketika Gunawan lebih dulu sampai rumah Xu Xiyana, seorang lelaki berjalan ke arahnya. Ia memberitahu sesuatu yang membuat keningnya berkerut. Menurutnya rumah itu sudah lama kosong dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya. Namun Gunawan tak terlalu memikirkannya. Ia hanya bilang bahwa rumah itu adalah rumah kerabatnya.

Hari-hari berlalu dan Xu Xiyana makin bersikap aneh. Beberapa hari setelah Gunawan bertanya padanya tentang keanehan sikapnya, Xu Xiyan hanya tersenyum dan meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja. Gunawan merasa hatinya kembali sakit karena wanita itu bahkan bersikap dingin dan makin terasa jauh.Ia merasa hidupnya kembali runtuh seperti ketika awal ia berjalan sendirian tak tentu arah. Xu Xiyana berusaha menghibur Gunawan dan memintanya tak bersedih. Ia beralasan karena kecapaian bekerja dan hanya butuh istirahat.

Hingga sutau hari Gunawan ketika ia berkunjung pagi hari, melihat Xu Xiyana mulai kehilangan keseimbangan tubuhnya. Wanita itu hanya tersenyum pucat dan menatap Gunawan tanpa berkedip.

Xu Xiyana hanya berbaring dan matanya tetap menatap Gunawan. Ia sangat takut ketika memejamkan mata, tak akan bisa melihat lelaki yang sangat dicintainya itu lagi.

“Mas Gun, berjanjilah akan tetap bersamaku,” ucapnya lirih.

“Xu Xiyana, jangan berkata begitu. Aku selalu ada untukmu,” Gunawan menjawabnya dengan hati terluka.

Baca juga  Asmara Nalu Yasaya

“Jika aku jujur padamu, maukah kau tetap bersamaku?” tanya Xu Xiyana.

“Katakan,” jawab Gunawan.

“Kita berbeda dunia, Mas. Aku jatuh cinta padamu sejak aku melihatmu. Maafkan aku,” Xu Xiyana berlinang air mata.

Gunawan tertegun.

Gunawan sangat kecewa pada Tuhan. Xu Xiyana akhirnya tak bergerak sama sekali setelah mengakhiri ucapannya. Gunawan berteriak sekuatnya dan memukul tembok dengan keras. Ia kembali seperti awal: sendiri dan tak tentu arah.

Gunawan memakaikan kalung berliontin indah pada leher Xu Xiyana.Kalung berliontin yang ia beli ketika menerima upah bekerja untuk pertama kalinya. Sebuah kalung yang sangat indah dan akan ia berikan ketika melamar Xu Xiyana sebelum ia merasakan perubahan sikapnya. Untuk kedua kali dalam hidupnya, Gunawan membawa hatinya yang kosong dan berjalan tak tentu arah kembali.

Gunawan tak punya harapan lagi. Hatinya sangat kecewa dan sakit. Namun di tengah perjalanan, Gunawan melihat Xu Xiyana melambaikan tangannya. Gunawan tersentak dan berlari ke arahnya. Ia tak mendengar teriakan-teriakan orang yang melihatnya menembus jalan dan dari arah berlawanan terlihat sebuah truk ke arahnya dengan kecepatan tinggi.

Semua terjadi dengan singkat. Gunawan melihat Xu Xiyána mendekati dan mengulurkan tangannya.

“Mari, Mas,” ajaknya.

Gunawan tersenyum.

“Aku ingin ikut denganmu, Xu Xiyána,” bisiknya.

“Sekarang kau benar-benar bersamaku.” ***

.

.

Tanti Kuben Koko adalah seorang editor buku, editor pada Web Novel dan analis pada sebuah perusahaan sosial media monitoring di Bandung.

.

.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!
%d