Jula-juli Remah Roti
: nota usia
Puisi Mashuri (Kompas, 06 Juli 2019)
tuku sewek bedah pinggire
tambah tuwek owah pikire
membeli jarit bedah pinggirnya
semakin tua berpikiran gila
aku meringkuk di ceruk mangkokmu – mirip remah roti
sisa-sisa beruk di atas batu – di sebuah kebon binatang
rindu. bila angin bertiup, ia akan jatuh ke kolam dan
menjadi jatah ikan-ikan. bila angin tenang, ia akan
didatangi burung-burung, menjadi pengganjal paruh perut
yang lapar. tapi aku adalah kepunyaanmu.
aku ingin terus bertafakur dalam sunyi di lekukmu nan
terukur dan murni. aku tak peduli pada mata bumi yang
merayakan rotasi – kerna aku punya garis edar sendiri yang
berpusar ke jantungmu. kerna dipeluk dan degupmu,
kureguk kehangatan abadi.
tuweke klapa akeh santene
tuweke awak akeh ngawure
kelapa tua banyak santannya
diri yang tua banyak ngawurnya
meski remah roti ini hanya penggembira ikan-ikan dan
burung-burung, tapi adanya karenamu, adalah
kepunyaanmu. ia akan tetap setia meringkuk di
mangkokmu, sambil sesekali menertawakan dunia dan diri
sendiri – yang nisbi…
mangan kupat diduduhi bening santen
menawi lepat dibaleni mbenjing sonten
makan ketupat berkuah santan bening
bila bersalah akan diulangi besok sore
hu ya!
Surabaya, 2019
Mashuri lahir di Lamongan, Jawa Timur, 27 April 1976. Buku puisinya antara lain Pengantin Lumpur (2005) dan Dangdut Makrifat (2018). la bekerja sebagai peneliti sastra di Balai Bahasa Jawa Timur.
Leave a Reply