Aslan Abidin, Kompas, Mashuri, Puisi

Sowan; Takdir Daun; Jula-juli Remah Roti; Abu George Bar Damaskus

0
(0)

Abu George Bar Damaskus

Puisi Aslan Abidin (Kompas, 06 Juli 2019)

Rimbun HIjau ilustrasi Wati Karmojono - Kompasw

Rimbun HIjau ilustrasi Wati Karmojono/Kompas 

 

mari tuan, aku tuangkan

minuman ke gelasmu. kosongkan dan

aku tuangkan lagi. sampai pagi,

sembari bernyanyi:

 

“wine dari kebun

anggur nuh di themanon, dari kebun

anggur raja salomo di baal-hamon,

wine mukjizat yesus dari kana.”

 

malam baru saja mulai. di

damaskus, tuan tak akan dengar lagi

suara kokok ayam. fajar jauh dari tiba

dan kesedihan belum pula dalam kita

benam.

 

aku dana, tuan. bartender abu

george bar – masih gadis, tetapi aku

suka membanggakan diri seorang saki,

si penuang anggur ke piala para sufi.

 

angkat gelasmu, tuan.

toast! dengarkan suara dentingan

gelas. bukan dentuman bom. hanya

itu yang terdengar jernih di telinga

 

dekatkan ke hidung, hirup aromanya.

manis, agak getir, dan pahit. wangi nira,

tebu, jintan, gandum, anggur, delima.

tidakkah sedikit menggugah

rasa ingin bertahan hidup? apakah

tuan masih dapat membedakannya

dari sergah bau kematian: mesiu serta

gas sarin, tubuh terbakar di udara?

 

“arak saggi dari iran, wine lebanon,

bir al-shark aleppo, atau bir buatan

madees khoury dari palestina?”

 

mari, tuan. rasakan

hangatnya. mengalir perlahan

dari ujung lidah ke pembuluh darah.

seperti menghanyutkan rasa perih,

menyamarkan ketakutan akan mati.

 

walau hanya sejenak.

sebab di atas kepala tuan, di balik

atap, bom dan mortir mungkin menukik

ke tengkuk kita.

 

setidaknya, meski sejenak.

di sini, tuan dapat terhenyak

membayangkan diri seorang darwis.

masygul mengutip baris-baris

syair dari gibran:

 

Baca juga  Gugatan

“kasihan. negeri yang meminum

anggur yang tak diperasnya sendiri.”

 

tuan juga dapat duduk saja

di kursi pojok. minum pelan serta

menggeleng putus asa: mengutuk

assad, putin, trump, dan pemberontak

– dalam hati.

 

atau menyamar sebagai

pelarian tentara amerika dari

baghdad. depresi, mabuk, dan memaki:

fuck this war! sementara musik dari

dj, hentakkan suara the bee gees:

 

i’ll live to see another day….

mari tuan. ayo goyangkan badan.

pertanda kita masih hidup…. stayin’

alive, stayin’ alive….

 

panggil aku dana, tuan. bartender di

abu george bar – masih gadis, tetapi

suka membanggakan diri seorang saki,

si penuang anggur ke piala para sufi.

 

aku menemanimu, berusaha

melupakan pedih dari perang saudara

ini. kita di tengah damaskus, tuan, kota

tua yang sedang dihancurkan.

 

Makassar, 2018

Aslan Abidin lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, dan kini tinggal di Makassar. Buku kumpulan puisinya bertajuk Orkestra Pemakaman (2018).

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!