Joko Pinurbo, Kompas, Puisi

Kamar Kecil, Rumah Tangga, Masuk Angin, dan Lainnya

0
(0)

Puisi-puisi Joko Pinurbo (Kompas, 05 Mei 2018)

Soul Mate ilustrasi Nina Utami - Kompas.jpg

Soul Mate ilustrasi Nina Utami/Kompas

Kamar Kecil

 

Pada suatu kangen

aku dijenguk oleh bahasa Indonesia

yang baik hati dan tidak sombong

serta rajin tertawa.

 

Kusilakan ia duduk

di atas kanius besar

di meja yang penuh buku dan kamu.

 

Matanya bingung

melihat kamarku lebih kecil

dari kamar mandi teman-temanku.

 

Ia turun dari kamus

dan bertanya.

“Mana kamar besarmu?”

 

“Kamar besarku ada dalam rinduku.”

 

(Jokpin, 2017)

 

Rumah Tangga

 

Bertandang ke rumahmu,

aku mendaki jalan berundak-undak

serupa tangga. Jalan berundak-undak

yang tersusun dari batu bata

merah hati. Hatimu.

 

Masuk ke ruang tamu, aku lanjut

menapaki tangga menuju kopimu.

Tangga kayu yang membuat kakiku

gemetar karena rindu.

 

Begitu kuucapkan halosu

di depan pintu, sebutir sepi

menggelinding menuruni tangga

menuju insomniamu. Seekor kucing

meluncur menyusuri tangga

menuju aduhmu.

 

“Aku ingin sembuh dalam sajakmu.”

 

Bertandang ke dalam sajakku,

kau akan melewati

tangga kata berliku-liku

dan disambut hangat sepasang asu.

 

(Jokpin, 2017)

 

Masuk Angin

 

Angin malam

memasuki tubuhku.

Angin dan malam

merasuki aku.

 

Sehelai celana

mengambang di kolam.

Sebuah ponsel tertegun

memandang bulan.

Sebutir obat

menunggu ditelan.

 

Aku ingin duduk

membaca buku

di atas kursi

yang sandarannya

dadamu

dan kakinya kakimu.

 

(Jokpin, 2017)

 

Buah Hati

 

Langit memberkati kita

dengan hujan

yang istikamah.

 

Hatimu bersemi kembali,

tambah sabar,

tumbuh subur

dan berbuah.

 

Kau di dalam selimut,

aku di dalam kau,

merekah di malam basah.

Baca juga  Laut Hitam Mengalir Cairan Luka, Anak Tiri Sungai Tallo, Sungaiku Tercemari, Sungai Kepentingan

 

Ingin kupetik

buah hatimu

yang merah

dan kau berkata, “Lekaslah.”

 

(Jokpin, 2017)

 

Anak Buah

 

Anak buah

yang hijau muda

gemetar

dibelai anak angin

di tangkai tua.

 

Anak air

di bawah pohon

berdebar

menunggu

anak daun

terlepas

dari anak cabang

dan kembali

menjadi anak bumi.

 

Aku mau

jadi anak susu

bagi buah kopi

yang meranum

di batang

tubuhmu.

 

(Jokpin, 2018)

 

Buah Bibir

 

Buah bibir adalah cium:

manis yang tak mau habis,

segar yang takut hambar,

hangat yang ingin lekat,

sesap yang menyisakan senyap,

utuh yang berangsur luruh.

Buah cium adalah aduh.

 

(Jokpin, 2017)

 

Datang Bulan

 

Bulan datang

mengobati matamu

yang merah:

mata yang banyak lembur

dan kurang tidur.

Mata merahmu:

mata jelata

yang menyala

pada lampu-lampu jelita.

 

(Jokpin, 2017)

 

Kabar Burung

 

Burung memberi kabar kepada pak tua

yang pergi ke ladang selepas subuh

bahwa benih yang ia tanam di tanah

yang dicangkulnya akan tumbuh dalam doanya.

 

Kicau adalah mazmur yang lebih merdu

dari rindu dan pak tua itu tahu,

encok yang menggigit pinggangnya

adalah amin yang tak perlu diucapkannya.

 

(Jokpin, 2017)

 

Kopi Tubruk

 

Dilarang ngopi sambil bersedih.

 

Itulah yang diucapkan

bibir cangkir kepada bibirku

sesaat sebelum aku menyerahkan diri

kepada kopi.

 

Mataku tabah

dan hatiku tak goyah

ketika ada yang tiba-tiba menubrukku

dari belakang.

 

Di cangkir cantik ini

kubunuh dan kuhabiskan

kau, kesedihan,

sambil kuingat sebuah firman:

pahit sehari cukuplah buat sehari.

 

(Jokpin, 2017)

 

Mimpi Basah

 

Baca juga  Bolu Delapan Jam

Dalam mimpinya

ia diajak ayahnya mancing di sungai.

Ia dan ayahnya duduk

bercangkung dan membisu

hanya untuk bermenung dan menunggu.

 

Ia senang melihat bulan

bergoyang-goyang di air.

Saat matanya tersengat kantuk,

bulan tiba-tiba tersangkut

dan menggelepar di ujung kail.

Ia terperanjat dan tercebur ke sungai.

Ayahnya cepat-cepat melompat

dan mengangkat tubuhnya yang kecil.

 

Lalu ia terjaga.

Matanya berair.

Ia dengar suara sayup

mendiang ayahnya

di antara azan dan hujan.

Komputernya masih menyala

dan ia ingin mencangkung mengail kata.

 

(Oktober 2017)

 

Cuci Mata

 

Ia mencuci matanya dengan embun

yang berkilau di atas daun.

 

Embun yang dilahirkan hujan semalam.

 

Hujan yang dikirim ibunya

dari belahan waktu yang jauh.

 

Ibu yang dulu menanam huruf s

di celah bibirnya di remang subuh.

 

Bibir yang haus susu.

 

Susu yang mengandung vitamin C Candu.

 

(Jokpin, 2017)

 

Ninabobok

 

Nina bobok

dalam pelukan agama.

Kalau tidak bobok

dalam pelukan agama.

nanti digigit

negara neraka.

 

Terbuai

iklan masuk surga,

Nina lupa memeluk

gulingnya.

 

Tak ada yang bisa

membangunkan Nina

yang sedang

mabok bobok

dalam pelukan

negara agama

selain ponselnya

yang tak beragama.

 

(Jokpin, 2018)

 

Putri Malu

 

Seorang putri

tersipu malu

ketika burung-burung

di rindang cemara

memanggil namanya.

 

Seorang putri

mondar-mandir

di seberang istana

menunggu negara

tak kunjung tiba.

 

Ketika bulan turun

mencium matanya,

sepi yang berkibar

di tiang bendera

memanggil namanya.

 

Seorang putri

bagi yang hilang

dan binasa

dan masih ada.

 

(Jokpin, 2018)

 

Joko Pinurbo lahir di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962; bermukim di Yogyakarta. Buku puisi terbarunya: Buku Latihan Tidur (2017). Ia telah menerima berbagai penghargaan, antara lain Southeast Asian (SEA) Write Award 2014 untuk buku puisi Baju Bulan.

Loading

Leave a Reply

error: Content is protected !!