Cerpen, Muhaimin Nurrizqy, Padang Ekspres

Sandiwara 700 Tahun Sebelum Masehi

0
(0)

Tiba-tiba melesap sesuatu ke dalam dadanya. Membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Di dalam rongga perut paus itu ia melihat tubuh manusia. Itu adalah dirinya, tubuhnya. Sebuah rasa yang aneh menyergap segala indranya.

Ia terduduk, menangis, meraung ke angkasa. Melepaskan segala sesak di tubuhnya. Semua potret mengambang di benaknya: kapal, paus, lambung, dan laut. Berseliweran. Membentuk kisah.

Ketika ia terjun dari kapal, paus itu langsung menelannya. Ia hidup di dalam lambung paus itu. Sendiri—sepi.

Berapa lamakah? Empat puluh hari? Lima puluh hari? Seratus hari? Entahlah, ia sudah lupa. Hariharinya penuh dengan suara debur, juga gelombang sonar yang menggema, memekakkan gendang telinganya. Tidak ada matahari dan bulan. Gelap hanya satu-satunya penanda waktu.

Sampai guncangan dahsyat mendorongnya keluar. Cahaya silau menghantam matanya. Sebuah pantai, dengan rinai dan angin berpasir, tampil di hadapannya. Kiranya paus itu terdampar dan mati menggelepar.

Sekarang lihatlah. Ia menatap tubuhnya sendiri di dalam lambung paus yang telah membusuk itu. Dan di bagian paling terdalam dadanya, hati kecilnya berbisik: barangkali tubuh itu masih hidup, dan kau harus membuatnya hidup lebih lama lagi.

Disayatnya sedikit daging paus itu untuk dibawanya pulang. Kemudian ia angkat tubuh itu. Sesekali ia seret, sesekali ia bopong, sesekali ia berhenti. Adegan yang selalu ia lakukan berulang-ulang. Matanya menyipit menahan laju angin. Sebuah kehampaan berpijar di irisnya.

 

Padang, 2018

Muhaimin Nurrizqy lahir dan besar di Padang.

Loading

1 Comment

  1. Riki

    Apa pesan tersurat dan pesan tersirat pada halaman 1,2,3,4,dan 5.

Leave a Reply

error: Content is protected !!