Cerpen, Muhaimin Nurrizqy, Padang Ekspres

Sandiwara 700 Tahun Sebelum Masehi

0
(0)

Lelaki itu terus menatapnya. Memperhatikan gerak garis-garis wajahnya. Kelopak matanya yang sayu seakan melengkapi kekhidmatannya menonton adegan malam itu.

“Maafkan aku tadi menolak kebaikanmu.”

Lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya mengedipkan matanya dengan pelan.

“Aku tadi bermimpi mendengar suara Tuhan. Di dalam mimpi itu Tuhan menyuruhku untuk kembali kepada kaumku. Lalu aku tiba-tiba terjaga dan menemukan diriku mengigil dan lapar. Aku kemudian melihat daging-daging itu. Aku sebenarnya ingin membangunkanmu untuk meminta izin memakannya. Tapi bukankah tadi kau yang menyuruhku makan? Lagi pula aku tidak kuasa membangunkanmu, karena kau terlihat begitu pulas. Oh, ya, satu lagi. Esok aku berencana untuk kembali ke kaumku. Apakah kau bisa memban ….”

Lelaki itu berdiri dan mengejar lelaki itu. Ia belum menyelesaikan kalimatnya. Lelaki itu kemudian mencekiknya dan menyandarkannya ke dinding dengan sentakan yang membuat napasnya ditarik ke dalam.

“Kembali? Kau ingin kembali kemana? Apa kau tahu kau dimana? Kau berencana pergi sebab Tuhan menyuruhmu? Tuhan dalam mimpimu? Kenapa tidak kau tanya kepada Tuhan bagaimana kau bisa keluar dari sini? Ha! Tidak ada yang bisa keluar dari sini. Kau telah terjebak selama-lamanya!”

Napas lelaki itu memantul ke dinding. Napas beraroma daging busuk. Gigi-gigi penuh lumut. Kulit wajah dengan pori-pori membesar. Dan jenggot kelabu yang menyemak di rahang dan dagunya.

Ia lalu mendengus. Udara yang keluar dari hidungnya menguapkan aroma keputusasaan.

***

Daging telah habis. Pagi datang dengan cahaya tersadap awan kelabu, rinai, dan angin berkabut (seperti tidak ada musim lain selain itu, dari hari ke hari). Ia harus menjemput pasokan makanan baru—daging yang telah membusuk.

Baca juga  Keluarga Maling

Menuju pantai, ia berjalan meninggalkan gubuk, hutan, dan pasir, dengan langkah ringan. Terlihat dari gerak tubuhnya ia seperti telah melakukan perjalanan itu berulang-ulang kali. Hafal ke mana langkah mesti mengarah.

Langkahnya mulai melambat ketika ia melihat seonggok bangkai besar di bibir pantai. Ia dekati bangkai itu. Seekor paus. Bangkai paus yang dagingnya telah tercabik-cabik. Beberapa tulangnya menyembul keluar.

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

1 Comment

  1. Riki

    Apa pesan tersurat dan pesan tersirat pada halaman 1,2,3,4,dan 5.

Leave a Reply

error: Content is protected !!