Sofia

Sofia melihatnya, melihat laki-laki muda dengan kemeja pendek barunya. Kami memang sudah beberapa kali bertemu tapi mungkin ia tidak mengenali kami. Menurut Sofia ia menampilkan kesan seperti orang yang paling harus dibantu tapi tidak cocok dengan usianya, ia tinggi dan masih sehat hanya sedikit kurus saja tapi tidak apa-apa pun dirinya juga sama kurusnya.

Laki-laki itu mengambil semua amplopnya kembali, amplop dari Sofia ia letakan di tumpukan amplop bagian atas sedang amlop dari Ibu di samping Sofia ia letakan di bagian bawah. Jelas saja sebab Sofia tidak memasukan uang ke dalamnya sedang milik Ibunya aku melihat ia memasukan lembaran dua ribu rupiah.

Sofia tak memasukan uang ke dalamnya bukan karena apa-apa bukan juga karena ia tak mempersembahkan lagu untuknya tetapi memang uang yang dipsersiapkannya sudah habis, dua ribu rupiah telah diberikan kepada tiga orang sebelum laki-laki itu datang.

Ia masih ingat yang disampaikan tiga orang sebelumnya, pujiannya kurang lebih sama:

“Terima kasih atas keikhlasannya Bapak, Ibu, saudara sekalian. Semoga dibalas oleh Sang Kuasa, dilancarkan rezekinya dan selamat sampai tujuan.”

Setelahnya aku melihat Sofia membuka tas dan memegang sesuatu cukup lama “Kebumen Beriman,” membaca pikiran orang-orang yang menjual bengkoang di luar sana dan membaca pikirannya sendiri.

Sesaat kemudian aku baru menyadari bahwa hari ini ia usai mengambil ijazah yang tadi dipegangnya dan jika nanti mengeluh soal pekerjaan kepadaku, “Mengapa susah sekali!”

Aku akan diam saja walaupun sebenanarnya ingin sekali menjawabnya, “Bukannya sudah biasa, Sofia!”

Ia turun dariku dan aku telah mengantarnya pulang kembali. ***

ANA KHASANAH, lahir 23 tahun lalu di Kebumen, Jawa Tengah. Saat ini berdomisili di kota kelahirannya. Menulis puisi dan cerpen.

Pages: 12