Cernak, Padang Ekspres, Riyan Prasetio

Tasapo

0
(0)

Oleh Riyan Prasetio (Padang Ekspres, 11 Februari 2018)

Tasapo ilustrasi Orta - Padang Ekspres

Tasapo ilustrasi Orta/Padang Ekspres

SORE hari suasana Pantai Pukek ramai oleh anak-anak yang berenang. Tak terkecuali Riki Putra. Bocah yang tengah duduk di Sekolah Dasar kelas lima itu terlihat semangat menceburkan diri ke pantai diikuti beberapa temannya yang kebetulan juga ingin mandi bersama. Benen (Karet ban, red) mengapung di atas air laut. Terombang-ambing oleh ombak. Tubuh Riki terkadang dibawa ke arah daratan juga diseret hampir ke tengah laut.

Dari jauh Nayla mengamati teman-temannya yang asyik bermain air. Ia juga ingin bergabung bersama yang lainnya. Menikmati betapa serunya mandi air laut sore hari begini. Nayla yang mulai merasa jenuh berjalanan menuju tumpukan batu yang disusun  rapi menjorok ke arah laut. Batu-batu tersebut seolah membentuk jalan yang cukup lebar agar pengunjung pantai bisa menikmati semilir angin laut. Berjalan lebih jauh hingga hampir ke tengah laut.

Rambut panjang Nayla diterbangkan oleh angin. Setelah sampai di bagian paling ujung, Nayla merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara sore yang terasa sejuk sekali. Dalam ketenangannya, Nayla mendengarkan teriakan riang dari teman- temannya yang sibuk berenang mendekat ke arah daratan karena takut terseret oleh ombak.

“Riki, pulang!”Terdengar teriakan seorang ibu yang memanggil anaknya, menyuruh pulang. Sebentar lagi matahari membenamkan wajahnya di ufuk Barat. Nayla belum mau beranjak dari tempatnya berdiri saat ini. Hawa sejuk membuatnya terlena. Lupa kalau matahari sebentar lagi sempurna tenggelam. Menandakan magrib akan segera datang. Hawa dingin mulai merangsek masuk ke dalam tubuh Nayla. Ia tidak menyadari sebuah kejanggalan dari batu yang tengah di pijaknya. Batu itu … hidup.

“Nayla, pulang sayang, sudah Magrib,” teriak pemilik warung Lauk Pukek yang tak jauh dari bibir pantai.

Tak ada jawaban. Nayla sibuk menghirup udara segar. Teriakan dari teman-temannya tidak lagi terdengar. Melihat Nayla yang tinggal sendirian di ujung batu yang menjorok ke laut. Pak Tarmo, suami Darti pemilik warung Lauk Pukek berlari menghampiri bocah perempuan yang tidak mendengarkan teriakan istrinya itu. Rasa khawatir segera menguasai warga sekitar bibir pantai.

Baca juga  Masker Ala Karin

“Nayla,” sapa Pak Tarmo dengan nada suara lembut. Tidak ada jawaban. Dari dekat tubuh Nayla terlihat kaku. Tubuhnya yang membelakangi Pak Tarmo menyulitkan Pak Tarmo untuk melihat ekspresi wajah Nayla. Samar-samar terdengar suara azan Magrib dari setiap toa mesjid dan mushalla dekat pantai. Pak Tarmo melangkah, mendekat. Tidak ada pergerakan dari tubuh Nayla.

“Jangan mendekat. Hihihi,” ujar Nayla dengan suara berbeda.

Pak Tarmo menghentikan langkahnya ketika Nayla mengancamnya untuk tidak mendekat. Berulang kali bibir Pak Tarmo melafazkan doa agar terhindar dari segala macam makhluk halus yang jahat. Perlahan Pak Tarmo terus mendekat. Nayla masih tertawa tidak jelas. Ia mengatakan suatu hal yang Pak Tarmo tidak tahu apa maksud perkatannya. Mulutnya terus menceracau ketika tangan Pak Tarmo berhasil merangkul dan membawa pergi bocah perempuan itu dari pantai.

Nayla terus memberontak. Pak Tarmo melepaskan tubuh Nayla karena sudah tidak sanggup melawan kekuatan tak kasat mata yang masuk ke dalam tubuh mungil Nayla. Bu Darti berlari menyusuri pantai. Tidak dihiraukannya pasir yang terasa seperti menusuk kakinya. Terpenting baginya mengabari ayah dan ibunya Nayla. Nayla terus berteriak tidak jelas. Mengancam siapa saja yang berani mendekat ke arahnya. Katno ayah Nayla langsung memeluk erat tubuh putrinya itu. Namun tubuh Katno terdorong beberapa meter akibat tendangan Nayla yang begitu kuat.

“Siapa kamu? Jangan ganggu anakku, keluarlah!” bentak Katno kepada makhluk tak kasat mata yang mengganggu tubuh anaknya.

Nayla malah tertawa mendengar kalimat yang terucap dari bibir Ayahnya. Sutarmi menangis melihat anaknya yang berada di luar kendali itu. Berulang kali Tarmi pingsan. Beruntung Bu Darti membawa tubuh ringkih itu masuk ke dalam rumahnya. Malam harinya Pak Tarmo dan Katno mendatangkan dukun ke pantai tersebut. Nayla masih tetap bertahan di pantai. Tidak mau diajak pulang oleh ayahnya. Dukun itu membacakan mantra. Mulutnya komat-kamit membaca dengan teliti setiap mantra yang dihafalnya.

Baca juga  Anak Saya Ingin Menjadi Nabi

Brak…Dukun itu kalah. Beberapa kendi yang ada di depannya pecah. Air yang ada di dalam kendi itu keluar, berserakan di pasir putih. Dukun itu memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia menyerah, tidak bisa mengobati Nayla. Katno menangis di depan anak semata wayangnya. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Hingga azan Isya berkumandang Nayla tetap berteriak histeris. Sesekali menjambak rambutnya sendiri. Pak Tarmo membacakan Al Quran di depan Nayla. Membuatnya meringis kesakitan akan tetapi makhluk itu tak kunjung keluar dari tubuh Nayla.

Assalamualaikum,” sapa ustad Gofur yang baru saja pulang dari mesjid.

“Waalaikumsallam,” jawab Pak Tarmo menyambut uluran tangan dari ustad Gofur.

“Ustad, tolong anak saya Ustad. Tolong sembuhkan Nayla,” mohon Pak Katno.

“Segala kesembuhan itu milik Allah. Mintalah kepada Allah, Pak,” Ustadz Gofur menepuk pelan bahu Pak Katno. Setelah mendapat izin dari Pak Katno, ustad Gofur mendekati tubuh Nayla. Ia tetap meraung layaknya harimau yang sedang kelaparan. Dengan tenang ustad Gofur memegang puncak kepala Nayla.

“Panas,” teriak Nayla berontak.

“Keluarlah jika tidak menginginkan panas yang lebih lagi,” ujar ustad Gofur memamerkan deretan gigi putihnya.

“Bedebah! Jangan mengancamku,” teriak Nayla dengan suara yang terdengar berat. Bukan suara asli milik Nayla.

Karena tak kunjung mau keluar. Ustad Gofur segera membacakan beberapa ayat Al Quran yang bisa mengusir makhluk halus dari tubuh manusia. Bacaan pertama hanya memberikan efek teriakan bagi jin yang sedang merasuki tubuh Nayla. Ustad Gofur terus membacakan doa-doa dan ayat Al Quran yang mampu mengusir arwah jahat yang tidak diundang.

Tubuh Nayla mengejang hebat. Tangannya mencekik lehernya sendiri. Mulutnya terus berteriak mengatakan “berhenti” kepada ustad Gofur yang terus membacakan ayat suci Al-Quran di samping telinga kanan Nayla.

“Berhenti, bodoh,” teriaknya lagi sembari meremas wajahnya sendiri. Ustdaz Gofur memegangi kedua tangan Nayla supaya tidak digunakan untuk menyakiti dirinya sendiri. Makhluk halus yang menguasai tubuhnya memang tidak merasakan sakit akan luka fisik yang dialami oleh Nayla. Makhluk itu hanya akan terbakar dan tersiksa akibat dibacakan ayat suci Al Quran.

Baca juga  Hikayat Ular dalam Mimpi Pemuda Samin

“Panas! Berhentilah! Aku akan membunuh anak ini,” ancamnya lagi.

Ustad Gofur menghentikan aktivitasnya. Ditatapnya sepasang bola mata milik Nayla yang terlihat kosong. Pandangannya tak tentu arah dan semakin tidak jelas. Perlahan ustad Gofur berhasil mengendalikan jin jahat yang merasuki tubuh Nayla.

“Aku akan membawa anak ini,” ujarnya dengan suara tertahan.

“Dia bukanlah milikmu. Kembalilah ke alammu. Anak ini tidak bersalah,” ujar ustad Gofur.

“Dia telah menginjak tubuhku,” ujarnya lagi.

“Tubuh?” tanya ustadz Gofur memandang ke arah tumpukan batu yang tersusun rapi.

Gelap telah mendominasi kehidupan malam. Sekilas terlihat cahaya rembulan yang tengah mengintip dari balik kegelapan. Setelah berbicara dengan makhluk halus yang masuk ke dalam tubuh Nayla. Akhirnya ustad Gofur berhasil mengusirnya dan mengembalikan jin itu ke tempatnya semula.

“Air mineral,” pinta ustad Gofur.

Pak Tarmo menyodorkan sebotol air mineral kepada ustad. Ustad Gofur memberikannya kepada Nayla. Setelah meminum beberapa teguk air tersebut Nayla kembali tersadar. Ia menatap dengan tatapan bingung kepada semua orang yang sedang mengerumuninya.

“Ayah,” setengah berlari Nayla langsung memeluk ayahnya.

Pak Katno tersenyum, lega melihat putri semata wayangnya kembali seperti sedia kala. Dikecupnya puncak kepala Nayla berulang kali kaerena begitu gembira.

“Besok-besok tidak usah pergi ke pantai sampai Magrib seperti tadi, Sayang. Kamu udah membuat ayah dan ibu khawatir.”

“Maafkan Nayla, ayah,” ucap Nayla.

Mereka pun kembali ke rumah masing-masing. Sosok perempuan berambut hitam dengan pakaian serba putih duduk di tepian laut. Dari atas batu ia memandang hamparan laut yang terlihat gelap. Seperti hidupnya yang teramat gelap. (*)

Loading

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply

error: Content is protected !!